Menyoal Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

 

 

Oleh : MH. Said Abdullah

Ketua Badan Anggaran DPR RI

 

Pemerintah saat ini sedang merancang tiga undang undang “sapu jagad” atau yang kita kenal dengan omnibus law.  Satu dari tiga diantaranya yaitu Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja. Mungkin pemerintah tengah mencari eksperimen baru, dalam mendobrak hambatan yang menyebabkan minimnya investasi masuk ke tanah air. Belajar dari pengalaman periode pertama Pemerintahan Jokowi-JK, enam belas paket kebijakan yang sudah diterbitkan, ternyata kurang efektif dalam mengatasi hambatan-hambatan investasi. 

 

RUU Omnibus Law Cipta Kerja, akan meyelaraskan 79 Undang-Undang (UU) dan 1.244 pasal. Kita bisa membayangkan, pekerjaan kolosal ini akan menguras energi dan fikiran anggota DPR R dan pemerintah sendiri dalam proses pembahasan. Muara dari omnibus law cipta lapangan kerja ini adalah penyerapan tenaga kerja, sehingga pencapaian serapan tenaga kerja kita lebih banyak mengatasai masalah pengangguran. 

 

Harapan terhadap masuknya investasi melalui omnibus law cipta lapangan kerja dapat mengatasi masalah hulu dan hilir, yakni angkatan kerja yang didominasi usia produktif menjadi tenaga kerja terampil yang mampu terserap secara maksimal dalam pasar tenaga kerja, mengingat postur demografi kita berpotensi menjadi ancaman demografi, sebab dengan angkatan kerja yang didominasi lulusan SD dan SMP sebanyak 72%, dan angka pegangguran yang banyak di usia produktif (15-40 tahun) akan jadi bom waktu. 

 

Butuh Breakthrough

 

Saya melihat, lahirnya RUU Cipta Kerja ini, tidak bisa dilepaskan dari kondisi perekonomian nasional dalam lima tahun terakhir, dimana kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional dari sisi pengeluaran masih berasal dari Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 2,73 persen, kemudian baru diikuti oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi sebesar 1,47 persen (BPS, 2019). 

 

Idealnya, bagi negara yang sedang bergerak menuju negara maju, pertumbuhan investasi menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Masih minimnya kontribusi investasi terhadap pembentukan Pertumbuhan ekonomi, memang menjadi kekhawatiran Pemerintah dan DPR dalam setiap pembahasan APBN.

 

Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi yang masuk ke Indonesia sepanjang tahun 2019 lebih baik dari tahun 2018, tetapi memang belum cukup kuat untuk menopang kebutuhan pembangunan ekonomi yang semakin besar.  Dari catatan BKPM diketahui, investasi yang masuk ke Indonesia sepanjang tahun 2019 sebesar Rp 809,6 triliun. Angka ini sebenarnya sudah melampaui target yang sebesar Rp 792 triliun. 

 

Namun, nilai investasi tersebut masih jauh dari kebutuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kebutuhan investasi pada 2019 sekitar Rp 5.276 triliun dan 2020 sekitar Rp 5.803-5.823 triliun. Diperkiraan kontribusi sektor perbankan diharapkan tumbuh 13,5-15 persen, dan pasar modal diperkirakan tumbuh sebesar 10 persen. Kalau mengandalkan skema regular, business as usual sulit bagi pemerintah mengejar kebutuhan tambahan modal investasi, maka pemerintah perlu breakthrough. 

 

Rasio Incremental Capital Output Ratio ( ICOR ) Indonesia masih menunjukkan posisi yang tinggi. ICOR digunakan untuk melihat tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin tinggi nilai ICOR semakin tidak efisien suatu negara dalam investasi. Sejak tahun 2016 hingga 2019, ternyata rasio ICOR Indonesia masih bertengger di level 6,3. Bandingkan dengan beberapa negara Asean, Rasio ICOR Malaysia sebesar 4,6, Filipina 3,7, Thailand 4,5, dan Vietnam 5,2. ICOR bisa menjadi gambaran betapa tingkat efisiensi investasi di Indonesia masih rendah, sehingga menyebabkan Indonesaia menjadi kurang menarik sebagai tujuan investasi. Oleh sebab itu, Indonesia butuh satu desain atau konfogusrasi sistim untuk mendorong investasi yang lebih efisien dan berorientasi ekspor, dan semata mata tidak bertumpu pada sektor komoditas.

 

Bukan Sekedar Sapu Jagad

 

Saya sangat berharap omnibus law cipta lapangan kerja bukan sekedar sebagai senjatan ampuh, bukan sekedar sapu jagad untuk mengatasi kebutuhan investasi sekaligus pencipataan lapangan kerja yang massif. Meskipun saya memberikan dukungan terhadap omibus law ini, namun beberapa hal patut dipertimbangkan pemerintah, yakni;

 

Pertama; beberapa poin masih menambah rantai perijinan, yang kian menambah beban rakyat, dari sebelumnya yang tidak berijin menjadi perlu mengajukan perijinan, misalnya alat tangkap nelayan dengan perahu dibawah 10 Gross Ton, termasuk perjinanan bagi masyarakat pesisir untuk pemanfaatkan sumber daya laut dan perikinan. 

 

Kedua; masuknya penanaman modal asing tidak malah kian mematikan potensi modal dalam negeri, karenanya perlu pengaturan yang antar keduanya perlu lebih kolaboratif, dalam kerangka kerja yang mutual.

 

Ketiga: pengaturan pekerja kontrak saya harapkan tidak malah menimbulkan ketidakpastian hubungan industrial bagi kalangan pekerja. Hal ini malah berkebalikan dengan maksud dari ruu ini yang mendorong serapan tenaga kerja.

 

Keempat: bisnis unicorn yang menjadi ruang kreatif, dan produksi anak anak milenial  harusnya diberikan insentif, jangan karena membuka tenaga kerja asing malah kian menghabisi ruang kreatif anak anak muda kita.

 

Terkahir, Kelima: pemberian kewenangan pemerintah yang bisa mengubah ketentuan perundang undangan ini sangat vulgar akan menabrak konstitusi, sekaligus menyalahi sistematika hukum.

 

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…