UU APBN Dinilai "Ganggu" Kebijakan Fiskal

UU APBN Dinilai  “Ganggu” Kebijakan Fiskal

 Jakarta-Ketatnya UU APBN dinilai tak memberi ruang gerak pemerintah untuk melonggarkan kebijakan fiskal. Buntutnya peluang dan potensi yang ada tak bisa digarap secara maksimal. "Ruang yang dimiliki pemerintah untuk manuver terhadap peluang-peluang tertentu sangat tipis," ujar ekonom Financial Reform Institute Ikhsan Modjo  kepada wartawan di Jakarta,15/3.

 Diakuinya, anggaran APBN sudah ditentukan dan kemudian dimasukkan kepada sejumlah pos-pos yang tak bisa diutak-atik. “Karena banyak pos-pos dalam anggaran ini dipatok dengan UU APBN," tambahnya.

 Lebih jauh Ikhsan memberikan contoh beberapa aturan yang dianggap membebani pemerintah, antara lain anggaran pendidikan yang dipatok  20%. Langkah ini secara tidak langsung membatasi pemerintah mengembangkan gerak pendidikan. "Ya, contohnya anggaran pendidikan dipatok 20%. Jelas ini tidak fleksibel," terangnya.

 Ikhsan menambahkan memang saat ini tersedia  dana cadangan pemerintah untuk mengantisipasi peluang-peluang tersebut. Namun dana tersebut merupakan dana yang tidak bisa diganggu kecuali jika memang diperlukan. "Yang betul-betul dimiliki pemerintah Rp60 triliun sampai Rp70 triliun yang bisa dikutak-kutik pemerintah untuk hal-hal urgent," imbuhnya,

 Ditempat terpisah, Menteri ESDM Darwin Saleh memberikan isyarat kemungkinan revisi APBN 2011 terkait asumsi indonesian crude price (ICP) yang berubah pada kisaran US$ 80-100 per barel. Sementara target lifting minyak berada di kisaran 945 ribu-970 ribu barel per hari (bph). "Sejumlah asumsi makro perlu ditinjau kembali. Kita memperkirakan realisasi ICP pada 2011 akan berada di kisaran US$ 80-100 per barel," ujarnya.

 Menurut Darwin, sepanjang tahun ini pemerintah memperkirakan lifting minyak berada di kisaran 945 ribu-970 ribu barel per hari (bph). Yang jelas tingkat lifting minyak dunia saat ini terus turun sekitar 12 % per tahun.

 Lebih jauh kata Darwin, secara fundamental tidak ada faktor yang menyebabkan kenaikan harga minyak karena pasokannya melebihi permintaan. Suplai minyak dunia diperkirakan sebanyak 87,6 juta bph, sementara permintaannya 86,3 juta bph. "Seharusnya harga minyak tidak naik, tetapi ada aspek non fundamental seperti sentimen pasar," ujarnya.

 Darwin menegaskan per tanggal 14 maret 2011, harga rata-rata ICP sudah sebesar US$ 113,03 per barel. Kenaikan ICP ini tidak lepas dari konflik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara serta gejolak politik. "Karena 18% minyak indonesia berasal dari kedua wilayah tersebut. Jadi pada dasarnya bisa dipahami bahwa ketergantungan terhadap minyak harus dikurangi," pungkasnya. **cahyo

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…