Coast Guard, KPLP dan Bakamla?

 

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN)

 

Penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard Indonesia masih juga belum jelas nasibnya. Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Kementerian Perhubungan dan Badan Keamanan Laut merasa merekalah coast guard nasional. Para pendukung kedua kelompok itu berlomba di media menegasikan satu dan lainnya.

Salah satu alasan diperlukannya coast guard adalah untuk menekan biaya siluman yang biasa mereka bayarkan kepada berbagai oknum dari instansi pemerintah yang melakukan patroli di lautan Nusantara yang jumlah mencapai Rp5-Rp7 triliun per tahun. Demikian informasi dari kalangan pengusaha pelayaran.

Selain dapat menekan biaya siluman, syukur-syukur bisa menghilangkannya kelak, keberadaan coast guard Indonesia memiliki makna strategis, jika tidak hendak dikatakan strategis sekali.

Disebut strategis karena kehadiran lembaga ini akan memperkuat nilai geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Setidaknya ada beberapa perkembangan yang terjadi di luar sana yang menjadi conditio sine qua non bagi pendirian Penjaga Laut dan Pantai Indonesia.

Pertama, berdirinya China Coast Guard Bureau. Penubuhan lembaga tersebut menandakan perubahan kebijakan keamanan maritim Beijing ke arah lebih lembut (soft approach). Sebelum China, Malaysia, India, Vietnam dan negara lainnya sudah lebih dulu mendirikan coast guard masing-masing.

Walaupun masing-masing negara berbeda dalam pengaturan coast guard-nya (misalnya dalam hal apakah coast guard itu unsur militer atau sipil), tapi semuanya sepakat bahwa coast guard lebih berperan dalam aspek law enforcement, SAR maritim, dan kerjasama antarnegara.

Kedua, terjadinya perubahan dalam doktrin matra laut di hampir berbagai negara yang memiliki AL; dari brown-water navy menjadi blue-water navy.

Secara umum blue-water navy adalah konsepsi tentang kemampuan angkatan laut satu negara untuk digelar (deployment) di samudera luas atau high seas dalam kurun waktu yang cukup lama. Singapura adalah salah contoh negara yang AL-nya sudah bergerak menjadi blue-water navy.

Dalam studi ilmu peperangan modern, angkatan laut yang ingin menerapkan prinsip blue-water navy harus memiliki kemampuan membela diri yang handal dari kemungkinan serangan lawan yang berasal bawah air (kapal selam), permukaan (kapal perusak, frigat, korvet, dll), dan serangan udara.

Di samping itu, untuk menjadi sebuah angkatan laut yang blue-water dibutuhkan suplai logistik yang baik sehingga armada yang sedang berada di tengah samudera luas tadi dapat beroperasi terus-menerus tanpa mengalami gangguan.

Di Indonesia, TNI-AL saat ini tidak jelas apakah blue-water navy, green-water navy atau brown-water navy. Sejalan dengan pendirian ISCG kita berharap TNI-AL akan kembali mengarungi lautan luas dan menjadi blue-water navy seperti pada era ‘60-an. Sementara, laut teritorial dikawal oleh ISCG.

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…