Perlu Perimbangan Omnibus Law dengan Penataan Kelembagaan

Perlu Perimbangan Omnibus Law dengan Penataan Kelembagaan

NERACA

Jakarta - Akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Hariadi Kartodihardjo menilai perlu adanya perimbangan antara omnibus law dan penataan kelembagaan di Tanah Air, baik pada tingkat kementerian/lembaga maupun pemerintahan daerah.

"Kelembagaan itu sebenarnya selama bertahun-tahun tidak pernah ditata, baik mengenai ukuran kinerja mereka, tugas pokok dan fungsinya maupun target yang harus dicapai. Jadi penataannya harus ke situ," kata dia dalam diskusi Catatan Kritis Lingkungan Hidup 2020, di Jakarta, Jumat (10/1).

Ia mengatakan penataan kelembagaan itu benar-benar dibutuhkan, sebab saat omnibus law ada dan diterapkan, tentu mereka dibutuhkan sebagai pelaksana aturan tersebut.

Secara umum omnibus law merupakan undang-undang (UU) untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus, sehingga menjadi lebih sederhana.

Pada sisi lain, ia melihat akar persoalan atau polemik terkait omnibus law adalah keberadaannya yang diketahui secara mendadak sekali oleh publik.

"Saya lihat memang inisiatif presiden ini diketahui publik cukup mendadak, sehingga tidak ada waktu yang panjang untuk memastikan bagaimana sebenarnya cara untuk membereskan tumpang tindih peraturan pada level UU," katanya pula.

“Namun, sebenarnya hal itu sekaligus merujuk pada isi positif dari omnibus law itu sendiri, yakni ingin memastikan agar tumpang tindih yang dikhawatirkan itu tidak terjadi,” katanya pula.

Terkait polemik yang terjadi, menurutnya, solusi dalam artian teknis memang tidak ada. Namun, dari sisi sosial dapat dilakukan dengan membuka aturan tersebut sebaik-baiknya kepada publik. 

Menurutnya, hal itu dilakukan agar publik dapat memberikan masukan yang otentik dan substansial, bukan administratif, sehingga melalui konsultasi publik yang sebenarnya tidak hanya mengandalkan satu proses saja, sehingga dapat diperoleh masukan-masukan penting.

"Ini harus jelas. Jadi ada pasal-pasal apa saja di dalamnya dan ada masukan dari kelompok-kelompok baik itu LSM, akademisi dan pihak terkait lainnya," katanya lagi.

Ia berpendapat, dari situ tentu dapat diketahui dan dipahami khususnya untuk situasi-situasi tertentu di lapangan dengan tata kelola yang buruk, pasal-pasalnya tidak dikurangi melainkan dilakukan penguatan dari sisi pelaksanaannya.

"Perlu penguatan, bukan hanya dari segi hukumnya. Namun juga dari sisi kelembagaan," ujar dia pula. 

Kemudian Hariadi mengatakan segala sesuatu yang berketentuan dengan pemanfaatan tanah dan ruang merupakan sektor terpenting dalam konteks lingkungan.

"Yang terpenting saat berbicara tentang lingkungan bukanlah lokasinya, melainkan sektor dari lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini ialah pemanfaatan tanah dan ruang," katanya. 

Pemanfaatan tanah dan ruang tersebut meliputi berbagai macam hal di antaranya persoalan tambang dan semacamnya serta pengembangan perumahan yang sekaligus menempati kawasan lindung. Kemudian, juga mencakup perilaku-perilaku yang meminimalisir daerah resapan di kota.

Contohnya, kata dia, masalah pengembangan perumahan di kawasan lindung dapat ditemui di kawasan Bandung Utara khususnya juga Kabupaten Bandung dan Kota Bandung secara umum. Hal itu sudah terjadi sejak beberapa puluh tahun lalu."Bandung Utara itu merupakan kawasan lindung yang sudah dijejali perumahan," ujarnya.

Menurutnya, hal itu tidak seharusnya dilakukan sebab implikasinya tidak hanya jangka pendek, melainkan juga berdampak jangka panjang. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…