Perlu Revisi UU No. 9/1961

Di tengah banyak musibah bencana alam di negeri ini, banyak organisasi kemanusiaan yang tergerak dan bergerak membantu para warga yang terdampak bencana di wilayah manapun dan tanpa mengenal SARA, kegiatan organisasi bela rasa (filantropi) dan kedermawanan sosial terus membantu mereka tanpa mengenal lelah.

Namun di balik kepedulian dan antusiasme masyarakat yang sangat tinggi dalam membantu sesama, kita melihat masih ada pekerjaan rumah (PR) bersama yang harus diselesaikan para pemangku kepentingan terkait kegiatan pengumpulan uang dan barang, yaitu perlunya revisi UU No.9/1961 Tentang Pengumpulan Uang dan Barang, yang saat ini terasa tidak sesuai dengan kemajuan zaman.  

Menurut aturan Kementerian Sosial, organisasi pengelola crowdfunding (filantropi) merasa kebingungan manakala pihak pemerintah (kementerian) meminta untuk secara disiplin membuat laporan hasil pengumpulan dana setiap tiga bulan sekali, sesuai dengan masa berlaku izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang dikeluarkan Kementerian Sosial.

Padahal, aplikasi urun dana bersama tersebut telah memungkinkan setiap orang untuk menyelenggaraan pengumpulan uang dan barang tanpa dibatasi waktu. Dalam sehari saja, kata pengelola organisasi filantropi dalam pertemuan tersebut, aplikasinya dapat menerima 200 lebih pihak yang hendak mengumpulkan uang.

Menurut pasal 11 PP No 29/1980 Tentang Pengumpulan Sumbangan harus memberikan laporan hasil pengumpulan dana setelah 3 bulan habis masa berlakunya SK, dinilai sangat merepotkan pengelola organisasi swasta. Mengingat pihaknya tidak mungkin membatasi orang untuk melakukan pengumpulan uang melalui urun dana bersama tersebut.

Tidak hanya itu. Organisasi pengelola terkena kewajiban melaporkan jumlah uang terkumpul, yang apabila lalai dilakukan akan terkena sanksi pidana sesuai dengan pasal 8 UU No.9 Tahun 1961. Padahal dana yang dikumpulkan bukan dana berasal dari pemerintah (APBN). Aneh bin ajaib memang.

Persoalan ini sebenarnya sudah lama terjadi, namun pihak Kemensos terkesan gagap dan mengakui perundang-undangan dan aturan yang ada perlu direvitalisasi. Saat ini banyak praktik pengumpulan uang dan barang mengalami disrupsi, dan masuk ke wilayah 4.0 berbasis digital yang hadir dalam beragam platform. Untuk itu, DPR segera melakukan perbaikan UU No.9 tahun 1961 yang sudah dianggap using tersebut.  

Kita menyadari kehadiran UU tersebut memang diperlukan bukan hanya oleh pemerintah sebagai eksekutif, melainkan para penyelenggara pengumpulan uang dan barang yang biasanya bermunculan bak cendawan di musim hujan. terutama pada saat banyak terjadi bencana.

Hal ini dapat dipahami, mengingat masyarakat kita terkenal karena kedermawanannya. Hasil Riset yang diselenggarakan Charity Aids Foundations pada 2018 yang termuat dalam CAF World Giving Index pada Oktober 2018 telah menempatkan Indonesia di peringkat pertama negara di dunia yang paling dermawan. Pengukuran dilakukan berdasarkan tiga aspek; membantu orang yang tidak dikenal, memberi sumbangan, dan menjadi relawan.

Nah, bila potensi ini digarap dengan baik, sektor donasi masyarakat dapat memainkan peran yang lebih optimal membantu pemerintah antara lain untuk penanganan masalah sosial baik karena dampak bencana ataupun bukan. Ini artinya potensi kedermawanan sosial orang Indonesia dan donasi masyarakat sangat besar. Sangatlah disayangkan apabila peraturan yang berlaku justru terkesan membatasi.

Sayangnya, pihak DPR belum tanggap untuk merevisi UU No.9 Tahun 1961. Harusnya UU itu termasuk dalam daftar 248 RUU di Prolegnas yang disepakati Pemerintah–DPR beberapa waktu lalu. Karena itu, para pemangku kepentingan dan pemerintah untuk kembali mematangkan aturan main yang lebih responsif dengan kemajuan era digital, khususnya mengenai pengumpulan uang dan barang untuk donasi bencana alam.  

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…