Harus Ada Deradikalisasi Ketat Bagi WNI Eks ISIS

Harus Ada Deradikalisasi Ketat Bagi WNI Eks ISIS  

NERACA

Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Jimly Asshiddiqie mengatakan pemerintah harus melakukan proses deradikalisasi yang ketat bagi warga negara Indonesia (WNI) eks simpatisan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) yang ingin kembali.

"Jadi ini satu agenda serius. Kalau mereka ingin kembali lagi, ada syarat-syaratnya, termasuk tes. Jadi jangan cuma selembar kertas (pernyataan)," kata Jimly usai menemui Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Kantor Wapres Jakarta, Rabu (5/2).

Jimly mengatakan cara paling mudah untuk menerima kembali WNI eks ISIS itu adalah dengan melakukan screening atau penyaringan lewat pernyataan untuk bersedia setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Yang paling mudah itu ya di-screening, apakah dia mau jadi WNI sesuai dengan hukum di Indonesia atau tidak. Kalau dia bersedia, berarti ada kesadaran ingin menjadi WNI dengan aturan konstitusional yang kita miliki. Tidak boleh lagi dia ikut perang untuk negara lain," kata Jimly.

Namun, tambah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, penandatanganan pernyataan itu harus diikuti dengan pembinaan deradikalisasi yang ketat supaya ideologi radikal para eks simpatisan ISIS itu benar-benar pudar.

Pemerintah juga perlu memberikan efek jera bagi eks simpatisan ISIS itu dengan mencabut paspor dan status kewarganegaraan mereka dari Indonesia."Saya rasa perlu ada tes khusus. Untuk tindakan yang sifatnya mendidik, memang sebaiknya kalau terbukti mereka itu ikut perang untuk pasukan perang negara lain, itu sudah memenuhi syarat untuk dicabut paspornya," kata Jimly.

Setelah dicabut hak kewarganegaraannya, kata dia, eks simpatisan ISIS yang ingin kembali menjadi WNI bisa diberikan haknya dengan mengikuti berbagai tes dan pernyataan untuk setia kepada NKRI."Cabut dulu paspornya. Nanti urusan belakangan kalau dia ingin kembali lagi," kata Jimly yang juga Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). 

Kemudian Jimly menilai pemerintah harus mencabut paspor ratusan warga Indonesia bekas anggota Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) yang ingin kembali ke Indonesia."Saya sarankan cabut dulu paspornya, biar ada punishment, kalau tidak begitu nanti tidak ada efek jera," kata Jimly.

Menurut dia, pencabutan paspor itu merupakan hak pemerintah terhadap warganya yang membangkan dengan ikut berperang membela negara lain

Dengan mencabut paspor tersebut, maka warga Indonesia yang terlibat dalam kelompok ISIS tidak lagi berhak atas kewarganegaraannya di Indonesia."WNI memang dilarang ikut dalam perang untuk kepentingan negara lain, jadi kalau ada WNI ikut perang dengan sukarela, itu bisa terancam kehilangan paspor," ujarnya. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…

BERITA LAINNYA DI

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…