Persiapan WTO, Kemendag Lobi Menteri WTO

NERACA

Jakarta – Pada hari etrakhir dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss Kementerian Perdagangan melobi beberapa menteri yang tergabung dalam World Trade Organization (WTO) yang akan diselenggarakan di Nur-Sultan, Kazakhstan 8-11 Juni 2020.

Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto menghadiri Pertemuan Informal Tingkat Menteri di hari terakhir rangkaian kegiatan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, Jumat (24/1). Pada pertemuan ini, dibahas mengenai berbagai isu dalam mempersiapkan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) yang akan diselenggarakan di Nur-Sultan, Kazakhstan 8-11 Juni 2020.

“Berdasarkan koordinasi dan masukan berbagai kementerian dan lembaga terkait, telah disepakati beberapa prioritas Indonesia pada KTM WTO ke-12 di antaranya adalah mengenai penyelesaian negosiasi pertanian terkait Public Stockholding for Food Security Purposes dan Special Safeguard Mechanism sesuai mandat Doha Development Agenda,” ujar Agus.

Prioritas lainnya, lanjut Agus adalah penegasan mengenai Special and Differential Treatment sebagai bagian tidak terpisahkan dalam setiap perjanjian WTO yang diberikan kepada negaranegara berkembang dan negara kurang berkembang (least developed countries/LDCs).

Indonesia juga akan mendorong penyelesaian atas permasalahan seleksi anggota Appellate Body, mendukung moratorium pengenaan bea masuk atas transmisi elektronik dengan mempertahankan posisi Indonesia di KTM ke-11, serta memperhatikan hasil dari pembahasan-pembahasan diskusi terstruktur yang dimulai di awal 2020 di bawah Work Programme on Electronic Commerce.

“Indonesia juga akan menyampaikan dukungannya terhadap moratorium inisiasi gugatan jenis Non-Violation and Situation Complaints terkait implementasi perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement),” imbuh Agus.

Sedangkan, untuk unsur utama dalam subsidi perikanan, prioritas Indonesia, Agus menyatakan akan mempertahankan elemen disiplin subsidi perikanan yang sudah mencapai konvergensi antar anggota WTO.

Bahkan, Indonesia juga akan menekankan pentingnya perhatian terhadap perikanan skala kecil (termasuk nelayan subsistence dan artisanal) yang mendominasi 96 persen sektor perikanan di Indonesia.

“Selain itu, dalam KTM ke-12 nanti, kami juga akan menyampaikan perlunya pemberian Special and Differential Treatment bagi nelayan kecil untuk mengembangkan kegiatannya di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE),” ucap Agus.

Sebab, Agus mengakui ada beberapa isu tertunda WTO yang menjadi prioritas utama Indonesia adalah isu pertanian terkait cadangan pangan untuk ketahanan pangan (public stockholding for food security purposes) dan mekanisme pengamanan khusus (special safeguard mechanism) dan subsidi perikanan (fisheries subsidies).

Isu lain adalah tata niaga elektronik (e-comerce), fasilitasi investasi, hak kekayaan intelektual (HKI) nonviolation and situation complain, penyelesaian badan banding (appellate bodies) WTO dan isu perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment).

Indonesia terus mendesak WTO melarang fisheries subsidies pada perusahaan besar yang berkontribusi pada penangkapan ikan berlebihan dan mengusulkan agar WTO mengatur subsidi dari negara ke perusahaan besar yang menjalankan bisnis perikanan.

Indonesia menilai subsidi kepada perusahaan besar tidak adil pada nelayan kecil perorangan, yang hanya bisa beroperasi di dekat daerah pantai. Nelayan besar bisa menangkap ikan di laut lepas, sementara nelayan independen hanya sejumlah kecil di dekat pantai.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjanji akan meninjau aturan pemerintah terkait ekspor perikanan budidaya oleh nelayan terutama di Natuna, Kepri, seperti ikan Napoleon, Kerapu. 

"Jika anda berlayar dua jam dari sini (atas KRI Semarang yang berada di perairan Selat Lampa, Natuna). Anda akan menemukan Pulau Sedanau, itu kawasan Minapolitan yang sempat mati suri, gara-gara banyak peraturan yang dibuat," ujar Edhy, mengutip ANTARA. 

Lebih lanjut, Edhy mengatakan selama ini nelayan setempat tidak bisa bebas menjual ikan hasil budidaya karena regulasi yang dibuat oleh pemerintah. "Ini yang akan kita hidupkan kembali," terang Edhy. 

Artinya menurut Edhy, Natuna tidak hanya memiliki nelayan tangkap, tetapi nelayan budidaya juga cukup banyak. Hal itulah yang akan dibuat oleh KKP untuk kembali  menggairahkan nelayan budidaya di Natuna. "Budidaya sempat mati suri di sini, salah satunya itu, Pulau Sedanau," ujar Edhy.

 

 

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…