PUGAR, Solusi Atasi Garam Rakyat

NERACA

Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berupaya meningakatkan kesejahteraan petambak garam melalui program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) yang sudah berjalan sejak tahun 2016.

Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Aryo Hanggono  mengakui bahwa saat ini KKP mendukung petambak garam baik dalam kompetensi SDM, pembangunan infrastruktur, hingga usaha untuk menstabilkan harga garam rakyat.

“Saat ini telah dibangun 24 Gudang Garam Nasional dan integrasi lahan garam seluas 2.971 hektar di 24 kabupaten dan kota penghasil garam,” jelas Aryo.

Melalui program PUGAR, Aryo menjelaskan, KKP juga telah berhasil meningkatkan kualitas garam menjadi bersih dan kandungan NaCl-nya naik menjadi 91%. Meskipun hal ini masih kurang maksimal sehingga diperlukan pembangunan washing plant.

“Kalau garam kita yang kualitas 2, kita cuci (NaCl-nya) bisa sampai 99%. Target KKP saat ini adalah meningkatkan kualitas garam rakyat untuk menjadi garam industri yang dapat disalurkan ke industri aneka pangan. Saat ini impor garam untuk industri aneka pangan membutuhkan 600.000 ton,” beber Aryo.

Tingginya permintaan garam untuk bahan baku di industri, menurut Aryo manufaktur inilah yang membuat Indonesia harus mengimpor garam. Kuota yang diberikan pada tahun 2020 ini mencapai 2.9 juta ton.

Sebab, hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus memperbaiki kualitas produksi garam rakyat agar dapat menutupi kebutuhan garam industri dalam negeri hingga dapat bersaing di pasar yang lebih luas.

“Antara yang diimpor dengan yang disediakan oleh tambak rakyat ada perbedaan kualitas. Kandungan NaCl kita hanya mampu di 91%, belum mampu untuk memenuhi spek industri. Yang ada di tambak rakyat banyak terserap di industri rumah tangga, pengasinan ikan, penyamakan kulit, sekitar 1,1-1,2 juta ton kebutuhannya,” ujar Aryo.

Di tahun 2020, Aryo menjelaskan, strategi pemerintah dalam pengembangan usaha garam adalah Pembangunan Kawasan Ekonomi Garam yang dikelola oleh pemerintah provinsi.

Di samping itu, untuk turut andil dalam menciptakan stabilitas harga garam, KKP telah mengajukan usulan Harga Pokok Pembelian (HPP) garam sebagai data dukung pengusulan revisi Perpres 71/2015 agar komoditas garam dimasukkan sebagai bahan pokok atau barang penting.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengakui bahwa impor garam terpaksa dilakukan demi menjaga keberlangsungan industri dalam negeri. Garam selama ini menjadi bahan baku dan bahan penolong bagi industri seperti industri CAP, makanan dan minuman, farmasi, pertambangan, dan lain-lain.


"Selama pasokan garam dan gula untuk industri yang mempunyai requirement tinggi untuk produk-produknya mau tidak mau terpaksa kita harus impor, karena kita tidak boleh mematikan industri itu sendiri hanya karena tidak mempunyai bahan baku," kata Agus.

Disisi lain pada 2019, total produksi garam nasional sejumlah 2,1 juta ton yang terdiri atas 1,75 juta ton produksi garam rakyat dan 350 ribu ton produksi BUMN PT Garam. Berdasar Badan Pusat Statistik (BPS), impor garam dalam kurun waktu lima tahun terakhir naik signifikan.

Total volume impor garam pada 2014 tercatat 2,3 juta ton. Kemudian, pada 2018, volume impor garam mencapai 2,8 juta ton meski nilai impornya justru tak naik karena faktor perkembangan harga. Pada 2014, nilai impor garam mencapai USD 104,3 juta, lalu pada 2018 sebesar USD 90,6 juta.

"Ada kesadaran dan political will dari kami agar nanti impor-impor, baik itu garam dan gula untuk industri semakin lama semakin berkurang. Jadi misalnya untuk garam, nilai ekonomisnya ladang garam paling sedikit apabila garam bisa kemudian sesuai keinginan industri," terang Agus

Bahkan menurut Agus, kadar NaCl dalam garam itu minimal 98 persen sampai 99 persen. "Setelah kami pelajari, minimal lahan lahan 100 hektar itu, kemudian ada cara-cara menghitung kimiawinya akan menghasilkan garam-garam yang kadar NaCl-nya 98 sampai 99 persen, sehingga bisa diserap oleh industri dalam negeri dan tidak perlu impor lagi," terang Agus.


Hanya saja, kata Agus, selama diperlukan pasokan garam dan gula untuk industri yang mempunyai persyaratan tinggi untuk produknya, terpaksa impor dilakukan. "Kita tidak boleh memastikan industri itu hanya karena tidak ada bahan baku," kata Agus.

Sekedar catatan, pada 2019, alokasi impor garam mencapai 2,75 juta ton dan tahun ini naik berkisar 6 persen menjadi 2,92 juta ton.

 

 

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…