Insentif Minim, Kelas Menengah Rawan Miskin

Oleh: Prof. Dr. Bustanul Arifin

Senior Fellows INTER CAFE

Kita semua sudah membaca dan mengikuti rilis atau pengumuman angka kemiskinan baru BPS. Secara umum, angka kemiskinan September 2019 turun menjadi 24,79 juta orang (9,22 persen) dari total populasi. Angka itu setara dengan penurunan 0,44 persen terhadap angka kemiskinan September 2018.

Sekadar catatan, membandingkan angka kemiskinan, sebaiknya dilakukan untuk kurun waktu satu tahun, karena sampel dan kerangka sampel rumah tangga yang disurvai dalam Susenas adalah sama atau comparable. Membandingkan angka kemiskinan September dengan angka Maret biasanya sering misleading, menyebabkan salah tafsir, berikut kebijakan yang melingkupinya

Di beberapa media, BPS, pemerintah dan beberapa analis sudah menjelaskan kontributor penurunan kemiskinan itu. Intinya adalah bahwa beberapa program afirmatif dari pemerintah, walau bagaimana pun, telah memberikan andil signifikan.

Sekian banyak Bantuan Sosial (Bansos), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan lain-lain telah banyak dirasakan masyarakat lapisan bawah. Program ini sudah benar,  walau secara detail per individu program, kita bisa diskusi panjang nanti

Namun kaum miskin di perdesaan masih belum terentaskan secara paripurna. Sebagian besar orang miskin perdesaan adalah petani dan buruh tani. Mungkin perhatian ini agak subjektif, karena saya mendalami ekonomi pertanian lebih dari separuh umur saya.

Perhatikan upah buruh tani! Secara nominal, upah buruh tani per Desember 2019 tercatat Rp54.723 per hari, atau naik sedikit, 0,13 persen (month-to-month). Perhatikan upah buruh riil! Yang tercatat hanya Rp38.205 per hari, alias menurun -0,14 persen.

Mengapa hal itu terjadi? Salah satu penjelasannya, laju inflasi perdesaan lebih buruk dibandingkan laju inflasi perkotaan. Sekian banyak program Bansos selama setahun terakhir memang cukup gencar, apalagi pada 2019 saat dilaksanakannya Pemilu dan Pilpres.

Tapi, program-program tersebut belum banyak menolong kaum miskin perdesaan, termasuk dari kelompok petani. Sepanjang setahun terakhir, silakan telusuri apa saja program-program yang dapat dicatat? Menurut saya tidak banyak.

Poin berikutnya, selain penjelasan tentang Bansos, adalah kelompok kelas menengah yang tidak begitu banyak mendapat program afirmatif. Kelas menengah mungkin ada banyak lapisan. Perhatian kita adalah pada mereka yang berada pada lapisan bawah dari kelas menengah, termasuk mereka yang baru saja terentas dari kategori miskin.

Kelompok ini termasuk golongan near poor yang jauh lebih rentan atau vulnerable terhadap gangguan eksternal dan internal. Mereka yang memiliki usaha, termasuk bisnis rintisan (start-up), masih rentan terhadap risiko usaha dan perubahan kondisi perekonomian. Apalagi jika sampai terjadi bencana ekologis, risiko lingkungan, bencana alam, hama-penyakit tanaman, perubahan iklim, dan lain-lain.

Kelompok kelas menengah ini hanya sedikit menikmati program-program insentif dan perlindungan usaha. Kenaikan cukai rokok, iuran BPJS, dan lain-lain memukul kelas menengah.

Kelas menengah ini juga perlu diselamatkan. Pertama, dalam dunia usaha mereka adalah (seharusnya merupakan) entrepreneur yang andal. Secara politis, kaum kelas menengah ini umumnya memiliki suara ‘agak berisik’. Positifnya adalah bahwa mereka merupakan salah satu tulang pungung demokrasi dan pembawa perubahan.

Untuk itu, pemerintah perlu lebih serius merancang dan mengembangkan ‘perlindungan’ pada kelas menengah ini. Tentu saja desain program berbeda dengan bansos, lebih berupa pemberian insentif yang memadai. Apalagi jika masih percaya pada prinsip-prinsip ekonomi pasar yang objektif.

Jika Pemerintah merancang Kartu Prakerja, saya lebih banyak melihatnya sebagai upaya pemberian insentif tersebut. Detail penjelasannya, kita mungkin perlu bahas dalam kesempatan lain.

Jadi, nanti akan tersambung dengan peningkatan kewirausahaan, perbaikan iklim usaha bisnis rintisan, pembenahan sistem informasi, dan lain-lain. (W)

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…