Marak Saham Gorengan - DPR Kritisi dan Evaluasi Pengawasan BEI

NERACA

Jakarta – Kasus gagal bayar premi PT Asuransi Jiwasraya hingga menuai kerugian besar lantaran terjebak investasi saham lapis tiga atau saham gorengan, menjadi sorotan dan perhatian Dewan Perwakilan Daerah (DPR). Maka untuk menggali informasi dan kejelasan soal dugaan terjebak pada saham gorengan, DPR menggelar rapat dengar pendapat secara tertutup dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan lembaga SRO lainnya.

Kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo, rapat dengar pendapatan dengan DPR pertanyaannya umum dari A sampai Z. Namun sayangnya, dirinya belum mau menyebutkan pembahasan dalam rapat dengan DPR,” Saya tidak berhak untuk mengungkapkan di depan publik. Kami hanya menyampaikan keterangan, data, pendapat, opini seputar evaluasi kinerja pasar modal dan permasalahan Jiwasraya,”ujarnya di Jakarta, kemarin.

Terkait dengan tudingan OJK dan BEI lebih mementingkan kuantitas dibandingkan kualitas perusahaan tercatat di bursa, Laksono menuturkan keduanya harus seimbang.”Dari segi kami, memang kami harus mem-balance antara jumlah dan juga kualitas. Itu yang kita usahakan selalu tercapai karena memang tidak semua IPO itu bisa IPO yang besar, tapi kami juga harus akomodasi pihak-pihak yang mau IPO, dalam hal ini usaha kecil dan menengah," kata Laksono.

Disampaikannya, di bursa sendiri saat ini sudah tersedia papan akselerasi, selain papan pengembangan dan papan utama yang disediakan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan-perusahaan kecil dan menengah untuk masuk ke pasar modal. Sementara itu, untuk membantu dan melindungi para investor, BEI sudah memiliki sejumlah aturan seperti pemberlakuan suspensi kepada emiten yang tidak taat aturan atau pergerakan sahamnya signifikan, serta pemberian notasi khusus agar investor lebih waspada.

Laksono Widodo menegaskan, sebenarnya BEI mempunyai rambu-rambu dan apabila diikuti dengan baik mestinya cukup memberikan 'guidance' bagi para investor untuk memilih saham-saham yang ada. Pekan lalu, BEI mengidentifikasi ada 41 saham yang dianggap gorengan. Kendati volume transaksinya cukup besar, nilai transaksinya hanya berkisar 8,3% dari Rata-rata nilai Transaksi Harian (RNTH) pada 2019 yang sebesar Rp9,1 triliun.

Agung Laksono menambahkan, berbagai kasus perihal saham gorengan tidak memengaruhi minat investor asing untuk masuk ke pasar modal domestik. Saat ini, investor asing lebih memantau dua faktor, yakni sentimen global dan kinerja perekonomian Indonesia.”Preferensi investor asing lebih ke saham besar yang ada di IDX80, bahkan LQ45 atau IDX30. Kalaupun ada ribut-ribut di sini, broker mereka akan menjelaskan. Jadi, preferensi mereka memang berbeda,” terang Laksono.

Asal tahu saja, dimaksud saham gorengan adalah saham yang bergerak terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan performa fundamental perusahaan. BEI mengidentifikasi saham yang masuk kategori gorengan dengan dua indikator. Pertama, kewajaran kenaikan harga terhadap faktor fundamental. Penilaian fundamental dapat dilihat melalui laporan keuangan ataupun keterbukaan informasi lainnya oleh emiten di laman BEI. Selain kinerja, dapat juga dilihat faktor aksi korporasi apa yang mendukung kenaikan suatu harga saham. Kedua, laporan dari publik mengenai saham yang bergerak tak wajar.

 

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…