Tanpa Nasionalisme Sebuah Bangsa Tidak Akan Besar

Tanpa Nasionalisme Sebuah Bangsa Tidak Akan Besar  

NERACA

Jakarta - Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) Agum Gumelar mengatakan tanpa nasionalisme sebuah bangsa tidak akan menjadi besar.

Hal itu disampaikan Agum Gumelar ditemui saat pengukuhan Prof. Rajab Ritonga sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) di Jakarta, Selasa (10/12).

"Satu bangsa akan jadi bangsa besar kalau bangsa ini bisa membangun, Indonesia menjadi bangsa besar bisa membangun semua aspek kehidupan," kata Agum.

Proses pembangunan itu, kata Agum ada tiga, yang pertama bangsa tersebut dibangun dengan semangat nasionalisme."Harus ada rasa nasionalisme, rasa cinta bangsa, ingin berbuat terbaik untuk bangsa, rela berkorban untuk bangsa dan negara. Tanpa nasionalisme sebuah bangsa tidak akan jadi bangsa yang besar," kata Agum.

Syarat kedua menurut Agum adalah SDM yang berdaya saing. Untuk menghadapi era yang semakin kompetitif maka negara harus bisa menciptakan SDM yang berdaya saing.

Syarat yang ketiga menurut Agum adalah disiplin. Proses pembangunan bangsa akan berhasil di tengah masyarakat yang disiplin. Masyarakat harus patuh pada setiap perundangan dan hukum yang berlaku.

Agum berpendapat arah kebijakan Presiden Joko Widodo pada periode kedua yang fokus pada SDM sudah tepat."Karena tanpa SDM yang berkemampuan tinggi, maka kita akan ketinggalan berkompetisi dengan negara lain," kata dia. 

Kemudian Agum mengatakan sebelum pemerintah melakukan amendemen, sebaiknya dilakukan kaji ulang terhadap amendemen 1945 yang berlangsung pada 1998-2002.

"Amendemen yang dilakukan pada 1998 hingga 2002 itu telah menghasilkan sistem ketatanegaraan kita seperti sekarang ini. Kita menganut sistem presidensial, tapi cita rasanya kok parlementer," kata Agum.

Dia mengatakan empat kali amendemen yang dilakukan waktu itu telah memperlihatkan adanya penipisan kewenangan eksekutif dan penebalan kewenangan legislatif sehingga mengakibatkan sistem ketatanegaraan seperti saat ini.

Mantan menteri perhubungan tersebut mengatakan pada 2007 IKAL telah menggagas konvensi untuk membahas masalah tersebut, hasilnya adalah proses amendemen 1998-2002 itu perlu dikaji ulang.

Dia berpendapat kaji ulang itu diperlukan karena mengubah UUD tidak bisa dengan pertimbangan sesaat, mengubah UUD tidak bisa dengan suasana batin dendam terhadap politik sebelumnya, mengubah UUD harus terlebih dahulu dibuat grand designnya dari perubahan itu.

"Grand design itu, kata dia, harus dibuat oleh panitia yang independen. Tanpa grand design ya akan terjadi seperti sekarang ini. Oleh karena itu menurut pandangan IKAL harus dilakukan kaji ulang terhadap seluruh proses amendemen yang lalu. Tidak parsial. Amendemen terbatas terhadap masalah GBHN, nanti terbatas terhadap apalagi? Tidak seperti itu, proses keseluruhan yang empat kali itu harus dikaji ulang dahulu," kata dia. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

BERITA LAINNYA DI

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…