2020, BI Tekankan Arah Kebijakan Yang Longgar

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengatakan arah kebijakan bank sentral akan tetap longgar dan akomodatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2020, di tengah bayang-bayang dampak dari perlambatan ekonomi global terhadap ekonomi domestik. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono mengatakan BI juga akan tetap mempertimbangkan data-data ekonomi terbaru (data-dependent) untuk membuka ruang penurunan suku bunga acuan pada 2020, setelah tahun ini bank sentral empat kali memberikan pelonggaran suku bunga. "Stance (arah) 2020 kita tetap akomodatif," ujar Endy Dwi Tjahjono, seperti dilansir kantor berita Antara, kemarin.

 

Jika dibutuhkan pelonggaran kembali suku bunga acuan, kata Endy, maka Bank Indonesia tidak akan ragu untuk melakukan penyesuaian. "Kalau mengatakan suku bunga masih turun, tetap data-dependent. Kalau memang perlu diturunkan, akan diturunkan. Stance masih longgar," kata Endy.

 

Sepanjang 2019 Bank Indonesia telah agresif memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate dengan akumulasi sebesar 100 basis poin (satu persen) menjadi lima persen. Di tahun ini Bank Indonesia juga mengkombinasikan pelonggaran kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial, di antaranya dengan menurunkan Giro Wajib Minumum (GWM), memangkas uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan menaikkan rasio Pembiayaan terhadap Pendanaan (Loan to Funding Ratio/LFR) untuk menyuntik likuiditas ke perbankan.

 

Pada 2020, lanjut Endy, Bank Indonesia tetap akan mengandalkan seluruh "amunisi"-nya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain kebijakan moneter suku bunga acuan. Kebijakan moneter bukanlah satu-satunya jurus bank sentral dalam menggerakkan roda perekonomian. Bank Indonesia menjamin masih memiliki sejumlah instrumen lain untuk memberikan stimulus terhadap perekonomian.

 

"Bukan cuma moneter tapi ada di sistem pembayaran, mendorong program Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kemudian ekonomi dan keuangan syariah. Kita tidak hanya bermain di moneter," tegasnya. Untuk indikator makroekonomi pada 2020, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di rentang 5,1-5,5 persen dengan laju inflasi 2-4 persen, dan defisit transaksi berjalan sebesar 2,5-3 persen dari PDB. Kemudian intermediasi perbankan akan berjalan dengan pertumbuhan kredit di 10-12 persen, dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8-10 persen.

 

Disisi lain, konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi masih stagnan pada 2020. Bahkan momen Natal dan Tahun Baru 2020 dinilai tak mampu mendorong konsumsi. Ia memprediksi konsumsi rumah tangga di kuartal IV 2019 hanya 5,02 persen. Angka ini melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,08 persen. “Kuartal IV diprediksi 5,02 persen. Konsumsi rumah tangga ini memang berat. Ke depan apakah masih bisa bertahan di atas 5 persen? Kita lihat NTP (Nilai Tukar Petani) di November saja sudah melambat, upah buruh tani juga melemah,” kata Endy.

 

Sementara secara keseluruhan tahun ini, bank sentral memproyeksi laju konsumsi rumah tangga hanya akan tumbuh 5,05 persen. Angka ini sama dengan tahun lalu. Meski demikian, Endy melihat konsumsi rumah tangga masih akan kuat di kisaran 5 persen hingga beberapa tahun ke depan. Hal ini karena masyarakat golongan berpendapatan menengah (middle income) terus menunjukkan peningkatan. “Itu yang akan menopang konsumsi kita dalam jangka panjang. Middle income terus bertambah porosnya, itu menopang konsumsi. Mudah-mudahan tetap di kisaran 5 persen,” katanya.

 

Konsumsi rumah tangga memang cukup berat di tahun ini. Meskipun pendapatan masyarakat meningkat, namun hal itu lebih banyak masuk ke tabungan dan deposito dibandingkan untuk konsumsi. Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia (BI) per Oktober 2019, tendensi masyarakat untuk menabung justru lebih tinggi dibandingkan dengan September 2019.

 

Porsi tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2019 juga meningkat dari 19,4 persen pada bulan sebelumnya menjadi 19,8 persen. Adapun porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi menurun dari 68,8 persen pada September 2019, menjadi 68 persen per Oktober 2019.

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…