Pertemuan ITRC: Indonesia Perjuangkan Petani Karet

NERACA

Jakarta – Indonesia mengajak Thailand dan Malaysia sebagai negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) untuk melindungi petani karet dan menyusun langkah bersama mengatasi berbagai persoalan karet alam. Hal tersebut disampaikan Indonesia yang memimpin pertemuan ITRC

Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan Antonius Yudi Triantoro  mengakui bahwa pertemuan ITRC membahas situasi pasar karet alam global dan menyusun upaya konkret dalam mengatasi persoalan rendahnya harga karet alam yang berdampak langsung bagi kesejahteraan petani karet.

 “Untuk itu, kita perlu melindungi petani karet dengan berbagai langkah yang telah direncanakan,” ujar Yudi.

Lebih lanjut menurut Yudi, dalam pertemuan tersebut, dicapai dua kesepakatan, yaitu negara anggota ITRC sepakat untuk terus berkomitmen dalam menjaga pasokan karet alam melalui skema ITRC dan memperluas kerangka kerja sama dengan negara produsen lainnya.

ITRC memiliki skema menjaga pasokan karet alam melalui Skema Pengelolaan Pasokan (Supply Management Scheme/SMS) dan Skema Pembatasan Ekspor (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS).

Sehingga untuk meningkatkan konsumsi karet di tiga negara, ITRC membentuk Skema Promosi Permintaan (Demand Promotion Scheme/DPS) sebagai wadah bagi Negara anggota untuk menyampaikan strategi peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri seperti penggunaan karet sebagai campuran aspal dan berbagai inovasi produk berbasis karet alam.

“Skema ITRC bertujuan untuk menjaga keberlanjutan karet alam melalui stabilisasi harga karet alam dunia. Keberlanjutan sektor karet alam harus terus diperjuangkan. Perbaikan harga terus diupayakan agar petani dapat terus membudidayakan tanaman karetnya,” kata Yudi.

Memang Yudi mengakui, harga karet yang rendah, turut membuat petani menurunkan kualitas perawatan tanamannya dengan mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida. Sehingga, mengakibatkan daun karet di Indonesia, Malaysia, dan Thailand terkena serangan penyakit pestalotipsis. Hal tersebut membuat penyakit ini terus berkembang dan semakin mengurangi produksi karet alam.

Selain itu, dengan memperluas kerangka kerja sama dengan negara produsen lainnya diharapkan nantinya langkah yang diambil akan berdampak lebih signifikan bagi pasar karet alam global.

“Kita perlu menggandeng negara produsen lain, khususnya di negara ASEAN, serta organisasi karet lainnya seperti The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) untuk bersinergi dalam mengatasi berbagai masalah yang ada,” ucap Yudi.

Sebelumnya, , Dewan Pengawas Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (GAPERINDO) Gamal Nasir mengakui bahwa tekanan terhadap komoditas tersebut masuk terus menghantui. Tekanan tersebut diantaranya seperti adanya volume karet sintetis yang harus bersaing dengan karet alam. Lalu persaingan antara Amerika dan China pun secara tidak langsung mempengaruhi pasar karet Indonesia. Melihat hal ini maka pemerintah perlu hadir yang lebih serius dalam membenahi karet.      

Meski begitu, memang pemerintah sudah melakukan berbagai upaya peningkataan harga. Dinataranya melakukan loby-loby ke negara luar dan memperbesar penggunaan daam negeri, tapi masih belum ada peningkatan yang signifikan. Walapun ada peningkatan harga itu masih cukup kecil. Belum mengembalikan kejayaan karet. 

“Sehingga dalam hal ini mungkin diperlukan regulasi yang baru dengan kabinet baru atau Menteri Pertanian yang baru untuk bisa mendorong lebih cepat lagi mengembalikan kejayaan karet,” harap Gamal.

Disisi lain, kemitraan antar perusahaan dan petani jangan hanya sebatas pembelian untuk bahan baku industri. Tapi berikanlah juga pembinaan teknis guna meningkatkan kualitas dan kuantitas. “Saya kira kalau ini bisa dilakukan maka produksi karet akan meningkat baik kualitas ataupun kuantitas.  

Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia. Pada 2018, Indonesia memproduksi 3,63 juta ton dari lahan perkebunan karet seluas 3,67 juta hektare. Indonesia mengekspor 83 persendari total produksi karet alam atau sebanyak 2,95 juta ton dengan nilai USD 4,16 miliar.

Sisanya, sebesar 17 persen digunakan untuk konsumsi pasar domestik. Karet alam juga merupakan komoditas ekspor pertanian kedua terbesar Indonesia setelah kelapa sawit dengan negara tujuan ekspor utama Amerika Serikat, Jepang, China, India, dan Korea Selatan.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…