Dinilai Langgar Kesepakatan - KKP Kecewa Impor Garam Dilakukan Sejak Awal Maret

NERACA

 

Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku kecewa dengan langkah PT. Garam terkait impor garam yang sudah dilakukan perusahaan tersebut pada awal Maret lalu. Padahal berdasarkan kesepakatann bersama dengan pemerintah dan para stakeholder lainnya, impor garam seharusnya dilakukan pada awal April 2012.

Dirjen Kepulauan Pesisir dan Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad mengaku sangat kecewa dengan kinerja PT. Garam yang sudah mengimpor garam terlebih dahulu dari waktu yang disepakati. “Kesepakatan impor masuk awal april PT Garam udah impor duluan sebanyak 27.500 ton dari Australia,” katanya usai Seminat Garam Indonesia Tuan Rumah di Negeri Sendiri, di Jakarta, Kamis (12/4).

Dia menjelaskan, ketentuan impor garam sendiri sudah dibicarakan saat pertemuan dengan berbagai instansi dan stakeholder terkait mengenai waktu dan pelaksanaan impor garam. “Semua permasalahan sudah dibicarakan dan ada kesepakatan awal April tapi saya kecewa mereka udah impor bulan maret, itu yang harus verifikasi,” kata dia.

Apalagi, kata dia, PT. Garam berjanji untuk mengoptimalkan penyerapan garam lokal sebanyak 234 ribu ton. Dari jumlah tersebut, 70 ribu ton diantaranya dari Madura. “Sebenarnya kan sudah simbolis dilakukan oleh Wapres (Wakil Presiden) waktu itu pembelian garam lokal oleh pemerintah namun kelanjutan realisasinya belum tau berapa,” kata dia.

Seperti diketahui, ada tujuh perusahaan produsen garam iodinisasi dan non iodinisiasi yang mengajukan izin importasi garam ke Kementerian Perdagangan. Perusahaan itu yakni PT Susanti Megah, PT Garinda, PT Sumatera Co, PT Garam Biono, PT Cheetam, PT Garam, dan Elite Star. PT. Garam mendapatkan jatah importasi sebanyak 50 ribu ton.

Sebelumnya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan Deddy Saleh menjelaskan, ada beberapa syarat bagi para pelaku usaha untuk melakukan importasi garam. Perusahaan importir harus menyerap garam lokal sebesar 50% dari total kuota impor yang diperbolehkan. Selain itu, pemerintah akan melihat rekam jejak perusahaan yang diperoleh dari realisasi penyerapan impor garam dari kuota yang telah diijinkan.

Dia menjelaskan, pelaksanaan importasi tersebut juga akan dilakukan secara bertahap, tahap pertama sebanyak 300.000 ton dilakukan pada bulan Maret sampai akhir April, sementara sisanya dilakukan pada Mei sampai Juni. Garam itu akan didatangkan dari India dan Australia. Tahun 2011 lalu, realisasi impor garam sebanyak 923.576 ton, lebih sedikit dari kuota yang diizinkan sebanyak 1,04 juta ton.

Pulau Garam

Di tempat yang sama, Ketua Yayasan Pemberdayaan Garam Rakyat (YPGR), Fadel Muhammad mengungkapkan, saat ini tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk melakukan impor garam. Alasannya, Fadel menilai kemampuan produksi dalam negeri sudah mulai meningkat. Fadel juga mengaku ingin mengembalikan Madura sebagai Pulau Garam. Seharusnya, menurut Fadel, Indonesia bisa menjadi tuan di negeri sendiri. “Kita mampu tidak mengimpor garam dan lahan yang tersedia cukup untuk industri garam,” terangnya.

Fadel menjelaskan, lahan yang tersedia 31 ribu hektar efektif digunakan, paling tidak dapat memproduksi 3 juta ton, sedangkan pasar dalam negeri membutuhkan garam sekitar 2,9 juta ton. “Artinya bila melihat data tersebut, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bisa jadi surplus,” jelas mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini.

Menurut dia, pendirian yayasan garam ini untuk melakukan revitalisasi garam-garam rakyat sehingga bangsa Indonesia tidak perlu melakukan impor. “Angka Badan Pusat Statistik menunjukkan produksi garam naik 26.000 ton produksi pada 2010. Pada 2011, naik 1,1 juta ton. Selama ini angka dimanipulasi untuk impor. 2010 impor terbesar. Akibatnya harga garam anjlok. Petani garam tidak berpendapatan,” imbuhnya.

Fadel juga menjelaskan, garam untuk kebutuhan industri selama ini masih impor. “Garam industri dapat diproduksi. Ada tiga program memberdayakan garam rakyat dengan KKP kerjasamanya. Kemudian mengenalkan teknologi garam, d irumah bisa buat dengan terpal. Lalu mengenalkan training-training. Salah satu kelemahan petambak garam adalah dalam pendidikan atau managemen. Tidak perlu impor, kita bisa ekspor,” jelas Fadel.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…