Petani Milenial Harus Kuasai Teknologi Pertanian 4.0

NERACA

Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan para petani milenial di Indonesia harus mengikuti dan menguasai era teknologi 4.0 dalam upaya mencapai tujuan pembangunan pertanian nasional.

Kepala Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Prof Dedi Nursyamsi menyebutkan ke depan, semua pengelolaan pertanian dari hulu hingga hilir, bahkan tahap penjualan harus menggunakan teknologi 4.0 tersebut. "Dan itu adalah ranah petani-petani milenial kita," katanya di sela-sela pembukaan Aceh Agro Expo 2019 di Banda Aceh, sebagaimana disalin dari laman kantor berita Antara di Jakarta.

Dia menyebutkan pemanfaatan teknologi 4.0 itu sangat efisien, sehingga pertanian tumbuh dalam waktu yang cepat. Dengan demikian produk pertanian Indonesia dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri serta kebutuhan untuk ekspor.

Menurut dia, kini petani milenial telah mulai tumbuh di Indonesia. Mereka diharapkan dapat melanjutkan estafet pembangunan pertanian Indonesia di masa akan datang, dengan menguasai teknologi.

"Saya juga melihat petani milenial ini sudah mulai tumbuh, mereka penerus estafet pembangunan pertanian kita masa akan datang dan mereka pasti semua cerdas, melek teknologi, teknologi informasi," kata dia.

Di samping itu, Dedi juga mengapresiasi langkah Pemerintah Aceh mengirim 20 petani milenial provinsi setempat untuk menimba ilmu pengetahuan tentang komoditas Kelapa Pandan Wangi di Songklha Thailand. "Silahkan dalami ilmu di sana dan bisa mempraktikkan ke daerah kita, sehingga sektor pertanian kita maju seperti Thailand, Taiwan, Jepang, dan negara-negara Eropa," katanya.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan produksi padi di provinsi paling barat Indonesia tersebut terus mengalami peningkatan untuk memperkuat kontribusi bagi kebutuhan pangan nasional.

"Produksi padi Aceh terus meningkat. Tahun lalu produksi gabah Aceh mencapai 2,5 juta ton, sementara kebutuhan lokal hanya 1,1 juta ton Gabah Kering Panen (GKP)," katanya di Banda Aceh.

Pernyataan itu disampaikan Nova dalam sambutan pembukaan Aceh Agro Expo 2019 yang dibacakan Asisten Administrasi Umum Setda Aceh Bukhari di Banda Aceh. Dia menyebutkan dengan capaian produksi gabah Aceh pada 2018 menunjukkan bahwa gabah Aceh surplus sebanyak 1,4 juta ton. Maka Pemerintah Aceh pada 2019 menargetkan produksi gabah Aceh sekitar 2,7 juta ton.

"Peningkatan produksi itu kita harapkan bisa memperkuat kontribusi Aceh bagi kebutuhan pangan nasional, agar cita-cita bangsa untuk menciptakan pangan mandiri dapat terwujud," kata dia.

Disamping padi, kata Nova, sektor pertanian Aceh juga unggul untuk sejumlah komoditas seperti jagung, kedelai, dan cabe merah. Bahkan Aceh juga kaya dengan hasil perkebunan seperti kopi, kakao, kelapa sawit, nilam, dan karet.

"Semua potensi itu pada dasarnya belum dikelola dengan maksimal. Peluang meningkatkan hasil pertanian itu masih terbuka lebar, sebab masih banyak lahan dan sumber daya lain yang belum kita optimalkan," kata dia.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta menyatakan pentingnya memutus rantai distribusi bahan makanan yang panjang dari produsen ke konsumen karena akan berdampak kepada pembenahan ketahanan pangan. "Produk pertanian juga harus melalui rantai distribusi yang panjang," kata Felippa Amanta.

Menurut Felippa, panjangnya rantai distribusi menyebabkan tingginya biaya transportasi yang pada akhirnya akan memengaruhi harga jual di tingkat konsumen. Selain itu, ujar dia, industri pengolahan makanan dan minuman pun mengalami tantangan tersendiri, seperti banyaknya regulasi yang menambah ongkos dan adanya keterbatasan impor bahan baku.

Ia mengungkapkan, ada banyak faktor lainnya yang juga menyebabkan tingginya harga pangan, beberapa di antaranya adalah tantangan-tantangan produksi pertanian, seperti perubahan iklim dan cuaca, infrastruktur irigasi yang belum memadai, kurangnya sumber air bersih, kurangnya penggunaan teknologi, berkurangnya lahan pertanian, petani yang semakin sedikit dan menua dan rendahnya produktivitas pertanian.

BERITA TERKAIT

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…