APTI: Revisi PP 109 Tahun 2012 Rugikan Industri Tembakau

NERACA

Jakarta – Industri hasil tembakau nasional bakal semakin terpuruk akibat usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno di Jakarta, disalin dari laman Antara, mengatakan revisi tersebut akan merugikan jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor Industri Hasil Tembakau (IHT), salah satunya petani tembakau.

"Usulan revisi PP 109/2012 akan berdampak pada keberlangsungan pertanian tembakau dengan jumlah tenaga kerja sekitar 2 juta orang. Tekanan di sektor industri hasil tembakau akan semakin berat dan serapan tembakau nasional akan semakin rendah," katanya.

Menurut Soeseno, pada revisi PP Nomor 109 Tahun 2012, akan ada pasal muatan gambar peringatan pada kemasan rokok dan mengarah pada Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). "Revisi ini lebih dari FCTC, Indonesia tidak menandatangani aturan ini, tapi pedomannya sudah diterapkan," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Menurut dia ada tekanan terhadap pemerintah dari badan kesehatan dunia agar PP Nomor 109 Tahun 2012 direvisi. "Dalam klausul FCTC, melarang pemerintah berhubungan dengan pertanian tembakau. Ini bentuk intervensi pihak asing terhadap pertanian di Indonesia,” ujar Soeseno.

Seperti diwartakan Kemenkes memberikan usulan terkait rancangan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012, di antaranya memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen, pelarangan bahan tambahan dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media, dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak.

Sementara itu Koordinator Liga Tembakau, Zulfan Kurniawan mengatakan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 wujud intervensi terhadap pemerintah untuk menandatangani FCTC. "Revisi PP 109/2012 akan menjurus pada aksesi FCTC yang memperburuk iklim usaha sektor industri hasil tembakau. Kami menolak revisi tersebut dan berpotensi mematikan pertumbuhan sektor industri," katanya.

Zulfan menilai, ancaman terhadap sektor industri hasil tembakau belum ada jalan keluarnya. "Setelah keputusan cukai naik pada tahun ini, pemerintah mau merevisi payung hukum yang lain dengan tujuan industri ini semakin terpuruk. Yang ditakutkan keberlangsungan sektor industri hasil tembakau dari hulu sampai hilir dengan jutaan tenaga kerja akan terancam," katanya.

Sebelumnya, pelaku usaha di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional menyatakan penolakan terhadap usulan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), M. Nur Azami di Jakarta, Rabu menyatakan, revisi tersebut akan memberikan dampak negatif yang luar biasa bagi IHT, baik dari sisi keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

"Kami menolak revisi PP 109/2012 karena usulan tersebut belum pernah disosialisasikan kepada pemangku kepentingan di sektor IHT. Selain itu, tidak dijelaskan pasal-pasal yang akan diubah, kita tidak tahu apakah revisi ini menguntungkan atau malah merugikan sektor IHT," katanya.

Azami mengungkapkan, PP tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan sudah cukup ketat dan mengatur promosi produk, iklan, tidak menjangkau anak dibawah umur.

"Aturan tersebut tidak perlu direvisi, kecuali revisi tersebut melibatkan pemangku kepentingan dan pasal-pasal di PP 109/2012 tidak memberatkan sektor industri hasil tembakau," katanya.

Dikatakannya, pada revisi aturan tersebut, akan ada pasal muatan gambar peringatan pada kemasan rokok dan belum disosialisasikan kepada pemangku kepentingan. "Gambar peringatan yang besar menyebabkan kenaikan biaya produksi bagi pabrikan. Sampai dengan hari ini, isu kenaikan cukai cukup memberatkan, apalagi dengan peringatan gambar yang besar sekitar 90 persen," ujarnya.

Azami menilai, peringatan berupa gambar larangan merokok sebesar 90 persen sangat mengarah pada aturan Plaint Packaging yang diterapkan beberapa negara seperti di Thailand yang akan menghilangkan ciri khas produk tembakau asal Indonesia. "Thailand dan Australia itu tidak punya sejarah dan kearifan lokal dalam hal tembakau seperti Indonesia, jadi tidak bisa disamakan, " tegasnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…