Sekadar Mimpi untuk Rakyat

Oleh: Gigin Praginanto, Pengamat Kebijakan Publik

Betapa meriahnya sorak sorai para hadirin di IPTN, Bandung, ketika pesawat N250 lepas landas untuk pertama kali. Bahkan ada yang mencium tanah sambil memuji kebesaran Tuhan. Orang itu juga mengucapkan dengan penuh keyakinan bahwa N250 adalah bukti bahwa Indonesia mampu melakukan lompatan teknologi sehingga menjadi sejajar dengan negara-negara maju. 

Sayangnya, setelah penerbangan perdana itu, N250 langsung masuk kandang sampai hari ini. Entah berapa besar kerugian negara akibat proyek ini karena tidak pernah diaudit. Pastinya, dana reboisasi sebesar 500 juta dolar AS pernah dialihkan oleh Presiden Soeharto ke IPTN. Ketika itu, Menristek BJ Habibie masih sangat kuat seperti Luhut Panjaitan saat ini, sehingga kerap dijuluki sebagai menteri super. 

Sorak sorai yang demikian hebat kembali berkumandang di segala pelosok negeri ketika muncul berita tentang mobil buatan anak SMK di Solo. Berita ini menghiasi halaman-halaman depan media cetak, online, dan TV.  Para 'pembuat' mobil yang diberi nama Esemka itu pun kebanjiran puji sanjung. Mereka dipuji sebagai pelopor lompatan teknologi Indonesia di bidang industri otomotif. 

Sayangnya, mobil tersebut sesungguhnya hanya hasil praktik rutin anak-anak SMK bidang otomotif. Maka tak heran kalau yang kemudian muncul adalah mobil rakitan asal China bermerek Esemka.

Ini mengingatkan pada proyek Mobil Nasional zaman Orba. Mobil bermerek Timor Ini diluncurkan pada 1990. Masyarakat lalu dibuat melongo karena mobil ini ternyata KIA Sephia yang diimpor langsung dari Korea. 

Sekarang muncul lagi mimpi lompatan teknologi digital ala Gojek yang dikomandoi oleh Nadiem Makarim. Entah apa jadinya mimpi ini nanti. Apakah akan menjadikan Indonesia subyek atau sekadar obyek revolusi industri 4.0. Masyarakat sendiri mungkin tak perduli karena sudah jenuh dengan berbagai mimpi kosong yang seolah di ambang kenyataan. 

Bahkan mimpi menjadi negara maju dan pemimpin dunia sudah berulangkali dikobarkan oleh pemerintah yang datang dan pergi secara silih berganti sejak Indonesia merdeka. Paling gres adalah mimpi yang diutarakan oleh Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (sekarang Menristek) bahwa pada 2045 Indonesia bisa menjadi negara maju dengan ekonomi terbesar kelima di dunia. PDB di tahun itu akan mencapai 7,3 triliun dolar AS.

Ini mengingatkan pada teori ekonom Amerika bernama Walt Whitman Rostow, yang diterjemahkan dalam bentuk Pembangunan Lima Tahun (Pelita) oleh rezim Orba. Rostow membagi pembangunan menjadi lima tahap: Tradisional, Prasyarat Lepas Landas,  Lepas Landas, Menuju Kematangan, dan Konsumsi Tinggi. Pelita I dimulai pada 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974.

Pada Pelita VI, Indonesia diharapkan sudah memasuki tahap lepas landas. Namun, tiba-tiba Indonesia diterjang krisis ekonomi sangat dahsyat. Rakyat pun mengamuk di jalan, dan Presiden Soeharto terpaksa lengser setelah berkuasa selama 32 tahun. 

Semoga hal ini terulang karena ongkos sosial, ekonomi, dan politiknya sangat tinggi. Bahkan sampai sekarang dampak Krismon 1998 belum sepenuhnya hilang. Pemerintah masih menanggung ratusan triliunan rupiah akibat ulah para pengemplang BLBI.

Bagaimanapun juga bernafsu menjadi negara maju memang bagus, bahkan keharusan. Tapi membuai rakyat dengan mimpi-mimpi yang terlalu jauh dari kenyataan bukanlah cara yang baik. Bila nanti terbukti mimpi tersebut hanya sekadar mimpi, rakyat bisa mengamuk lagi. Mereka sudah tak mau lagi dikibuli dengan mimpi.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…