Singapura Kuasai Bank Lokal

Oleh : Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Sejak disahkannya UU Otoritas Jasa Keuangan pada akhir 2011, sebenarnya sudah berdiri Forum Komite Stabilitas Sektor Keuangan (FKSSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan dengan anggotanya Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Peran FKSSK adalah melakukan kajian dampak transaksi akuisisi lembaga keuangan, terutama yang bersifat sistemik. Bagaimanapun, forum tersebut harus berperan mewakili pemerintah, tidak saja pada saat menyelamatkan bank sistemik, tetapi juga ketika divestasi dilakukan oleh LPS.

Namun dalam kasus terbaru, dimana Development Bank of Singapore (DBS) diketahui sudah menguasai mayoritas saham kepemilikan Bank Danamon, tentunya cepat atau lambat akan berubah nama menjadi Bank DBS-Danamon. Sebelumnya dua bank besar milik pemerintah Singapura juga telah menguasai bank di negeri ini, yaitu Bank UOB-Buana dan Bank OCBC-NISP.

DBS Griup diketahui telah membeli saham Danamon melalui mekanisme transaksi via Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga Rp 45 triliun lebih, yang sekaligus menguasai mayoritas saham bank lokal tersebut. Walau pihak otoritas bursa sempat menghentikan sementara perdagangan saham, akibat terjadi lonjakan harga saham dari rata-rata Rp 4.480 menjadi Rp 7.000 per lembar, kondisi ini akan membuat peta perbankan menjadi berubah di negeri ini.   

Dari total 120 bank di Indonesia saat ini, terdapat sekitar 30 bank asing dan campuran serta sekitar 15 bank nasional milik asing. Jadi, secara ekonomis sudah memenuhi syarat untuk terjadinya kompetisi persaingan usaha yang cukup sengit ke depan. Sebaliknya, perbankan Indonesia selalu sulit mendapatkan izin operasional secara penuh (resiprokal) di negara jiran.

Sementara, sangat  mudah sekali BUMN asing mendapat lisensi bank nasional padahal di Amerika Serikat (AS), transaksi seperti ini harus melibatkan keputusan komite finansial (CFIUS)  yaitu lembaga yang mirip FKSSK, bersifat antarlintas departemen di Negara Paman Sam itu.

Kini, sudah saatnya ada revisi UU Perbankan dan Peraturan Pemerintah No. 29/1999 tentang pembelian saham bank umum yang di dalamnya mengatur kepemilikan bank. Peraturan itu dibuat 13 tahun lalu di bawah tekanan program IMF saat terjadi krisis keuangan di Indonesia. Wajar, peraturan yang bertahan lama tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman sekarang.

Sejatinya, perbankan lokal juga harus menopang tanggung jawab bersama untuk kepentingan nasional. Jangan pada saat krisis minta pertolongan pemerintah. Ingat, berapa besar dana rekap perbankan lokal sudah digelontorkan pemerintah Indonesia mencapai ratusan triliun rupiah, yang akhirnya menjadi beban APBN secara berkelanjutan setiap tahun hingga sekarang. Ini problem pemerintahan Indonesia  yang tidak pernah tuntas sepanjang waktu!

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…