Dana Repatriasi Amnesti Pajak Diyakini Betah Di Dalam Negeri

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan kecil kemungkinan dana repatriasi program amnesti pajak yang mencapai Rp146 triliun akan berpindah dari instrumen keuangan domestik ke luar negeri, meskipun masa kewajiban penyimpanan dana (holding period) di dalam negeri berakhir. Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Retno Ponco Widarti usai diskusi mengenai pembiayaan perumahan untuk milenial di Jakarta, Kamis, mengatakan tingkat suku bunga instrumen pasar keuangan dalam negeri masih menarik, dibanding negara-negara sepadan (peers) ataupun negara maju.

 

Oleh karena itu, BI menilai berakhirnya holding period amnesti pajak tahap pertama pada September 2019, tidak akan menggerus kecukupan likuiditas di pasar keuangan dalam negeri. "Kalau bicara mau ke mana dana repatriasi, Indonesia ini termasuk negara dengan interest differential (selisih perbedaan suku bunga) yang menarik. Dana asing dari luar saja masuk ke kita untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Kok dana di kita sendiri tidak seperti itu?," kata Retno.

 

Retno melihat kondisi likudiitas perbankan dan industri keuangan lainnya masih mencukupi untuk menyalurkan pembiayaan ekonomi. Misalnya di industri perbankan, dia mengatakan bahwa justru pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) atau simpanan perbankan, baik deposito dan dana murah meningkat hingga September 2019. Meskipun tidak menyebut besaran pertumbuhan DPK per September 2019, Retno yakin akhir 2019, pertumbuhan DPK akan sesuai target di 7-9 persen.

 

Begitu juga di instrumen keuangan atau investasi lain, menurut Retno, tidak ada aliran modal keluar yang signifikan. "Berakhirnya holding period repatriasi ini, dampaknya ke kita tidak terlalu buruk dan mengkhawatirkan. Sebenarnya kemampuan bank kita untuk cover (menutupi) jika ada dana keluar itu sangat mampu, dan itu rasanya sudah bisa," ujar dia. Sejak masa amnesti pajak bergulir dari Juli 2016 hingga Maret 2017, total dana repatriasi yang masuk ke Indonesia sebesar Rp146 triliun. Dari total dana repatriasi tersebut, sebanyak Rp130 triliun masuk melalui lembaga persepsi atau gateway, sementara Rp16 triliun melalui instrumen keuangan di pasar finansial.

 

Sesuai mekanisme holding period yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.141/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.16/2016 tentang Pengampunan Pajak, Wajib Pajak (WP) diwajibkan menyimpan dana repatriasinya di instrumen keuangan domestik selama tiga tahun yang dihitung sejak Juli 2016 hingga Maret 2017, Dengan begitu, masa kewajiban holding period dana repatriasi amnesti pajak tahap pertama sudah selesai pada September 2019, kemudian tahap kedua akan selesai maksimal Desember 2019, dan masa tahap ketiga akan selesai pada Maret 2020.

 

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan hingga masa penahanan dana (holding period) hasil repatriasi amnesti pajak tahap pertama selesai pada September 2019, belum ada dana milik wajib pajak tersebut yang kembali ke luar negeri. "Dari data pelaporan 'gateway' (lembaga pintu masuk dana repatriasi) hingga Agustus 2019 belum ada pergerakan dana repatriasi, dan kami yakin dengan berakhirnya 'holding period' tidak akan pengaruhi atau memicu dana itu ke luar negeri," kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan.

 

Robert mengatakan keyakinan dirinya tersebut berdasarkan laporan dari berbagai lembaga persepi penampung dana repatriasi amnestik pajak. Perlu diketahui masa amnesti pajak dibagi dalam tiga tahap yakni periode Juli 2016 hingga September 2016, kemudian Oktober 2016 hingga Desember 2016 dan Januari 2017 hingga Maret 2017. Periode tersebut dibedakan dengan besaran tarif tebusan yang harus dibayar Wajib Pajak (WP).

 

Dari tiga periode tersebut, masa penahanan dana repatriasi (holding period) yang sudah habis adalah untuk periode pertama. Total dana repatriasi amnesti pajak untuk periode pertama, kata Robert, adalah sebesar Rp12,6 triliun dari total dana repatriasi Rp146 triliun. "Dengan demikian yang sudah 'free' (bebas) masa 'holding period' nya di September 2019 ini adalah hanya Rp12,6 triliun dari total Rp46 triliun," ujar Robert.

 

Ditjen Pajak, diklaim Robert, tidak menemukan pergerakkan dana keluar dari simpanan repatriasi tersebut, meskipun masa "holding period" sudah selesai. Meski demikian, pemerintah juga tidak bisa hanya "duduk manis" karena "holding period" dana repatriasi periode kedua akan segera berakhir yakni maksimal Desember 2019. Batasan tersebut bisa lebih cepat apabila proses repatriasi dilakukan Wajib Pajak (WP) lebih awal dari tenggat waktu pelaksanaan periode amnesti pajak.

 

BERITA TERKAIT

Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4%

  Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4% NERACA Jakarta - PT Barito Renewables Tbk (BREN)…

Wujudkan Pendidikan Tinggi untuk Semua, Pemerintah Siapkan Pinjaman Lunak

    NERACA Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji pinjaman sangat lunak untuk mahasiswa sebagai solusi pendanaan pendidikan di perguruan tinggi.…

OIKN Klaim Tak Ada Penggusuran dalam Proyek IKN

  NERACA Jakarta – Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Bambang Susantono menegaskan, tidak ada penggusuran yang dilakukan oleh OIKN kepada…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4%

  Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4% NERACA Jakarta - PT Barito Renewables Tbk (BREN)…

Wujudkan Pendidikan Tinggi untuk Semua, Pemerintah Siapkan Pinjaman Lunak

    NERACA Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji pinjaman sangat lunak untuk mahasiswa sebagai solusi pendanaan pendidikan di perguruan tinggi.…

OIKN Klaim Tak Ada Penggusuran dalam Proyek IKN

  NERACA Jakarta – Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Bambang Susantono menegaskan, tidak ada penggusuran yang dilakukan oleh OIKN kepada…