Halal Watch Desak Pemerintah Terbitkan Perppu JPH

Halal Watch Desak Pemerintah Terbitkan Perppu JPH  

NERACA

Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mendesak pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Jaminan Produk Halal (JPH) karena perangkat sertifikasi halal hingga saat ini belum kunjung siap meski memasuki tenggat akhir.

"Agar pemerintah tidak dianggap melanggar hukum maka perppu dapat diterbitkan guna memperpanjang batas waktu penerapan UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang jatuh pada 17 Oktober 2019 sejak diundangkan pada 2014," kata Ikhsan dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (10/10).

Menurut dia, UU 33/2014 secara operasional tidak dapat diimplementasikan sehingga berpotensi terjadi kekosongan hukum mengingat ada keterlambatan Kementerian Agama atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal menyiapkan segala sesuatu sesuai amanah UU JPH.

BPJPH, kata dia, tidak dapat menyiapkan auditor halal, Lembaga Pemeriksa Halal, standar halal, tarif sertifikasi halal, sistem registrasi, label/logo produk halal dan instrumen serta infrastruktur terkait.

Padahal, lanjut Ikhsan, sesuai UU JPH pasal 4 juncto Pasal 67 UU JPH harus sudah ada pemberlakuan regulasi soal produk halal. Pada pasal 4 tertulis "Produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal".

Ia mengatakan pada Pasal 67 ayat 1 UU JPH menyebut penerapan kewajiban produk bersertifikat halal adalah pada 17 Oktober tahun ini atau tinggal tujuh hari lagi. Dengan begitu, Perppu soal JPH merupakan kebutuhan mendesak.

Ikhsan menyebut Pasal 67 berbunyi "Kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku lima tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan".

Sementara itu, BPJPH dalam jumpa persnya pernah menyebutkan jika pada 17 Oktober 2019 merupakan awal mula proses sertifikasi halal sehingga segala infrastruktur pendukung UU JPH terus digenjot. Dengan begitu, amanah UU JPH dapat dilaksanakan.

Menanggapi itu, Ikhsan mengatakan sebaiknya BPJPH tidak membuat tafsiran sendiri yang tidak relevan dengan bunyi pasal-pasal UU JPH, terutama terkait tenggat pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal pada produk.

"Jika mau sesuai UU yang ada, maka yang salah itu penafsirannya BPJPH. Mereka berlindung di balik itu. Harus mengacu Pasal 4 jo Pasal 67 UU JPH," kata dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…