Daftar Negatif Investasi (DNI) Direvisi Ulang

NERACA

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang merevisi ulang Daftar Negatif Investasi (DNI) yang telah sempat difinalisasi pada Juli lalu. “Kita malah sedang me-review lagi sebenarnya karena nanti kita lihat apa saja yang perlu berubah,” katanya saat ditemui di Jakarta, kemarin (15/10).

Darmin menjelaskan revisi ulang terhadap DNI itu dilakukan karena pemerintah mempertimbangkan adanya keberatan dari beberapa pihak. “Nanti deh jangan sekarang ditanya karena kalau yang dimasukkan lagi itu adalah karena keberatan dari beberapa pihak,” ujarnya. Sebelumnya pada Rabu (17/7), pemerintah kembali menyiapkan finalisasi revisi peraturan Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk mendorong kegiatan penanaman modal yang pembahasannya telah tertunda lama sejak akhir 2018. “Detailnya nanti saja, habis itu mau difinalkan,” kata Darmin.

Meskipun Darmin belum mau mengatakan secara jelas mengenai rancangan revisi DNI, namun ia memastikan arahan untuk menyiapkan revisi DNI ini terkait dengan Visi Indonesia milik Presiden Joko Widodo. Ia menjelaskan wacana revisi DNI untuk mengatur kepemilikan asing dalam bidang usaha tertentu kembali muncul setelah hampir mendapatkan persetujuan di meja Presiden pada November 2018.

Regulasi mengenai DNI saat ini tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Sebagai informasi, DNI merupakan salah satu skema yang dibuat oleh pemerintah untuk meningkatkan masuknya investasi ke Indonesia selain melalui "omnibus law". Skema DNI ini akan diterbitkan melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Relaksasi DNI terhadap peningkatan penanaman modal asing (PMA) dinilai belum terbukti. "Apakah ada bukti makin kecil DNI maka PMA akan makin banyak? Secara teori bisa tapi bukti maaf, tidak ada," ujar Tulus TH Tambunan, Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trisakti, beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, pemerintah sudah lama berencana merelaksasi DNI. Rencana tersebut nampak dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang telah diwacanakan sejak November 2018. Dalam ikhtisar Paket Kebijakan Ekonomi XVI, pemerintah berargumen bahwa ketika DNI direlaksasi pada 2016 melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 44/2016, realisasi PMA dari kuartal III/2016 hingga kuartal kuartal II/2018 meningkat 108 persen.

Penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga meningkat 82,5 persen pada periode yang sama. Meski demikian, dari 101 bidang usaha yang direlaksasi, terdapat 83 bidang usaha yang hanya diminati kurang dari 50 persen investor. Adapun dari 83 bidang usaha tersebut terdapat 51 bidang usaha yang sama sekali tidak diminati oleh investor.

Hampir setahun, rencana relaksasi DNI sebagaimana tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI tidak kunjung terealisasi. Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta berargumen relaksasi DNI memang tidak sepenuhnya akan mendorong peningkatan PMA. Faktor-faktor lain perlu dikalkulasi, kata dia, karena setiap faktor turut menjadi penentu atas naik turunnya realisasi PMA. Arif mengatakan dalam masalah perizinan, Indonesia tidak jauh berbeda dengan Vietnam.

Meski demikian, data World Bank menunjukkan bahwa dari 33 perusahaan dari China yang memutuskan untuk memindahkan pabriknya, 23 di antaranya memutuskan berpindah ke Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang perlu diperbaiki di Indonesia. Arif mengatakan tenaga kerja Vietnam jauh lebih produktif dibandingkan dengan Indonesia.

Selain itu, Vietnam juga telah banyak menandatangani perjanjian bilateral di level global sehingga ekspor melalui Vietnam lebih menarik dibandingkan dengan ekspor melalui Indonesia. "Faktor faktor ini yang perlu dikalkulasi oleh kita dan basisnya sudah ada, sekarang tinggal mengembangkan faktor-faktor yang mendorong PMA itu datang," ujar Arif.

Untuk diketahui, realisasi PMA di Indonesia per semester I/2019 masih jauh dari target 2019. Dari target PMA yang mencapai Rp483,7 triliun pada 2019, baru 44 persen yang terealisasi yakni sebesar Rp212,8 triliun. bari

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…