Kabut Asap: - Bentuk Pelanggaran HAM?

Kabut asap akibat karhutla maupun akibat hasil emisi dari kendaraan di kota-kota besar sama-sama memiliki dampak yang tidak baik untuk manusia yang menghirupnya karena mengandung partikulat sangat halus yang berbahaya untuk kesehatan.

 

Neraca

 

Kerusakan lingkungan dan dampak yang disebabkannya seperti kabut asap merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena rakyat berhak hidup di lingkungan yang baik dan sehat seperti yang dijamin dalam perundangan-undangan Indonesia.

"Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 di pasal 9 di ayat 3 tertulis setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tegas Kepala Biro Perencanaan, Pengawasan Internal dan Kerja Sama Komnas HAM Esrom Hamonangan Panjaitan dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komite Penghapusan Bensin Bensin Bertimbel (KPBB) di Jakarta Pusat.

Meski tidak masuk dalam pelanggaran HAM berat, karena diatur dalam pasal yang berbeda dari UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, semua warga Indonesia seharusnya tidak harus mengalami berbagai macam kerusakan lingkungan karena sudah dijamin oleh negara.

Esrom mengambil contoh kasus kabut asap yang terjadi baru-baru ini akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menimpa beberapa daerah di Indonesia dan membuat masyarakat harus hidup di bawah kepungan asap.

Menurut mantan Kepala Bidang Pemantauan dan Kajian Kualitas Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu, kabut asap bukan hanya permasalahan daerah terdampak karhutla tapi juga permasalahan yang dialami oleh penghuni kota besar seperti Jakarta.

Perbedaannya, ujar dia, adalah warga Jakarta sudah terbiasa menghadapi polusi udara meski akhir-akhir ini tingkat polusi di ibu kota semakin parah, bahkan termasuk yang kualitas udaranya terburuk di dunia.

Kabut asap akibat karhutla maupun akibat hasil emisi dari kendaraan di kota-kota besar sama-sama memiliki dampak yang tidak baik untuk manusia yang menghirupnya karena mengandung partikulat sangat halus yang berbahaya untuk kesehatan, ungkapnya.

Pakar kualitas udara itu juga menegaskan pemerintah seharusnya melakukan langkah lebih untuk memastikan masyarakat Indonesia hidup dengan udara yang bersih, sesuai dengan hak yang mereka miliki.

"Ini berhubungan sama HAM. Ini harus dipenuhi oleh pemerintah. Kenapa tidak bisa dipenuhi, mungkin ya, karena banyak yang ingin diurus di negara kita ini," ungkapnya, merujuk kepada Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang berkaitan dengan HAM.

SDGs adalah 17 tujuan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet Bumi.

Oleh karena itu, Esrom Hamonangan mengharapkan masyarakat harus meluaskan pemahaman tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM), tidak hanya tentang hak politik dan sipil tapi juga bisa mencakup masalah ekonomi sosial dan budaya. "Mindset pemikiran orang bahwa pelanggaran HAM itu biasanya dipukuli, mahasiswa ditendang, terkait fisik. Ternyata ekonomi, sosial, budaya juga termasuk pelanggaran, selama ini hanya sipil dan politik," ungkap Esrom.

Esrom merujuk kepada peristiwa kerusakan lingkungan yang menurutnya masuk dalam kategori pelanggaran HAM, meski tidak masuk dalam pelanggaran berat.

Dia merujuk kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, tepatnya di pasal 9 ayat 3 yang memastikan bahwa masyarakat berhak atas lingkungan yang baik dan sehat.

Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi baru-baru ini di berbagai daerah di Indonesia serta polusi udara yang melanda kota-kota besar seperti Jakarta merupakan salah satu bentuk dampak kerusakan lingkungan yang melanggar HAM.

Menurut dia, kabut asap yang dihasilkan oleh karhutla maupun dari emisi kendaraan di kota besar mengandung partikulat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan.

Sebagai salah satu penyumbang polusi udara, pemerintah masih belum bisa mengurangi emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan serta dari industri, baik yang kecil maupun besar serta asap dari pembakaran hutan dan lahan, ungkap Esrom.

Terkadang, ujarnya, peraturan sudah dibuat dengan baik tapi penerapannya di lapangan masih belum seketat yang diharapkan untuk membantu mengurangi polusi udara seperti di Jakarta, yang akhir-akhir ini kualitas udaranya masuk dalam kategori terburuk di dunia.

"Langkah pencegahan terjadinya polusi juga masih minim meski sudah ditemukan, seperti memakai teknologi hibrida atau penggunaan gas, tapi semua strategi itu tidak didengarkan," ungkapnya.

Oleh karena itu, jika masyarakat merasa dirugikan oleh kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitarnya, maka bisa melakukan pelaporan ke Komnas HAM untuk selanjutnya diproses pengaduan tersebut, ungkapnya.

 

Lahan Gambut

 

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menekankan pentingnya mengembalikan lahan gambut ke kodratnya guna mencegah bencana kebakaran hutan dan lahan berulang. "Kembalikan gambut sebagaimana kodratnya, yaitu basah, berair, dan berawa," katanya dalam siaran pers BNPB.

Ia mengatakan bahwa gambut yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk merupakan batu bara muda. Jika mengering, maka gambut tersebut akan sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan.

Pemadaman kebakaran yang terjadi di lahan gambut yang kering dengan kedalaman beragam sampai 30 meter, menurut dia, sangat sulit. "Baik oleh personel darat, pengeboman air, bahkan dengan hujan buatan," katanya.

Cara yang paling baik untuk mencegah kebakaran lahan gambut berulang, menurut dia, adalah memulihkan ekosistem lahan gambut, termasuk mengembalikan lahan gambut menjadi lahan yang basah, berair, dan berawa.

Menurut data BNPB, luas area hutan dan lahan yang terbakar dari awal tahun hingga Agustus 2019 total 328.724 hektare yang meliputi 239.161 hektare lahan mineral dan 89.563 hektare lahan gambut.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat area hutan dan lahan yang terbakar paling luas di Nusa Tenggara Timur.

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah itu, menurut Doni, berbeda dengan yang terjadi di enam provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, yang utamanya terjadi di lahan gambut sehingga sulit dipadamkan dan memunculkan kabut asap.

Data citra satelit Lapan dalam 24 jam terakhir menunjukkan 697 titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan tersebar di wilayah Sumatera Selatan (106), Jambi (46), Kalimantan Selatan (148), dan Kalimantan Tengah (65). Titik panas tidak terdeteksi di wilayah Riau dan Kalimantan Barat.

Hingga saat ini, 29.039 personel telah diturunkan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 45 helikopter juga sudah dikerahkan untuk melakukan patroli dan pengeboman air.

Selain itu, BPPT dan TNI sudah menebar 228 ton garam untuk memicu hujan melalui penerapan teknologi modifikasi cuaca.

Doni mengapresiasi peran TNI, Polri, KLHK, BMKG, BPPT, Manggala Agni, BPBD, warga, dan sukarelawan yang terlibat dalam upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan. "Mereka yang memadamkan api adalah para pejuang kemanusiaan," katanya. (ant)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…