Iuran BPJS Kelas 3 Diminta Tidak Naik - BURUH MENGAJUKAN TIGA TUNTUTAN KE PEMERINTAH

Jakarta-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah untuk tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas 3 (tiga), menyusul demo buruh  yang berlangsung di Gedung DPR, kemarin (2/1). Para buruh selain menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, mereka juga menolak revisi UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan menuntut revisi PP No. 78/2015 tentang Pengupahan.

NERACA

"Iuran BPJS kelas 3, Bapak Presiden mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk tidak dinaikkan karena itu memberatkan masyarakat," ujar Presiden KSPI Said Iqbal, kemarin.

Said Iqbal menyebut bahwa Presiden Jokowi tengah mempertimbangkan hal tersebut. Presiden menurut dia, perlu menghitung dampak tidak naiknya iuran terhadap keuangan BPJS Kesehatan. "Presiden merespon dengan baik sungguh-sungguh, beliau mengatakan, kami akan pertimbangkan sungguh-sungguh khususnya kenaikan iuran kelas 3 dan dikalkulasi seberapa kuat pendapatan BPJS tidak perlu menaikkan iuran BPJS kelas 3," ujarnya.

Saat ini, pihaknya menunggu sikap pemerintah terkait tuntutan tersebut. Terutama jajaran pemerintah maupun anggota legislatif pada periode pemerintahan yang baru. "Iuran BPJS kelas 3 akan kita lihat di 1 Januari 2020 yang ada kesepakatan pemerintah baru dan DPR baru. Dan kami berkeyakinan tidak ada kenaikan BPJS kelas 3," tutur dia.

Said Iqbal menambahkan, kemungkinan besar tuntutan yang bakal dijawab dalam waktu dekat terkait revisi PP No 78/2015. "Tiga tuntutan yang kami sampaikan, yang mungkin akan segera sebelum pelantikan yaitu revisi PP No 78. Iya itu dijanjikan presiden walaupun presiden tidak mengatakan sebelum  20 Oktober, tapi presiden mengatakan secepatnya, dalam minggu ini bisa diselesaikan dengan membentuk tim bersama ya, yaitu pengusaha, serikat buruh, pemerintah," ujarnya.

Said mengancam, jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi pemerintah maka akan ada aksi lanjutan yang dilakukan burun. Namun demikian, pihaknya akan tetap mengedepankan jalur lobi dan komunikasi.

"Tentu ada aksi lanjutan terus menerus, bilamana khususnya revisi UU 13 Tahun 2003 tetap akan direvisi. Tapi kami mengedepankan lobi, yaitu bertemu Bapak Presiden dan kami melihat respon positif. Beberapa hari ke depan tidak (aksi/demo), belum kami persiapkan kami menunggu sampai pelantikan dan setelah pelantikan presiden apakah ada upaya memenuhi 3 tuntutan kaum buruh hari ini," ujarnya.

Sebelumnya, ribuan buruh menggelar aksi di depan gedung DPR kemarin  siang. Selain masalah iuran BPJS Kesehatan, mereka juga  menolak adanya revisi UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Said Iqbal mengatakan pihaknya menolak revisi ini karena merugikan buruh. Hal tersebut sudah dia sampaikan ketika bertemu Kepala Negara beberapa waktu lalu. "Kepada bapak presiden kemarin di istana Bogor, kami menyampaikan apakah pemerintah sudah ada draft revisi UU ketenagakerjaan. Bapak presiden mengatakan, belum ada, belum ada diserahkan," ujarnya.

Dia mengaku, bahwa dirinya mendapatkan informasi bahwa Revisi UU No 13/2003 merugikan buruh. Poin-poin dalam revisi yang merugikan, ungkap Iqbal, yakni turunnya jumlah pesangon serta kenaikan upah dua tahun sekali.

"Kami mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang merugikan kaum buruh dengan revisi antara lain menurunkan nilai pesangon, itu merugikan kaum buruh, upah dinaikan dua tahun sekali, upah mininum itu merugikan kaum buruh," jelas dia.

Tidak hanya itu. "Aksi pemogokan dipersulit padahal itu dibenarkan konstitusi, penggunaan outsourcing yang sebebas-bebasnya juga merugikan kaum buruh,"ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Presiden, menurut  dia, menanggapi positif aspirasi yang dia sampaikan. "Respon presiden positif, bilamana ada revisi akan dilibatkan semua pihak termasuk kaum buruh," ujar dia.

Dewan Pengupahan

Dia pun menambahkan, penolakan terhadap revisi tersebut kembali disuarakan lewat aksi unjuk rasa hari ini. "Intinya kami sampaikan ke bapak presiden, dan pada hari ini buruh menginginkan tidak ada revisi UU 13 tahun 2003 kecuali kita ingin melakukan perbaikan peningkatan kesejahteraan. Kami setuju investasi masuk tanpa harus mengurangi kesejahteraan dan upah," tegasnya.

Menurut Said Iqbal, sebaiknya mekanisme pengupahan tidak merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang pengupahan. Dia meminta agar peraturan tersebut direvisi. "Kembali ke mekanisme pengupahan di mana Dewan Pengupahan yang menentukan penetapan upah minimum, bukan pemerintah pusat berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah seharusnya tidak menetapkan upah minimum berdasarkan pertimbangan soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan praktik yang terjadi secara global, besaran upah ditentukan lewat perundingan antara pemerintah, pelaku usaha, dan buruh.

"Seluruh dunia saya sebagai ILO governing body pengurus pusat ILO seluruh dunia namanya kenaikan upah minimum berdasarkan perundingan dewan pengupahan yang terdiri tiga unsur, buruh, pengusaha dan pemerintah. Bukan ditentukan sepihak pemerintah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," tegas dia.

Said mengatakan,  upah yang diterima buruh terlampau rendah akan memengaruhi kinerja ekonomi. Upah rendah, akan berdampak pada turunnya daya beli dan konsumsi. Ujung-ujungnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi. "Itu terlalu kecil dan merugikan kaum buruh. Upah jadi kembali upah murah, daya beli menurun, konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi tidak tercapai," tandasnya.

Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak ambil pusing dengan aksi demonstrasi para buruh dari berbagai penjuru Indonesia yang menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kemarin.

Menurut Menkeu,  penolakan kebijakan pemerintah melalui aksi demo sejatinya merupakan hal yang sah-sah saja. Maklum, Indonesia merupakan negara demokrasi. "Dalam demokrasi, ada perbedaan, oleh karena itu kita punya demokrasi. Jadi kalau ada aspirasi dan perbedaan saya rasa itu adalah wajar," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (2/10).

Kendati begitu, dia meminta unjuk rasa dilakukan dengan cara yang baik, santun, tertib, dan tidak merusak fasilitas umum. "Namun saya harap semuanya tetap diwadahi dalam proses ekspresi, aspirasi, politik yang baik, yang tidak anarkis, tidak merusak karena ini milik kita bersama. Apapun yang kita rusak, itu merusak diri sendiri," katanya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…