Masalah Newmont - Pemerintah Pusat Abaikan Kepentingan Daerah

NERACA

Jakarta--Pemerintah pusat dinilai mengabaikan aspirasi dan kepentingan daerah, khususnya daerah penghasil tambang. Alasanya pemerintah pusat tetap ngotot membeli 7% sisa divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) tanpa persetujuan DPR.

Penilain tersebut dikemukakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Baiq Diyah Ratu Ganefi, Minggu (8/4) menanggapi perkembangan kisruh pembelian saham Newmont yang kini dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Kemenkeu dengan alasan sengketa kewenangan negara.

Senator dari NTB ini menegaskan, jika saham 7% diserahkan pada daerah, maka daerah akan memiliki banyak keuntungan, mulai jumlah saham yang makin besar di PT NTT, posisi bargaining yang makin kuat, dan hasil royalty serta pajak yang makin meningkat, sehingga dapat digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat daerah. “Sudah saatnya daerah diberi keleluasaan. Bagaimana dan dengan cara apa saham itu dibeli daerah, ya silakan daerah diberi kebebasan. Toh, pemerintah pusat selama ini juga sudah menikmati royalty yang cukup besar,” kata Ratu Ganefi.

Sementar itu anggota Komisi XI DPR bidang keuangan dan perbankan Zaini Rachman menegaskan, langkah Menkeu Agus Martowardojo dalam kasus Newmont ini sangat keliru dari awal. Bahkan disayangkan membawa masalah ini ke area sengketa kewenangan negara dengan mengajukan uji materi ke MK. “Persidangan di MK soal Newmont itu mestinya batal demi hukum. Sebab tidak ada sengketa dan ini tidak kontekstual. Karena tidak ada kewenangan Kemenkeu yang diambil DPR dan juga BPK. Menkeu hanya mengulur-ulur waktu saja,” tegas Zaini.

Politisi muda dari PPP ini menyebut apa yang dilakukan Menkeu selama ini tidak mendidik. “ Saya menyayangkan upaya-upaya Menkeu yang membawa Newmont ke area politis Sebab mendasarkan berbagai pertimbangan secara politis dalam kaitan penggunaan keuangan negara.Dia sepertinya kurang memahami tatalaksana keuangan negara,” tambah Zaini.

Terkait tidak dilaksanakannya hasil audit investigasi BPK dalam kasus Newmont ini, sebelumnya Ketua BPK pada Selasa (3/4) menegaskan, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu terancam terkena sanksi apabila tidak mau menuruti kemauan BPK terkait pembelian saham divestasi NNT sebesar 7% yang harus disetujui oleh DPR.

Sedangkan anggota Komisi VII bidang pertambangan dan energi, Satya W Yudha ketika dimintai tanggapannya menyatakan, sikap DPR tidak berubah yakni pembelian sisa saham divestasi Newmont itu harus atas persetujuan DPR. Jika tidak, potensi pelanggaran UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara , sangat tinggi. karena pembelian saham itu menggunakan dana PIP yang sebenarnya diperuntukan bagi dana infrastruktur.  “Kita tegaskan saja sikap DPR yang teguh dan tidak berubah. Kalau MK, itu lembaga lain, saya tidak akan menanggapi.Ikuti saja,” katanya. **cahyo

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…