PROSES AKUISISI SAHAM BANK DANAMON - Temasek dan DBS Diduga Lakukan Insider Trading

Jakarta – Praktik insider trading ditengarai terjadi dalam penjualan saham Temasek Holdings di Bank Danamon oleh Bank DBS Singapore. Indikasinya, terdapat tawaran harga tinggi atau goodwill terhadap nilai saham Danamon, yaitu Rp7.000 per lembar. Sedangkan harga di pasar hanya Rp5.000 per lembar. Berarti ada kelebihan Rp2.000 per lembarnya.

NERACA

“Ini ada asymmetric information oleh pihak equire atau perusahaan yang mengakuisisi. Dalam hal ini Bank DBS Singapore. Sehingga terjadi spekulasi tinggi di pasar yang mengakibatkan investor memborong saham Danamon. Nah, di sinilah harga sebenarnya bisa dimainkan oleh equire,” jelas Agus S Irfani, Lektor Kepala FE Universitas Pancasila saat dihubungi Neraca, Rabu (4/4).

Kejadian ini, lanjut dia, pernah terjadi sebelumnya tahun 2005 silam. Saat itu Phillip Morris mengakuisisi HM Sampoerna sahamnya dibeli harga tinggi atau premium, yakni Rp9.000 per lembar saham dari harga pasar sebesar Rp6.000 per lembar.

Lalu indikasi yang kedua, Agus melihat pihak otoritas pasar modal, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI), yang tidak langsung menggubris permintaan Bank Danamon untuk segera di-suspend atau penghentian sementara perdagangan saham.

“Mereka (Danamon) meminta suspend sesi kedua Jumat 30 Maret, lalu BEI merespon di Senin, 2 April. Ini kan ada jeda waktu. Saya kira, di sinilah muncul insider trading. Pasti ada bargain antara BEI dengan DBS. Kalau Danamon menurut saya tidak, karena justru mereka yang minta dihentikan perdagangannya,” tegas dia.

Agus menyatakan, tindakan suspend ini juga karena sikap protes dari asosiasi investor pasar modal. Selain itu, seharusnya BEI tidak perlu repot mengurusi suspend jika sistem teknologinya sudah baik.

“Di negara maju yang pasar modalnya efisien, mereka menggunakan daily price movement. Jadi, ketika harga saham sudah melewati batas maksimal, otomatis langsung berhenti perdagangannya. Kalau era BEJ dulu, suspend berlaku jika sudah melewati nilai maksimal empat persen. Sekarang tidak ada,” papar Agus.

Senada dengan Agus, pengamat pasar modal Yanuar Rizki menyebut, indikasi adanya insider trading tercermin dari pernyataan tender offer oleh Bank DBS Singapura. Padahal, BI mengumumkan soal transaksi tersebut. Bahkan Bank DBS berani menyebutkan harga pasar yang ternyata di atas standar harga yang ditetapkan Bapepam.

“Itu kan sama saja dengan melakukan aksi goreng-menggoreng. Otoritas bursa kita harusnya jangan seperti kantor pos yang cuma bisa ngomomg ini-itu. Padahal, mereka harus menganalisa aksi ini, kita kan ingin melindungi investor juga. Kalau tidak dianalisa, kasihan nanti investor,” ujarnya, kemarin.

Patut Dipertanyakan

Masalah peralihan saham ini, imbuh Yanuar, berarti terjadi perubahan di regulasi, dan perbankan Indonesia tidak boleh diputar-putar seperti itu, walaupun dananya memang milik Bank DBS. “Caranya bukan seperti itu. Kalau mau ganti nama dari Danamon ke DBS bukan seperti itu caranya. Inikan sama saja ngeledek namanya, kok negara sebesar Indonesia dipermainkan oleh negara kecil seperti itu,” jelas Yanuar.

Karena, papar Yanuar, jika BI mengumumkan tender offer dan harganya berbeda dari harga yang sudah diumumkan Bank DBS, maka akan muncul masalah. Maka dari itu BI harus segera menganalisa agar ini tidak terus berlanjut. Karena, pasti aksi yang mereka lakukan jika didiamkan saja, maka semua dengan seenaknya saja dalam melakukan akuisisi.

“Maka dari itu, jika kondisi ini dibiarkan, kita patut mempertanyakan integrasi perbankan kita. Hal ini tentu akan menjadi ujian bagi para dewan komisioner OJK, yang saat ini masih merupakan pejabat aktif,” tandasnya.

Kalau mereka tidak bisa menyelesaikan itu, sambung Yanuar, ya percuma saja keberadaan mereka. “Kalau hasilnya seperti itu, mungkin Anda juga bisa mengisi dewan komisioner OJK,” ucap Yanuar.

Sementara pengamat hukum perbankan Ricardo Simanjuntak mengatakan, apabila kepemilikan DBS dan Bank Danamon dimiliki oleh satu kepemilikan tunggal, maka hal ini tidak dibenarkan dalam ketentuan hukum perbankan. Dunia perbankan di Indonesia menganut sistem hak kepemilikan tunggal sehingga tidak diperbolehkan apabila karena Indonesia memakai kebijakan single presence. “Kebijakan ini meminta kepada seluruh pemilik bank swasta dan pemerintah untuk mengurangi kepemilikan lebih dari satu bank,” katanya.

Menurut Ricardo, kebijakan single presence ini bermula saat bank-bank di Indonesia kolaps di masa lalu. Saat itu banyak investor asing yang membeli bank-bank tersebut bahkan bisa membeli dua atau tiga bank tersebut. Hal ini karena harga bank-bank di Indonesia saat itu sangat murah. Dari kondisi tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentrat melihat bahwa hal ini akan menjadikan dunia perbankan Indonesia tidak sehat. “Karena hal itu, maka Bank Indonesia menerapkan kebijakan single presence dimana kepemilikan bank hanya dimiliki satu pemilik saja,” ujarnya.

Terkait adanya satu kepemilikan dari dua bank yaitu DBS dan Danamon, menurut Ricardo, jika terbukti adanya satu kepemilikan dalam dua bank tersebut maka kemungkinan salah satunya dari dua bank itu akan dilebur dan akan menjadi satu kesatuan. “Dengan adanya komitmen kebijakan single presence maka akan menghindari posisi dominan dalam dunia perbankan,” tambahnya.

Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia Lambok Antonius Siahaan menuturkan, sampai saat ini belum terdapat pertemuan antara DPIP dengan Bank Danamon maupun Bank DBS Indonesia, terkait rencana penerbitan saham baru, merger atau akuisisi dan belum ada permohonan yang diajukan oleh bank jika akan terdapat rencana merger atau akuisisi

Deputi bidang Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Muliaman D Hadad mengungkap, sesuai prosedur, siapapun yang mau masuk harus menjelaskan kepada otoritas Indonesia, tentang niat, fokusnya. “Itu standar. Kita akan tanya nanti tujuan 5-10 tahun ke depannya apa,” tuturnya.

Sementara Gubernur BI, Darmin Nasution mengaku, memanggil DBS Group Singapura.
“Tapi mengenai subtansinya saya tidak mau bicara seperti ini. Nantilah kita undang kita bicarakan.

Kabar tentang rencana Temasek Holdings akan melepas sahamnya di Bank Danamon ke DBS sudah beredar sejak akhir Januari 2011. Namun realisasinya tak kunjung tiba, lantaran internal BUMN Singapura tak satu suara. Sebagian pihak ingin menggabungkannya agar makin efisien karena sama-sama beroperasi di Indonesia dan milik Temasek. Sebagian tak menginginkan konsolidasi karena Danamon masih menguntungkan.

Sebelum muncul nama DBS, pelepasan saham Danamon juga dikaitkan dengan tawaran Bank of China, Standard Chartered dan beberapa institusi keuangan lainnya, seperti Jardine Matheson. Namun, manajemen DBS berkali-kali membantahnya. Mereka mengatakan, skenario yang menyebutkan DBS akan mengakuisisi atau menggabungkan diri dengan bank lain hanya spekulatif.

Tapi, DBS dan Temasek memang punya hubungan dekat. Lihat saja faktanya, Peter Seah, Chairman DBS adalah dewan penasihat Temasek. Sementara anggota dewan DBS Kwa Chong Seng adalah Deputi Chairman Temasek.

Bank Danamon adalah salah satu bank umum nasional ke enam berdasarkan aset senilai Rp 113,12 triliun atau tumbuh 12,38%. Saham Temasek Holdings akan dibeli DBS Group dengan tawaran senilai Rp 45,2 triliun. Langkah ini menjadi pembelian terbesar DBS dalam satu dekade terakhir.

Sebelumnya, Bank Danamon pernah menyampaikan surat pemberitahuan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai minat investor untuk membeli saham milik Asia Financial (Indonesia) Pte Ltd di bank tersebut. Asia Financial yang dimiliki Temasek Holdings Ltd mempunyai 67,42% saham Danamon. Danamon menjadi incaran investor asing, karena pertumbuhan kredit UMKM yang terus melonjak tinggi.

Bank yang dipimpin Henry Ho ini per Januari 2011 masih tercatat dimiliki oleh Asia Financial (Indonesia) Pte Ltd (AFI) sebesar 67,42% dan sisanya dikuasai publik. Sementara 100% saham Asia Financial dikuasai Temasek secara tidak langsung melalui anak usahanya, antara lain `Fullerton Financial Holdings` Pte Ltd.

Bank terbesar asal Singapura, DBS, sebelumnya dikabarkan mengajukan penawaran terhadap 68% saham Bank Danamon yang dikuasai Asia Financial, unit bisnis Temasek, perusahaan investasi milik pemerintah Singapura. Nilai saham disebut-sebut mencapai US$ 3,2 juta.

Bank Danamon dikuasai Asia Financial sejak 2003, setelah membeli dari BPPN senilai US$ 321 juta atau setara Rp 3,08 triliun.

DBS merupakan salah satu grup jasa keuangan terbesar di Asia dengan operasi di 16 pasar dan terdaftar di `Singapura Exchange` (SGX). DBS didirikan pada 1968 sebagai bank pembangunan di Singapura.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…