NERACA
Depok - Tanaman biotek menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian nasional. Mengingat hingga saat ini 70 negara mengadopsi tanaman biotek untuk memberikan solusi bagi kelaparan, mainutrisi, dan perubahan Iklim, dan di Indonesia biotek mampu mengatasi penyempitan lahan yang banyak terjadi saat ini karena banyaknya lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk bangunan perumahan maupun gedung perkantoran.
Hal itu diungkapkan oleh Paul S. Teng, Ketua Dewan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA) saat konfersi pers di Auditorium I, Universitas Indonesia (UI), Depok, Selasa, 10/9.
Menurutnya tanaman biotek, dikembangkan dengan sifat yang ditingkatkan antara lain seperti peningkatan hasil, lebih tahan terhadap hama, peningkatan nutrisi. Tidak dapat disangkal, hal ini diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan global yang mempengaruhi kehidupan banyak orang secara global.
“Teknologi rekayasa genetik (RG) telah berkontribusi pada ketahanan pangan dalam banyak aspek. Dengan meningkatkan hasil dan mengurangi kerugian, tanaman ini berkontribusi pada ketersediaan pangan untuk lebih banyak keluarga. Dengan memungkinkan petani untuk meningkatkan proses mereka dan bergabung dengan rantai pasokan modern, hal ini meningkatkan akses fisik terhadap pangan. Melalui standar ketat tentang keamanan pangan, tanaman biotek berkontribusi pada penyediaan pangan yang lebih baik,” katanya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dase Hunaefi menilai peningkatan produktivitas pertanian melalui biotek bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ketersediaan pangan. “Peningkatan produktivitas pertanian lebih baik dibandingkan membuka areal pertanian baru,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Direktur Pusat Informasi Bioteknologi Indonesia (Indobic) Bambang Purwantara, menambahkan, penerapan bioteknologi untuk sektor pertanian di Indonesia tinggal menunggu disahkannya pedoman pengawasan dan pemantauan produk rekayasa genetika.
Dia menyatakan Peraturan Menteri Pertanian No 36 tahun 2016 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pakan Produk Rekayasa Genetika merupakan pembuka pintu untuk pengembangan produk ini. "Sekarang tinggal menunggu pedoman pedoman pengawasan dan pemantauannya yang nanti akan berbentuk Permen. Diharapkan tahun ini bisa keluar Permennya," katanya.
Menurut Bambang, meskipun di Indonesia tanaman hasil rekayasa genetika belum dilakukan pelepasan, namun bukan berarti tidak ada pengembangan karena PTPN XI telah mengembangkan tebu yang toleran kekeringan hasil biotek, yang cocok untuk daerah sedikit air.
Selain itu juga dikembangkan kentang yang tahan hama penyakit sehingga mampu mengurangi penggunaan pestisida yang akhirnya menekan biaya produksi petani serta menurunkan pencemaran lingkungan.
Seperti diketahui, menurut Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops in 2018 (ISAAA Brief 54) yang dirilis ISAAA, menyebutkan 70 negara telah mengadopsi tanaman biotek melalui penanaman dan impor bahan pangan pada 2018. Sekarang memasuki tahun ke-23 adopsi tanaman biotek. Sementara itu, 26 negara (21 negara berkembang dan 5 negara industri) menanam
191,7 juta hektar tanaman biotek, atau bertambah 1,9 juta hektar pada tahun 2017. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman ini terus membantu memenuhi tantangan global seperti kelaparan, malnutrisi, dan perubahan iklim.
Dan Pada tahun 2018, seperti dilaporkan dalam State of Food Security and Nutrition in the World oleh PBB, bahwa kelaparan meningkat dari tahun ke tahun selama tiga tahun berturut-turut, dan pada tingkat yang setara dengan angka untuk satu dekade yang lalu. Lebih lanjut, Global Report on Food Crisis 2017 mengungkapkan bahwa kelaparan dan malnutrisi terus meningkat, dengan sekitar 108 juta orang di 48 negara berisiko atau dalam karawanan pangan yang parah.
Sedangkan lahan budidaya tanaman biotek telah meningkat hampir 113 kali lipat sejak tahun 1996, dengan luas kumulatif sekitar 2,5 miliar hektar yang menunjukkan bahwa bioteknologi adalah teknologi tanaman yang paling cepat diadopsi di dunia. Di negara-negara dengan adopsi tinggi terutama AS, Brasil, Argentina, Kanada, dan India, tingkat adopsi tanaman utama mendekati 100%, yang menunjukkan bahwa petani lebih menyukai teknologi tanaman ini daripada varietas konvensional. Dengan semakin banyaknya permintaan petani dan konsumen akan sifat keunggulan tertentu, tanaman biotek yang lebih beragam makin banyak tersedia di pasar.
Beberapa tanaman biotek seperti kentang dan apel yang tidak mudah memar, tidak berubah coklat ketika diiris/dikupas, rendah kandungan akrilamida dan tahan busuk daun; tebu tahan serangga dan toleran kekeringan dan kanola dengan kandungan asam oleat tinggi mulai banyak diminati
pasar.
Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…
NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…
NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…
Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…
NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…
NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…