Rights Issue Kimia Farma - Porsi Saham Pemerintah Terdilusi Jadi 70,13%

NERACA

Jakarta – Aksi korporasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) perkuat modal dengan menerbitkan saham baru atau rights issue, dipastikan tidak akan diserap pemerintah. Pasalnya, pemerintah tidak mengalokasikan dana untuk menyerap rencana rights issue emiten farmasi plat merah tersebut. Maka konsekuensinya, kepemilikan pemerintah di saham KAEF ini berpeluang terdilusi.

Keputusan pemerintah tidak menyerap rights issue Kimia Farma, disampaikan langsung deputi bidang usaha industri agro dan farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro. Dirinya menjelaskan, rencana rights issue Kimia Farma masih perlu mendapat persetujuan dari beberapa pihak. “Adapun, pemerintah tidak mengalokasikan penyertaan modal negara (PMN) terhadap perusahaan BUMN farmasi ini dan kemungkinan opsi menawarkan ke publik akan dikaji lebih lanjut,”ujarnya di Jakarta, kemarin.

Disampaikannya, tidak adanya penyertaan modal negara tercermin dalam alokasi penyertaan modal negara sebesar Rp17,73 triliun untuk 8 BUMN dalam RAPBN 2020 yang telah disetujui Badan Anggaran DPR. Asal tahu saja, Kimia Farma berencana melakukan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue untuk modal kerja dan pengembangan usaha perseroan.

Pada aksi korporasi tersebut, perseroan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 1,58 miliar saham seri B. Rencana rights issue bakal menjadi pembahasan dalam agenda RUPSLB pada 18 September 2019. Wahyu membenarkan, saham KAEF yang dimiliki pemerintah bakal terdilusi dari 90,03% menjadi 70,13% karena pemegang saham tidak menggunakan haknya. Meski demikian, pemerintah masih menjadi pemegang saham mayoritas Kimia Farma.

Lebih lanjut, kata dia, manajemen KAEF akan membuat kajian detail tentang opsi mendapatkan pendanaan untuk rencana investasi perseroan."Pemerintah tetap akan pegang mayoritas saham. Kimia Farma perlu pengembangan secara lebih agresif lagi," ujarnya.

Laba PT Kimia Farma (Persero) Tbk pada semester pertama 2019 sebesar Rp47,75 miliar atau turun 68,57% dibandingkan dengan semester I/2018 sebesar Rp151,92 miliar. Menurut direktur keuangan Kimia Farma, IG Ngurah Suharta, laba bersih perseroan yang tertekan pada semester I/2019 karena beberapa faktor. Pertama, pengadaan obat oleh Kementerian Kesehatan melalui tender yang semula akan dilakukan di semester I/2019 bergeser ke semester II/2019. Kedua, beban bunga yang berasal dari pinjaman bank untuk akuisisi PT Phapros Tbk. pada kuartal I/2019 dan untuk pembukaan outlet baru. "[Laba tertekan karena] tender dari pemerintah bergeser ke Oktober. Dan ada beban bunga terkait merger dan akuisisi," jelasnya.

Meski laba turun, sebaliknya penjualan perseroan tumbuh 18,78% menjadi Rp 4,52 triliun dibandingkan priode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,81 triliun. Namun, beban pokok penjualan naik lebih tinggi sebesar 21,61% dari Rp2,36 triliun pada semester I/2018 menjadi Rp2,86 triliun pada semester I/2019. 

 

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…