Industri Kimia Hilir Sumbang PDB Hingga Rp 91,7 T

NERACA

Jakarta – Industri kimia hilir telah memberikan kontribusi yang cukup signfikan terhadap perekonomian nasional. Sektor tersebut dinilai mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri serta menambah penyerapan tenaga kerja serta penerimaan devisa.

“Untuk itu, kami terus giat mendorong pengembangan industri kimia hilir nasional karena membawa manfaat bagi kemajuan bangsa Indonesia dan memacu pertumbuhan ekonomi kita,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim pada pembukaan Pameran Produk Industri Kimia Hilir 2019 di Jakarta, sebagaimana disalin dari siaran resmi.

Rochim menegaskan, pemerintah sedang fokus menumbuhkan industri kimia karena menjadi salah satu sektor prioritas berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Hal ini guna semakin memperkuat dan memperdalam struktur manufaktur serta menciptakan industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir di Tanah Air.

“Oleh karenanya, kami ingin mewujudkan industri kimia hilir nasional yang berdaya saing global menuju era industri 4.0,” ujarnya. Apalagi, secara keseluruhan industri kimia hilir nasional saat ini dinilai telah mampu memenuhi kebutuhan untuk pasar domestik hingga 80%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri barang kimia dan barang dari bahan kimia menunjukkan kinerja yang positif. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan pada semester pertama tahun 2019 yang mencapai 10,4%. Angka ini melonjak drastis dibanding periode yang sama di tahun 2018, dengan kondisi -7.82%.

“Bahkan, nilai PDB sektor tersebut pada paruh pertama tahun ini mencapai Rp91,7 triliun dan menyumbang sekitar 1,19% terhadap ekonomi nasional,” ungkap Rochim. Produk industri kimia hilir secara garis besar terbagi menjadi tiga, yaitu produk karet dan plastik serta produk farmasi, kosmetik dan obat tradisional.

Berikutnya adalah produk kimia hilir lainnya yang mencakup produk pelumas, cat, kimia pembersih, alat pemadam api ringan, produk pewangi ruangan, adhesive, dan produk turunan kimia lainnya. “Industri kimia hilir khususnya industri kimia pembersih, industri cat, dan industri alat pemadam api ringan (APAR) digolongkan ke dalam sektor industri barang kimia dan barang dari bahan kimia,” jelasnya. 

Sementara itu, Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin, Taufiek Bawazier menyampaikan, pemerintah semakin aktif menarik investasi di sektor industri kimia untuk memacu kapasitas produksi dan menghasilkan produk substitusi impor. “Contohnya, pemerintah akan menumbuhkan kembali aromatic center di Tuban. Ini perlu investasi yang besar,” ungkapnya.

Guna memperkenalkan potensi industri kimia hilir nasional, Kemenperin bekerjasama dengan para pemangku kepentingan menggelar Pameran Produk Industri Kimia Hilir 2019 di Plasa Pameran Industri, Gedung Kemenperin. Stakeholder yang dilibatkan, antara lain Asosiasi Industri Pelumas (ASPELINDO), Asosiasi Industri Cat (APCI), serta Asosiasi Industri Perhimpunan Pengusaha Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PEKERTI).

Kemudian, ada pula Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), Asosiasi Produsen Pemadam Api Ringan Indonesia (APPARI), Lembaga Sertifikasi Produk, dan Laboratorium Uji. Pameran yang berlangsung selama 10-13 September 2019 ini diikuti sebanyak 37 peserta.

Para peserta terdiri dari industri pelumas sebanyak 11 peserta, industri cat (15 peserta), industri alat pemadam api ringan (3 peserta), dan industri kimia pembersih (8 peserta).  Selain itu terdapat 2 booth untuk APEDI dan PEKERTI, serta lembaga sertifikasi dan laboratorium uji sebanyak 4 booth.

”Tujuan diselenggarakannya Pameran Produk Industri Kimia Hilir 2019 ini adalah untuk mempromosikan Industri Kimia Hilir dalam negeri, yang telah mampu menghasilkan produk berkualitas dan memenuhi standar,” tutur Taufiek.

Pada kesempatan yang sama, Plt. Dirjen IKFT mengemukakan, ada salah satu perusahaan Jerman yang akan mengembangkan industri berbasis minyak dengan menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (CPO). Hasil produksinya ini bisa dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri pelumas di dalam negeri, sehingga bisa menekan bahan baku impor.

“Apalagi, Indonesia punya bahan baku CPO yang cukup banyak. Ini bisa kita tingkatkan nilai tambahnya melalui hilirisasi industri,” jelas Rochim. Hal ini pun sejalan dengan kebijakan mandatori biodiesel 20% (B20), yang akan ditingkatkan menjadi B30 pada awal tahun 2020 dan B50 pada tahun 2021.

 

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…