Politik Nasi Goreng

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Perlahan tapi pasti iklim sospol dalam negeri mulai kondusitf. Setidaknya hal ini terlihat dari rangkaian agenda politik pasca putusan MK terkait tuduhan kecurangan di pilpres yang terstruktur, sistematis dan masif yang tidak terbukti. Agenda itu misalnya saling kunjung petinggi parpol ke Jokowi, bukan hanya koalisi tetapi juga oposisi. Pertemuan antara Jokowi – Prabowo di MRT kian menguatkan dinamisasi politik menuju arah yang lebih baik karena keduanya adalah petarung di pilpres yang kemarin terjadi rematch dan kembali dimenangkan Jokowi.

Pertemuan Megawati – Prabowo berbalut ‘politik nasi goreng’ semakin menegaskan jaminan iklim sospol pasca rekonsiliasi di MRT antara Jokowi dan Prabowo. Meski demikian, dinamisasi politik tersebut hanya sementara saja karena pada September 2020 akan ada 270 pilkada serentak yang secara tidak langsung juga rentan memicu riak konflik antar parpol. Belum lagi konflik di Papua dan wacana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur juga berimbas ke iklim sospol.

Tahun politik dalam pilkada serentak 2018 dan pilpres 2019 serta 270 pilkada serentak di September 2020 menjadi tantangan bagi target dan realisasi investasi. Argumen yang mendasari karena data BKPM menegaskan realisasi investasi selama 2017 lalu Rp.692,8 triliun melebihi target yaitu Rp.678,8 triliun. Optimisme target investasi di tahun 2018 Rp.863 triliun meski realisasinya hanya Rp.721,3 triliun (naik 4,1 persen dibandingkan 2017). Realisasi PMDN 2018 Rp.328,6 triliun (naik 25,3 persen dibanding 2017) dan PMA Rp.392,7 triliun (turun 8,8 persen dari 2017). Meski tidak tercapai namun target di tahun 2019 sebesar Rp.792,3 triliun dan diharapkan tercapai pasca suksesnya pilpres. Problem realisasi investasi setali tiga uang dengan penerimaan pajak karena pada 2018 hanya Rp.1.315,9 triliun atau 92 persen dari target Rp.1.424 triliun.

Ancaman

Di satu sisi, tahun politik baik pilkada serentak 2018, pilpres 2019 dan pilkada serentak 270 daerah pada September 2020 menjadi ancaman pencapaian target investasi, meski di sisi lain ada modal untuk mendukung optimisme tersebut. Paling tidak, data peringkat kemudahan bisnis atau ease of doing business di urutan 91, peringkat utang Indonesia yang dikeluarkan sejumlah lembaga, misal dari S&P dengan peringkat BBB-, peringkat lain misal Fitch Ratings (BBB-), Moody’s Investor Service (Baa3), Japan Credit Rating Agency (BBB-) dan Rating and Investment Information Inc (BBB-) menjadi modal bagi penguatan optimisme terkait capaian target investasi di tahun politik pasca rekonsiliasi.

Aspek global memang menjadi modal meskipun ada juga aspek internal yang tidak bisa diabaikan misalnya faktor ekonomi makro dan fundamental ekonomi domestik menjadi modal mendorong daya tarik bagi investasi. Oleh karena itu, wait and see bisa terjadi di tahun politik dalam mencapai target investasi, meski ada juga potensi terhadap ancaman wait and worry jika riak konflik di tahun politik kian besar. Paling tidak, tahapan awal di pilkada serentak sudah terasa riak dalam bentuk kasus mahar politik, suap untuk lolos, OTT petahana, dan kasus ijazah palsu.

Ironisnya, hal ini berulang dan penelusuran kasus ini belum tuntas sampai ke ranah hukum sehingga wajar jika ini menjadi preseden awal di tahun politik yang buruk dan rentan ke tahapan konflik berikutnya. Bahkan, kasus jual beli jabatan di Kudus yang melibatkan Bupati M. Tamzil juga menjadi preseden buruk terhadap elektabilias parpol di pilkada serentak pada September 2020 mendatang.

Tentu beralasan jika pemerintah harus cermat menghitung ulang target investasi tahun 2019 karena tahapan di tahun politik masih lama. Bahkan, isu SARA dan netralitas ASN dan Polri-TNI masih juga menjadi tantangan berat dari sukes di tahun politik. Meskipun Jokowi-Prabowo-Megawati telah melakukan rekonsiliasi tapi tidak menjamin meredam riak politik di akar rumput. Oleh karena itu, di tahun politik memang harus cermat agar tidak memicu sentimen negatif terhadap geliat sektor riil, prospek ekonomi bisnis dan juga daya tarik investasi. Artinya, semester awal 2019 menjadi test case melihat prospek ekonomi di tahun politik.

Hal ini penting karena pencapaian tahun 2018 menjadi spirit untuk mendukung realisasi target investasi di tahun 2019. Terkait ini maka pemerintah harus mendukung dan menjamin stabilitas sospol demi target investasi. Oleh karena itu, hoak harus diredam dan kasus Novel Baswedan harus dituntaskan agar tidak menjadi preseden buruk. Bahkan, serangkaian OTT oleh KPK serta korupsi berjamaah sejumlah anggota DPRD harus juga diwaspadai imbasnya terhadap elektabilitas parpol dan juga jaminan riak di tahun politik pada 270 pilkada serentak September 2020 mendatang.

Indikator makro dan fundamental ekonomi memang diharapkan bisa memberikan rasa  kepercayaan, terutama dari pergerakan IHSG yang menembus 6.500 di akhir penutupan perdagangan Januari 2019 yang kemudian diidentifikasi January Effect meski di minggu ketiga Juli 2019 terkoreksi. Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah dikisaran Rp.13.000 sejalan dengan target RAPBN sehingga memberi ruang geliat ekonomi bisnis. Bahkan, suntikan dana di bisnis start up di awal Januari 2019 memberi gambaran kepercayaan pelaku bisnis terhadap prospek di tahun politik. Padahal, bisnsi start up, termasuk juga di bidang industri kreatif merupakan salah satu pendukung terhadap mata rantai geliat di semua bidang, termasuk juga kebangkitan ekonomi kreatif di perdesaan sesuai semangat era otda yang menuntut daya saing dan produk unggulan setiap daerah.

Potensi

Selain itu, sukses pembangunan infrastruktur pada 5 tahun pemerintahan Jokowi secara tidak langsung juga memberikan dukungan terhadap daya tarik investasi. Betapa tidak, infrastruktur merupakan komponen penting yang mendukung terhadap geliat ekonomi di semua sektor. Pembangunan infrastruktur juga memadukan dan mensinergikan antara daerah pinggiran – perdesaan dengan kawasan industri – perkotaan yang memungkinkan adanya interaksi ekonomi bisnis secara sistematis dan berkelanjutan.

Pembangunan jalan tol di berbagai daerah dan juga sinergi bilateral - multilateral pembangunan infrastruktur menguatkan argumen tentang jaminan stabilitas sospol sebagai modal dasar mendukung pembangunan dan investasi. Meski sejumlah kecelakaan infrastruktur justru berdampak moratorium sesuai Surat Rekomendasi Komite K2 tanggal 9 Maret 2018. Oleh karena itu beralasan jika target investasi tahun 2019 cenderung ambisius dan optimis.

Terlepas dari potensi dan daya dukung pencapaian target investasi di tahun politik, yang pasti bahwa ada kendala dari pencapaian targetnya, misal ancaman korupsi. Betapa tidak maraknya OTT KPK sepanjang tahun 2018  dan semester I 2019, termasuk kasus jual beli jabatan yang melibatkan Bupati Kudus M. Tamzil menjadi mimpi buruk terhadap pemerintahan yang bersih dan ini menjadi apriori bagi daya tarik investasi. Selain itu, ancaman ketahanan pangan juga bisa berakibat fatal karena rentan terhadap kemiskinan yang kemudian terkait dengan tuntutan upah buruh, sementara upah buruh sangat rentan terhadap riak konflik dalam jalinan industrialisasi.

Selain itu, ancaman lain adalah fakta sebaran realisasi investasi yang masih terkonsentrasi di Jawa sehingga ini bisa memicu sentimen negatif terhadap daya tarik dan realisasi investasi di tahun politik. Artinya, ke depan masih menunggu dampak rekonsiliasi Jokowi-Prabowo-Megawati baik di MRT atau politik nasi goreng-nya, termasuk juga meredam kasus di Papua dan dampak nyata dari pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…