NERACA
Jakarta--Komisi XI DPR harus segera memanggil Bank Indonesia (BI) terkait rencana penjualan saham Bank Danamon oleh Temasek Holdings ke DBS. Sebab penjualan saham itu berpotensi melanggar peraturan Bank Indonesia (BI) terkait single presence policy (SPP).
Penegasan tersebut disampaikan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Budimanta dan pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Aris Yunanto dihubungi wartawan, Selasa (3/4) menanggapi aksi korporasi yang dilakukan Temasek Holdings.
Arif Budimanta mengatakan, pentingnya kehadiran BI dalam pertemuan dengan Komisi XI terkait penjualan saham Bank Danamon oleh Temasek Holdings adalah keharusan BI melihat ketahanan dan kedaulatan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. “Anda bayangkan, jika bank di Tanah Air hanya tinggal bank-bank BUMN saja, sedangkan bank-bank lain sudah dikuasai oleh asing semua. Ini akan menimbulkan ketimpangan besar,” tegasnya.
Lebih lanjut politisi dari PDI-P itu mempertanyakan, apakah pihak BI sudah memberi izin atau tidak terhadap rencana penjualan saham Bank Danamon itu, sebab aspek kehati-hatian sangat penting dilakukan. “Ini menjadi tanda tanya apakah Bank Indonesia tidak tahu terhadap rencana penjualan tersebut,” ungkapnya.
Apalagi, kata Arif, pihak yang akan membeli juga harus konsultasi ke BI, dan selanjutnya BI melihat kredibilitas dalam perspektif nasionalisme ekonomi. Karena itu BI mestinya harus tahu terkait proses penjualan tersebut. “Jadi, menurut saya, BI harus berfikir dan berusaha menjadikan Bank Danamon sebagai asset bangsa,” paparnya
Dia uga mengusulkan agar Peraturan Pemerintah (PP) yang membolehkan asing memberli saham perbankan nasional hingga 99% harus diubah. Peraturan ini hanya akan memperbesar peluang asing memiliki bank-bank di Indonesia.
Jual ke Asing Bukan Prioritas
Sementara itu Aris Yunanto mengingatkan, BI harus menjelaskan soal penjualan saham Bank Danamon ini ke DPR, agar persoalan aksi korporasi yang dilakukan Temasek dapat terkontrol. Jika tidak, maka akan menimbulkan persoalan serius dalam dunia perbankan nasional. “Saya orang selalu resah dengan kebijakan yang sangat liberal, yang memberikan keleluasaan asing menguasai sector ekonomi kita, termasuk dunia perbankan,” tegas Aris.
Menurut ekonom FEUI ini, BI harus memiliki upaya strategis untuk memajukan perbankan dalam negeri . Sebab, BI mempunyai instrument untuk melakukan hal tersebut. ”Menjual ke asing bukan solusi prioritas. Apalagi dalam kasus Bank Danamon, bank ini sudah sedemikian mengakar ke pelosok nusantara. Artinya, banka asing akan terbuka pintunya masuk ke pelosok-pelosok daerah .Apa perbankan kita di daerah sudah siap?” tanya Aris. **cahyo
Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…
NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…
NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…
Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…
NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…
NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…