RENCANA PEMINDAHAN IBU KOTA KE KALIMANTAN - Indef: Tak Ada Dampak Ekonomi Signifikan

Jakarta-Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, pemindahan ibu kota tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini berlaku untuk pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Tengah maupun Kalimantan Timur. Sementara itu, Guru Besar FEB-UI Prof. Dr. Emil Salim meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan kembali rencana pemindahan ibu kota tersebut.

NERACA

Menurut ekonom Indef Rizal Taufikurahman, hal tersebut tercermin dari berbagai indikator pertumbuhan ekonomi meliputi konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah, dan ekspor dan impor. Pemindahan ibu kota hanya berdampak positif pada pertumbuhan PDB di tingkat regional Pulau Kalimantan. "Namun nilainya sangat kecil dan tidak signifikan," ujarnya di Jakarta, Jumat (23/8).

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, hasil analisa Indef mengungkapkan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah tidak memberikan dampak terukur kepada pertumbuhan ekonomi nasional, yakni hanya sebesar 0,0001%. Pemindahan ibu kota hanya berdampak pada PDB Kalimantan Tengah sebesar 1,77% dan Kalimantan Barat sebesar 0,01%. Sisanya, rencana ini memberikan dampak negatif kepada 32 provinsi lainnya.

Sementara itu, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur tidak memberikan dampak sama sekali kepada pertumbuhan ekonomi nasional atau 0,00%. Rencana ini hanya menyumbang pertumbuhan ekonomi kepada Kalimantan Timur sebesar 0,24%, Kalimantan Selatan dan Papua Barat masing-masing sebesar 0,01%. Sisa provinsi lainnya, tercatat berdampak negatif.

Terkait konsumsi rumah tangga, hasil analisa Indef memaparkan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah justru menyumbang penurunan konsumsi rumah tangga nasional sebesar 0,02%. Rencana ini hanya mampu mengerek konsumsi rumah tangga Kalimantan Tengah sebesar 2,37%.  

Serupa, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur justru menyumbang penurunan konsumsi rumah tangga nasional sebesar 0,04%. Rencana ini hanya mampu mengerek konsumsi rumah tangga Kalimantan Tengah sebesar 0,24%. "Ini menunjukkan rencana tersebut tidak memberikan harapan baik dalam mendorong konsumsi rumah tangga secara nasional," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com.

Dari indikator investasi, analisa Indef memaparkan pemindahan ibu kota ke Kalteng tidak memberikan dampak sama sekali kepada pertumbuhan investasi nasional. Rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah hanya berdampak positif kepada kenaikan investasi di Kalteng sebear 1,59% dan Kalimantan Barat 0,02%.  

Tak jauh berbeda, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur tidak memberikan dampak sama sekali kepada pertumbuhan investasi nasional. Rencana pemindahan ibu kota ke Kaltim hanya berdampak positif kepada kenaikan investasi di provinsi tersebut hanya 0,20% dan Kalimantan Utara 0,02%.  

Soal belanja pemerintah, indikator ini terdampak lebih baik dibandingkan indikator sebelumnya lantaran anggaran pemindahan ibu kota menyedot dana Rp323 triliun-Rp466 triliun.

Indef juga mencatat pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah diprediksi menyumbang pertumbuhan belanja pemerintah nasional sebesar 0,21%. Upaya pemindahan ibu kota juga berkontribusi pada kenaikan belanja pemerintah Kalteng sebesar 16,12%.  

Untuk Kalimantan Timur, pemindahan ibu kota akan menyumbang belanja pemerintah nasional sebesar 0,34%. Upaya pemindahan ibu kota juga berkontribusi pada kenaikan belanja pemerintah Kaltim sebesar 16,12%.  

Terkait ekspor dan impor, ternyata rencana pemindahan ibu kota  juga tak berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor-impor. Hasil analisa Indef menyebutkan rencana pemindahan ibu kota ke Kalteng menekan ekspor nasional sebesar 0,01%. Ekspor dari Kalimantan Tengah juga berpotensi berkurang 0,71%, Kalimantan Barat 0,02%, Kalimantan Selatan 0,02%, Kalimantan Utara 0,01% dan Kalimantan Timur 0,01%.  

Di sisi lain, kinerja impor Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat justru berpotensi melonjak masing-masing 2,11% dan 0,01%. Meski demikian, kinerja impor hampir seluruh provinsi terdampak negatif di kisaran 0,01-0,05%. Secara akumulasi, impor nasional berpotensi menyusut 0,01%.

Pertimbangkan Kembali

Pada bagian lain, guru besar FEB-UI Prof. Dr. Emil Salim menilai alasan pemerintah memindahkan ibu kota baru dariJakarta ke PulauKalimantan keliru. Maka itu, dia meminta Presiden Jokowi  mempertimbangkan kembali rencana pemindahan ibu kota. "Maka saya merasa perlu memohon kepada presiden, please bisa tidak mendengar opsi lain," katanya, Jumat (23/8).

Dia menjabarkan alasan yang dipaparkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) terkait pemindahan ibu kota justru mencerminkan sikap pemerintah yang tidak bertanggung jawab.

Beberapa alasan yang dia soroti adalah 57% penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dan terbesar di Jakarta. Selain itu, Bappenas menyatakan porsi produk domestik bruto (PDB) di Jawa sebesar 58,49% terhadap PDB nasional. Di sisi lain, Bappenas menyatakan Pulau Jawa menghadapi krisis ketersediaan air bersih, ancaman gempa bumi, rawan banjir, hingga kemacetan transportasi.

Emil Salim menilai seluruh alasan tersebut hendaknya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk mengurai masalah DKI Jakarta. Justru dengan segudang masalah itu, lanjutnya, tantangan di Pulau Jawa perlu ditangani. "Saya rasa ini tidak bertanggung jawab. Sikap pemerintah saya seharusnya kalau ada persoalan, tugas perencana adalah memecahkan soal bukan lari dari persoalan," ujarnya.  

Tak hanya itu, Emil Salim juga juga mengritik penggunaan dana sebesar Rp466 triliun guna menyukseskan mega proyek itu. Dia menilai dana jumbo itu seharusnya bisa dialokasikan untuk menyelesaikan masalah pembangunan 2020-2045.

Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro menepis anggapan bahwa pemindahan ibu kota merupakan cara pemerintah 'lepas tangan' dari segudang masalah yang ada di ibu kota saat ini, Jakarta. Justru, pemindahan ibu kota diklaim demi masa depan Jakarta.

Menurut Bambang, pemerintah sejatinya memindahkan ibu kota agar beban Jakarta tak seberat saat ini. Yakni, menjadi pusat pemerintahan, bisnis, perdagangan, dan investasi dalam satu waktu.

Tidak heran, dia menilai satu per satu masalah bermunculan. Mulai dari kepadatan penduduk, kemacetan, penurunan tingkat air bersih, banjir, dan lainnya. Untuk itu, pemerintah mendesak membagi beban Jakarta ke kota lain. Namun, saat ibu kota pindah, bukan berarti pemerintah 'lepas tangan' dari Jakarta.

Justru, menurut dia, pemerintah sudah menyiapkan arah pembangunan baru bagi Jakarta ke depan, yaitu menjadi pusat bisnis bertaraf internasional. "Jakarta tetap dibenahi, tetap jadi prioritas, kami ingin menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis yang berskala internasional," ujarnya, akhir pekan lalu. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…