Pemerintah Pangkas Pajak Surat Utang Infrastruktur

 

NERACA

Jakarta – Pemerintah resmi memangkas tarif pajak penghasilan yang diterima investor atas bunga surat utang dari dana investasi infrastruktur (DINFRA), dana investasi real estate (DIRE), dan kontrak investasi kolektif-efek beragun aset (KIK-EBA) dari 15 persen ke lima persen hingga 2020, dan 10 persen mulai 2021 dan seterusnya.

Relaksasi kebijakan fiskal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) terbaru yakni PP No. 55/2019, yang merupakan pemutakhiran dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 100/2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di Jakarta, Jumat, menerangkan bahwa insentif fiskal ini diterapkan untuk memperdalam pasar keuangan serta mendorong pendanaan di sektor infrastruktur dan real estate atau properti. "Ini untuk pendalaman pasar keuangan di Indonesia dan meningkatkan pendanaan bagi proyek infrastruktur dan real estate (properti)," kata

Dengan relaksasi ini, maka PPh atas bunga obligasi dari ketiga produk investasi tersebut setara dengan yang dikenakan atas reksa dana sebagaimana tertuang dalam PP No. 100/2013. Alhasil nasabah atau investor ketiga obligasi infrastruktur itu mendapat keringanan biaya untuk membayar pajak bunga. "Karena pemerintah mengkaji juga, berpikir objektifnya bagaimana ? Pendalaman pasar keuangan di Indonesia ini kan perlu dipikirkan. yang mana yang prioritas, dan ada juga masukan terus dikaji," ujar Robert.

Sebelum adanya aturan ini, PPh atas bunga obligasi termasuk untuk DINFRA, DIRE, dan KIK-EBA dikenakan sebesar 15 persen untuk WP dalam negeri dan 20 persen untuk badan usaha tetap (BUT). Robert berharap relaksasi tiga surat utang tersebut dapat mendorong pengembangan pasar keuangan di Indonesia melalui peran kontrak investasi kolektif untuk menyerap obligasi. "Relaksasi ini berlaku mulai pada 12 Agustus 2019," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Robert juga membantah bahwa sebelumnya ada rencana pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi sebesar nol persen untuk dana investasi infrastruktur (DINFRA), dana investasi realestat (DIRE), atau Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA). "Ya yang penting sekarang keputusannya itu lima persen. Itu kan orang mendiskusikan kan jadi biasa," ujar dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meyakini kepemilikan surat utang (obligasi) di dalam negeri bakal terdongkrak berkat kebijakan pemangkasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga obligasi. Sebelumnya, tarif PPh itu baru saja dipangkas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari 15 persen dan 20 persen menjadi 5 persen dan 10 persen.

Menurutnya, tarif pajak yang lebih rendah membuat masyarakat bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar atas kepemilikan obligasinya. Dengan begitu, masyarakat akan semakin tertarik berinvestasi di instrumen surat utang dibandingkan instrumen lain. "Sehingga, return (tingkat pengembalian) jadi kompetitif, ini akan terpengaruh karena pajaknya lebih rendah. Kalau you dikasih lebih banyak (keuntungan), maka lebih senang kan?," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah sengaja menurunkan tarif PPh atas bunga obligasi sebagai insentif bagi pasar keuangan. Hal ini juga bertujuan untuk memperdalam pasar keuangan di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…