Hasil Riset - Sistem Cukai Kompleks Membuat Produsen Rokok Hindari Pajak

NERACA

Jakarta – Hasil riset dari dua peneliti Universitas Indonesia, Vid Adrison dan Bagus Wahyu Prasetyo menyimpulkan terlalu kompleksnya sistem cukai di Indonesia telah membuka celah bagi sebagian produsen untuk melakukan penghindaran cukai (tax avoidance).

"Kondisi ini pun menyebabkan harga rokok menjadi murah," kata Vic Adrison, salah seorang peneliti di Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara. Menurut riset yang dipublikasikan dalam BMJ Journal itu, kenaikan tarif cukai yang dilakukan hampir setiap tahun hanya membuat harga rokok di pasaran naik kurang dari 1 persen.

Vid Adrison menjelaskan kompleksitas sistem cukai di industri hasil tembakau membuat kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif cukai tidak efektif. Sistem tarif cukai ad valorem mendorong pelaku usaha produk hasil tembakau untuk menghindari pajak, dan sistem tarif cukai rokok yang terdiri dari banyak kelompok (multi-tier) menjadi insentif bagi produsen rokok memproduksi produk dalam golongan tarif cukai rendah.

“Mengurangi jumlah tingkatan tarif cukai tampaknya menjadi solusi yang mungkin untuk mengurangi konsumsi rokok dalam jangka pendek,” ujar Vid yang juga Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia dalam kesimpulan penelitiannya.

Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan analisis terhadap data brand dari 2005 hingga 2017. Data yang digunakan meliputi harga banderol dari produsen, volume produksi, jenis rokok, tarif pajak yang berlaku, dan informasi mengenai afiliasi antara pabrikan yang satu dengan pabrikan lainnya.

Vid menjelaskan Kementerian Keuangan sudah menyiapkan kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai. Dalam kebijakan tersebut, pada 2021  jumlah layer hanya tersisa menjadi 5. Namun, pemerintah kemudian menghentikan kebijakan tersebut pada 2 November 2018. “Sebagai akibat dari keputusan tersebut, pemerintah kehilangan peluang untuk mengurangi konsumsi rokok melalui pengurangan layer,” tegas dia.

Dari hasil penelitian, Vid meneruskan, pengurangan satu layer akan meningkatkan harga rokok sebesar 2,9%. Dengan asumsi elastisitas harga permintaan di Indonesia 0,6 seperti yang ditemukan oleh Adioetomo Djutaharta, akan ada pengurangan 1,74% dalam konsumsi rokok.

“Total rokok pada 2017 sekitar 330 miliar batang. Pengurangan 1,74% ini setara dengan 5,7 miliar batang, Sistem cukai spesifik dengan layer yang lebih sederhana memiliki dampak lebih besar terhadap peningkatan penerimaan negara dan pengurangan konsumsi,” ucap dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, menyatakan pemerintah akan kembali melanjutkan kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai.

“Kami akan melanjutkan untuk memperbaiki pelaksanaan dari kebijakan cukai rokok sebab semakin banyak tarif, pengawasannya semakin komplek dan terjadi penyalahgunaan,” kata dia.

Industri rokok nasional yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendorong pemerintah untuk tidak menunda penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Putih Mesin, lantaran hingga saat ini pabrikan rokok besar asing masih menikmati tarif cukai murah.

Ketua Harian Formasi Heri Susanto mencontohkan tarif cukai di segmen SPM memiliki ketimpangan sosial sehingga menekan pabrikan kecil. Pada golongan 1 di segmen rokok mesin SPM menggunakan tarif cukai Rp625 per batang. Namun untuk golongan 2A, memakai tarif Rp 370 per batang atau 40 persen lebih rendah dari tarif golongan 1.

"Formasi melihat bahwa ini ada ketimpangan sosial. Kalau disebut perusahaan golongan 2A yang merupakan perusahaan asing tidak memakan pangsa pasar kami itu sudah sangat keterlaluan. Sama tarifnya, kita kalah, kan mereka raksasa," tegasnya. "Mereka Itu perusahaan asing dan golongan gede. Perusahaannya multinasional bermodal kuat," tegasnya.

Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, mengatakan pabrikan besar asing yang menentang penggabungan adalah mereka yang membayar cukai yang lebih rendah.

“Pengusaha rokok yang protes adalah mereka yang diuntungkan dari kebijakan saat ini. Mereka membayar cukai lebih murah padahal sama-sama menjual rokok yang menyakiti dan tidak banyak menyerap tenaga kerja.

Abdillah menjelaskan, penggabungan SKM dan SPM juga akan mengoptimalkan penerimaan cukai. Pasalnya, pabrikan yang memiliki volume produksi segmen SKM dan SPM di atas tiga miliar batang harus membayar tarif cukai golongan I pada kedua segmen tersebut.

“Kalau saya pengusaha rokok SPM, saya produksi 2,99 miliar batang SPM. Walau (tarif cukainya) lebih murah beberapa rupiah saja, tapi kalau dikali 2,99 miliar batang? Yang harusnya disubsidi itu UKM. Industri rokok tidak perlu disubsidi,” tegasnya.

Abdillah mengatakan, jika penggabungan SKM dan SPM, maka hal ini dapat meningkatkan angka perokok di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…