Politik Praktis Rawan Kepentingan

Politik Praktis Rawan Kepentingan  

NERACA

Jakarta - Guru Besar Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau, Prof Alaidin Koto mengatakan politik praktis yang pada kabinet terdahulu banyak diisi orang-orang politik akan menimbulkan kerawanan kepentingan.

"Karena logika politik itu adalah logika kepentingan terutama politik praktis," kata Alaidin saat dihubungi di Jakarta, Minggu (4/8).

Alaidin menjelaskan politik menganut pendekatan lawan dan kawan, sakwasangka, praduga, memandang orang kita dan mereka. Hal ini dikarenakan logika politik adalah logika kepentingan. Ia mengatakan politik itu ada dua, politik dalam pemikiran dan politik praktis. Politik praktis logikanya kepentingan, hal ini yang menyebabkan rawan jika kursi kabinet didominasi oleh orang politik."Kalau sudah kepentingan itu, ini orang saya itu orang lain," kata dia.

Ia menjelaskan lagi bahwa logika politik adalah logika kekuasaan. Logika kekuasaan adalah logika kepentingan. Logika kepentingan menjadi orang lain sebagai lawan."Jadi pendekatan politik adalah pendekatan suuzzhan artinya pendekatan prasangka," ujar dia.

Sementara pendekatan pemikiran politik adalah pendidikan yakni pendekatan baik sangka atau husnuzzan. Pendekan ini logikanya semua orang adalah teman dan kawan, sukses bersama dan maju bersama-sama. Oleh karena itu Alaidin berharap profesionalitas, integritas menjadi dasar utama menempatkan orang-orang di kursi kabinet, sehingga tidak lagi berorientasi pada 'political pratice'.

"Jadi jangan berorientasi politik praktis, makanya kenapa negara kita disebut negara Rechtstaat adalah negara yang berdasarkan pada hukum bukan pada kekuasaan ataupun politik," kata Doktor Pemikiran Politik Islam ini.

Kemudian Dosen Fukultas Syariah dan Hukum ini juga mengatakan hukum harus di atas segala-galanya. Karena hukum berbicara pada keadilan, sedangkan politik berbicara pada kepentingan.

Alaidin berharap agar jabatan menteri yang membidangi sumber daya manusia diserahkan sepenuhnya kepada kalangan profesional bukan politik. Seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

"Misalnya menteri pendidikan kepentingannya adalah mencerdaskan anak bangsa, tidak ada kepentingan partai di belakang itu, tidak boleh menopang di situ," kata dia.

Ia menambahkan, pembinaan sumber daya manusia adalah pembinaan yang harus dilakukan dengan pendekatan pendidikan bukan pendekatan politik, khusus politik praktis."Berbahaya jika pendidikan diurus dengan pendekatan politik praktis, karena akan mengajarkan anak-anak didik biasa berprasangka buruk kepada orang lain sebagai lawan," kata Alaidin. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

BERITA LAINNYA DI

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…