Kerugian Finansial vs Kompensasi PLN

Peristiwa pemadaman listrik (blackout) sekitar 10 jam lebih di wilayah di Jabodetabek, sebagian Jawa Barat, dan beberapa wilayah lainnya di Jawa-Bali pada Minggu (4/8) menimbulkan kerugian finansial sehingga pada gilirannya memancing kekesalan masyarakat. Sudah pasti kegiatan ekonomi dan sehari-hari terganggu. Meski tidak secara langsung, pemadaman juga berdampak terputusnya layanan komunikasi dan telekomunikasi. 

Jelas, omzet usaha mikro, kecil, dan menengah merosot hingga 70%. Banyak rumah sakit kerepotan karena keterbatasan daya genset untuk penyediaan listrik cadangan. Ibu-ibu menyusui hanya bisa menahan kedongkolan melihat ASI yang susah payah disimpan di lemari es, akhirnya menjadi basi tidak dapat diberikan kepada bayinya.  

Tidak hanya itu. Puncak kekesalan masyarakat terefleksikan pula pada gerakan tubuh Presiden Jokowi, yang terlihat sinis saat mendengarkan penjelasan Direksi PT PLN (persero). Kepala Negara segera memerintahkan PLN agar segera memulihkan penyediaan listrik dan memperbaiki tata kelola. Amun, kerja cepat seperti yang diharapkan Presiden tidak segera terlihat. Pemadaman listrik masih berlanjut secara bergiliran pada hari berikutnya (5/8). Tentu saja beban ekonomi yang harus ditanggung masyarakat makin bertambah. 

Wajar bila kemudian masyarakat ataupun badan usaha selaku pelanggan PLN menuntut kompensasi. Tuntutan itu sudah mulai mengemuka di hari pertama pemadaman listrik. PLN baru mengonfirmasi kemarin bahwa ganti rugi akan diberikan sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 27/2017. 

Pada tagihan bulan mendatang (September 2019), pelanggan listrik pascabayar untuk kelompok nonsubsidi bakal mendapat diskon 35% tagihan beban daya pada pembayaran listrik bulan Agustus, sedangkan kelompok subsidi diberi diskon 20%.

Di kategori pelanggan listrik prabayar, diskon 35% atau 20% akan diberikan pada saat pelanggan membeli dan memasukkan token berikutnya. Total besaran kompensasi diperkirakan mencapai Rp 895 miliar.

Bila dilihat dari kerugian materiil maupun non-materiil yang timbul, kompensasi itu jauh dari sepadan. Mestinya, pemerintah berani mengeluarkan kebijakan diskon minimal 50% atau bahkan menggratiskan pembayaran listrik bulan berikutnya oleh pelanggan. Bukannya membiarkan PLN terpaku pada aturan yang sesungguhnya bisa segera diubah bila diperlukan.

Memang, Kementerian ESDM telah berencana untuk merevisi peraturan yang memuat ketentuan kompensasi dalam penyediaan listrik. Tujuannya agar hak-hak pelanggan PLN lebih terlindungi. Wujudnya baru rencana yang tidak tentu kapan rampungnya. 

Itu berarti hasil revisi tidak berlaku dalam insiden padamnya listrik saat ini. Padahal, kerugian sudah timbul begitu besar dan luas akibat ketidakbecusan dalam tata kelola kelistrikan, atau lebih jauh lagi, manajemen BUMN. Kejadian ini bukan pertama kali. Apalagi bila dikumpulkan, sudah banyak keluhan terhadap pelayanan dan kinerja PLN. 

Untuk itu, kelompok BUMN saatnya tidak boleh lagi dibuat manja oleh longgarnya tanggung jawab terhadap publik. Dimulai dari aturan kompensasi yang keras agar mereka tidak lengah hingga membuat kesalahan apalagi kelalaian. Jika tidak mampu mendisiplinkan, mundur dari jabatan akan lebih terhormat ketimbang sekadar minta maaf.

Ke depan, seperti harapan Presiden Jokowi, manajemen PLN harus memiliki back-up plan. Dengan memiliki sistem rencana mitigasi cadangan ini, PLN setidaknya dapat melakukan pemulihan dengan cepat, dan mampu mencegah peristiwa serupa tidak terulang lagi di kemudian hari.

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…