Kekeringan, Momentum Diversifikasi Pangan

Oleh: Sarwani

Sedia pangan sebelum hujan lebih pas digaungkan saat ini lantaran kekeringan diperkirakan akan memasuki masa puncaknya pada Agustus dan berlangsung hingga September. Produksi pangan, terutama padi akan menyusut drastis.

Menyiasati berkurangnya produksi padi, pemerintah mengejar rencana penanaman padi gogo di lahan kering sebagai antisipasi menghadapi kekeringan pada tahun ini. Pemerintah sedang menyiapkan mitigasi dampak kekeringan, salah satunya di Jawa Tengah.  Namun mengapa harus padi lagi? Adakah tanaman pangan lain yang juga disiapkan pemerintah?

Antisipasi menghadapi kekeringan dilakukan pemerintah dengan rencana menanam padi gogo di Jawa Tengah di lahan seluas 20-30 ribu hektare, di luar tanaman reguler pada bulan ini. Daerah yang menjadi sasaran penanaman adalah Kabupaten Seragen seluas 5.000 hektare dan Kabupaten Purbalingga seluas 6.000 hektare. Mengapa tidak ditanam juga tanaman pangan lain seperti jagung, sorgum, sagu, dan umbi-umbian untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat rakyat?

Produksi pangan yang terkonsentrasi pada padi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan dibutuhkan biaya sedikitnya Rp2,9 triliun untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan agar puso tidak terjadi.

Daerah yang akan mendapatkan hujan buatan adalah wilayah yang dinyatakan siaga darurat bencana kekeringan sebanyak 61 kabupaten di seluruh Indonesia, khususnya bagian selatan Indonesia yakni sepanjang Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur sampai Papua.

Apakah kekeringan tidak bisa dijadikan momentum untuk melakukan diversifikasi pangan selain padi,  karena ada beberapa tanaman yang mungkin  lebih tahan hidup dalam kondisi kering? Masalahnya, kebijakan pangan pokok yang terkonsentrasi pada beras membuat ketergantungan pada komoditas tersebut tetap tinggi.

Padahal selain beras, masyarakat Indonesia memiliki  banyak varian makanan pokok. Nusantara  memiliki 77 bahan tanaman berkarbohidrat yang bisa dikonsumsi  sebagai makanan pokok dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.  Mengapa varian pangan yang banyak ini tidak banyak dikenal masyarakat?

Dari 77 varian tanaman pangan itu, masyarakat Nusantara hanya mengenal beberapa di antararanya seperti jagung, umbi-umbian, sagu, pisang, dan sorgum yang sudah dikonsumsi sebagai pangan pokok utama dari generasi ke generasi sebelum padi yang dikenal belakangan.  Bukankah lebih bijak bagi pemerintah jika melakukan diversifikasi  bahan makanan pokok selain beras?

Ada bahayanya jika kebijakan pangan pemerintah terkonsentrasi pada padi saja. Pasalnya, hanya 5 persen  dari produksi global yang diperdagangkan di pasar internasional. Kondisi ini menyebabkan harga beras rentan bergejolak. Apalagi saat kekeringan seperti saat ini, negara eksportir beras bisa memainkan harga seenaknya di tengah kebutuhan beras yang tinggi di Tanah Air. Apakah pemerintah sudah mengantisipasi hal ini? (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…