Residivis Korupsi

 

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Pemahaman tentang residivis adalah seseorang yang pernah dihukum tetapi mengulangi lagi perbuatan serupa. Konotasinya seorang residivis adalah tidak berniat memperbaiki perbuatannya dan cenderung bertindak kriminal yang sifatnya pengulangan. Persepsian residivis korupsi muncul setelah terjadinya OTT KPK terhadap Bupati Kudus M. Tamzil dengan dugaan kasus jual beli jabatan. Padahal, kasusnya tidak berselang lama rentang penahanan selama 22 bulan dengan kasus korupsi sarana dan prasarana pendidikan di Kudus periode 2004-2005. Sayangnya, kasus ini tidak membuat efek jera karena pasca keluar dari lapas akhirnya M. Tamzil masih mendapat kepercayaan dari parpol untuk di usung bertarung dalam pilkada serentak dan hebatnya lagi bisa mengalahkan kandidat yang lain dan memenangi 42,51 persen suara.

Yang justru menjadi pertanyaan apakah salah jika M. Tamzil menang di pilkada? Tentu tidak karena semua proseduralnya telah dilewati dan lolos, misalnya restu dari parpol untuk mengusungnya di pilkada serentak dan mendapat amanah dengan bukti suara sah yang diperolehnya. Padahal, rentang waktu otda justru semakin banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Bahkan, Mendagri Tjahjo Kumolo telah berulang kali juga mengingatkan agar kepala daerah tidak bermain-main dengan jabatannya untuk sekedar korupsi agar balik modal. Argumen yang mendasari karena taruhannya adalah OTT dari KPK dan faktanya memang ada banyak kepala daerah terjerat OTT oleh KPK. Sayang, ini tidak menimbulkan efek jera sehingga wacana hukuman mati terhadap koruptor juga layak untuk dipertimbangkan.

Bagaimanapun juga, praktik jual beli jabatan tentu mengabaikan teoritis tentang praktek pengembangan kualitas SDM. Alasannya karena jual beli jabatan secara tidak langsung pasti mengabaikan kompetensi dari ASN yang menduduki jabatan tertentu. Imbasnya tentu kualitas layanan tidak akan maksimal sementara di sisi lain akan muncul ancaman tuntutan upeti demi mengembalikan uang untuk jual beli jabatan tersebut. Fakta inilah yang akhirnya menimbulkan dikotomi antara pos jabaan basah dan kering di berbagai daerah. Jadi, ketika kompetensi diabaikan dan proses promosi serta pengisian jabatan mengacu besaran nominal yang harus disetor maka praktek upeti dan korupsi hanyalah menunggu waktu saja. Apakah lelang jabatan juga mengarah ke jual beli jabatan?

Persoalan tentang efek jera dan fenomena korupsi dari hulu ke hilir tidak bisa direduksi jika peradilan dan penegakan hukum tidak serius menuntaskannya. Betapa tidak, data ICW menegaskan rata-rata vonis terhadap koruptor hanya 2 tahun semetara kerugian dari korupsinya bisa miliaran atau triliunan. Selain itu, pasca keluar juga dapat bertarung di pilkada karena hak politiknya tidak dicabut. Jika sudah demikian maka runyam sudah harapan dari pendewasaan berdemokrasi karena tidak ada upaya serius dan komitmen dari semua pihak. Bahkan publik juga masih antusias menerimanya. Artinya stigma bagi koruptor masih dipersepsikan positif di benak publik. Jadi, wajar jika kemudian mereka masih bisa tersenyum di media, bahkan melambaikan salam metal seolah tanpa salah.

Belajar bijak dari kasus M. Tamzil maka seharusnya para petarung di pilkada serentak September 2020 harus lebih berhati-hati. Setidaknya KPUD juga harus mensortir para mantan napi koruptor agar kasus di Kudus tidak berulang di daerah lain. Selain itu, dari publik juga harus kian sadar untuk menolak dan atau tidak memilih para mantan napi koruptor jika masih berani bertarung di pilkada. Yang justru menjadi pertanyaan yaitu apakah publik tidak tergiur dengan politik uang yang mungkin akan dilakukan mereka? Padahal pada September 2020 akan ada 270 pilkada serentak yang tentunya berpotensi melahirkan politik uang.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…