Tantangan Periode Kedua

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Putusan MK telah memenangkan Jokowi - Ma’ruf dan tentu ada implikasi makro dibalik putusan MK, tidak saja imbasnya terhadap aspek ekonomi, tapi juga sosial politik. Oleh karena itu, beralasan jika kedua kubu diharapkan bisa menerima putusan MK dan tentu secepatnya terjalin rekonsiliasi nasional. Pertemuan Jokowi – Prabowo di MRT berbalut rekonsiliasi dan juga pertemuan Megawati – Prabowo bertajuk politik nasi goreng  harus menjadi cambuk rekonsiliasi nasional. Kedua kubu harus mampu meredam akar rumput agar tidak terjadi gesekan yang lebih panas dan berimbas terhadap kinerja perekonomian secara makro. Padahal, tantangan ekonomi ke depan semakin kompleks.

Belajar bijak dari pilpres 2019, maka ke depan hajatan pesta demokrasi yang diharapkan bisa menciptakan suksesi kepemimpinan harus benar-benar dilaksanakan luberjurdil agar tidak ada salah satu pihak yang dikebiri dan merasa dicurangi. Argumen yang tidak bisa diabaikan adalah imbas secara makro sehingga menguras banyak energi. Padahal, tantangan perekonomian ke depan semakin pelik, tidak hanya menyangkut persoalan internal - domestik - dalam negeri, tapi juga persoalan eksternal - luar negeri. Setidaknya  kasus sengketa dagang AS-Tiongkok adalah buktinya, belum lagi konflik internal yang terjadi di kawasan Asean, termasuk juga perseteruan AS – Korut terkait nuklir yang kini masih belum tuntas dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang menekan neraca perdagangan.

Jaminan

Defisit perdagangan AS pada tahun 2018 sebesar US$ 878 miliar atau setara Rp.12.300 triliun dengan semua mitra. Nilai ekspor Indonesia ke AS tahun 2018 US$ 20,87 miliar sedangkan impor Indonesia dari AS hanya US$ 2,23 miliar yang berarti AS mengalami defisit US$ 12,64 miliar atau setara Rp. 177 triliiun. Defisit AS terbesar adalah dengan Tiongkok US$ 419,2 miliar, Uni Eropa US$ 169.3 miliar, Meksiko US$ 81,5 miliar,  Jerman US$ 68,3 miliar, Jepang  US$ 67,6 miliar, Malaysia US$ 26,5 miliar,  India US$21,3 miliar, Kanada US$19,8 miliar,  Thailand US$19,3 miliar, Swiss US$18,9 miliar, Korsel US$ 17,9 miliar, Taiwan US$ 15,5 miliar, Rusia US$ 14,1 miliar dan Indonesia US$ 12,6 miliar. Jadi, putusan MK dan rekonsiliasi nasional sangatlah penting untuk memacu kinerja ekonomi – sosial – politik, terutama jaminan iklim sospol.

Memang tidak mudah untuk menjamin terlaksananya pesta demokrasi secara luberjurdil terutama dikaitkan dengan bayang-bayang era orba. Meskipun demikian, bukan tidak mungkin bahwa penyelenggaraan pesta demokrasi bisa dilaksanakan dengan sistematis mengacu perundangan yang ada sehingga benar-benar luberjurdil. Paling tidak, kisruh DPT harus menjadi pembelajaran karena muara dari suksesnya pesta demokrasi pada dasarnya tidak bisa terlepas dari tertib administrasi kependudukan.

Padahal, kisruh DPT seolah terus berulang dari serangkaian pesta demokrasi yang terjadi pasca era orba. Oleh karena itu, ketika KTP sekarang hanya dimiliki oleh satu orang, bukan seperti di jaman dulu ketika seseorang bisa memiliki lebih dari 1 KTP maka semestinya model E-KTP bisa memberikan jaminan administrasi kependudukan secara lebih tertib.

Ironisnya, E-KTP yang juga diwarnai dengan kasus mega skandal korupsi, termasuk juga melibatkan SN yang kemudian berulah dengan plesiran kemarin, harusnya mampu memberikan kepastian jaminan tertib administrasi kependudukan yang kemudian dapat menjadi jaminan terhadap DPT. Artinya, jika input datanya benar dan juga benar data yang diinput maka seharusnya tidak ada lagi kisruh DPT ganda, DPT siluman dan atau apapun namanya. Jadi, pasca putusan MK, maka semua daerah, termasuk di kabupaten – kota dan kecamatan serta level kelurahan disertai pendataan di RT – RW harus cermat agar tidak ada lagi celah manipulasi data kependudukan sehingga mengancam terhadap legalitas DPT yang menjadi acuan pengeluaran surat suara untuk pesta demokrasi pada 5 tahun mendatang. Andai 5 tahun masih ada lagi dalih kecurangan berdasar DPT maka ini justru menjadi bukti kebodohan kita dalam mengatur manajemen kependudukan. Jadi, agenda 270 pilkada serentak pada September 2020 harus bersih dari kisruh DPT.

Kembali ke muasal urgensi putusan MK, bahwa sejatinya MK menjadi garda terakhir dari legalitas hasil pilpres. Oleh karenanya, kedua kubu, baik 01 atau 02 harus legowo menerima putusan MK. Terkait ini beralasan jika kemudian pemerintah juga mengawasi medsos karena kekhawatiran sebaran hoak selama pesta demokrasi yang rentan memicu konflik. Artinya, iklim sospol dalam negeri cenderung terus memanas dan tentunya ini berdampak sistemik terhadap investasi dan keperilakuan sikap investor dari wait and see berubah menjadi wait and worry karena ketidakpastian iklim sospol dan konfliknya tidak berujung kepastian.

Kontinu

Tidak bisa dipungkiri bahwa berlarutnya pesta demokrasi akibat tudingan adanya pola kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif menjadi ancaman terhadap hajatan di pesta demokrasi. Padahal, suksesi kepemimpinan tercipta melalui pelaksanaan pesta demokrasi secara luberjurdil. Jadi ketika tidak luberjurdil maka secara tidak langsung ini mengancam terhadap pendewasaan kehidupan berdemokrasi.

Sejatinya, demokrasi tidak bisa terlepas dari tantangan makro, termasuk ancaman kecurangan demi memuluskan kekuasaan. Oleh karena itu, tidak ada demokrasi yang abadi jika terbangun dari model kecurangan dan sejatinya kecurangan biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mempertahankan kekuasaannya (petahana) dan juga pihak yang ingin menang berkuasa di periode pemerintahan kedepannya (penantang). Pasca MK maka rekonsiliasi melalui pertemuan Jokowi - Prabowo - Megawati harus menjadi spirit bagi kebangkitan bersama

Belajar bijak dari sengketa pilpres dan putusan MK maka ke depan semua pihak harus mengontrol pelaksanaan pesta demokrasi dari awal sampai akhir, termasuk juga legalitas pendataan tertib administrasi sebagai syarat DPT. Andai ini dapat dilakukan sistematis - berkelanjutan maka ke depan pelaksanaan pesta demokrasi bisa berjalan mulus tanpa ada gangguan dan tudingan kecurangan.

Artinya ini menjadi tantangan kita semua untuk bisa menjalankan pesta demokrasi menjadi lebih baik dan putusan MK harus dihormati agar tidak ada lagi dusta demokrasi dan pada akhirnya harus juga secepatnya melakukan rekonsiliasi nasional yang kemudian langsung tancap gas pol memacu perbaikan kinerja perekonomian nasional. Jadi, ini tantangan di periode kedua pemerintahan Jokowi.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…