IMF : Stabilitas MakroEkonomi RI Terjaga Baik

Jakarta-Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan Article IV Consultation 2019 menilai, perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan stabilitas makroekonomi yang terjaga. IMF menilai bahwa kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan otoritas terkait telah berhasil memitigasi dampak tekanan eksternal yang terjadi sejak awal 2018.

NERACA

Dewan Direktur IMF menyambut baik fokus bauran kebijakan yang ditujukan untuk mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, safeguarding buffers, serta mengatasi kerentanan. Dewan Direktur IMF juga menilai positif upaya otoritas moneter Indonesia dalam menjaga penyangga fiskal dan memperbaiki kualitas pengeluaran anggaran.

Dewan Direktur IMF turut mengapresiasi upaya perbaikan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, serta reformasi di sektor pendidikan dan kesehatan. Ke depan, IMF menilai prospek perekonomian Indonesia tetap menjanjikan, meski juga menekankan perlunya menjaga kewaspadaan terhadap risiko khususnya dari eksternal yang masih mengemuka.

IMF juga menekankan pentingnya melanjutkan reformasi struktural, khususnya yang terkait dengan implementasi strategi penerimaan jangka menengah panjang dan pendalaman pasar keuangan.

Menanggapi hal itu, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/8), mengemukakan capaian positif perekonomian Indonesia selama 2018 hingga semester I-2019 tidak terlepas dari sinergi kebijakan dan komitmen Bank Indonesia, pemerintah, dan otoritas terkait dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Bank Indonesia senantiasa mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sementara itu, Pemerintah terus melanjutkan upaya reformasi perpajakan dan meningkatkan kualitas pengeluaran anggaran terutama untuk proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Pemerintah dan Bank Indonesia juga akan terus melanjutkan upaya reformasi struktural untuk memperbaiki iklim investasi, perbaikan infrastruktur, dan pendalaman pasar keuangan.

Sebagai informasi, IMF memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dan di 2020 mendatang. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya sebesar 3,2% lebih rendah dari prediksi April lalu yang sebesar 3,3% dan 2020 mencapai 3,5% atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,6%.

Adapun penyebab turunnya prediksi pertumbuhan ekonomi global disebabkan oleh perang dagang AS-China. Direktur IMF Christine Lagarde mengatakan  perang dagang yang kembali memanas antara Amerika Serikat (AS) dengan China akan menjadi ancaman utama bagi ekonomi global.

Ketegangan perdagangan yang terjadi antara kedua negara tersebut akan berimbas pada perekonomian negara-negara lain di dunia. "Jelas ini akan jadi ancaman bagi ekonomi dunia," ujarnya di Paris seperti dilansir dari laman Reuters, beberapa waktu lalu.

Sebelumya, Presiden AS Donald Trump mengagetkan pasal global dengan mengancam akan menaikkan tarif bea impor terhadap produk China sebanyak 25% dari semula 10%. Trump menyatakan ancamannya ini melalui akun twitter pribadinya.

Bukan hanya IMF saja, bahkan Menteri Ekonomi Prancis Bruno Le Maire juga memperingatkan akan dampak dari perang dagang yang terjadi antara dua ekonomi terbesar dunia ini. Selain itu, Le Maire juga meminta agar AS dan China untuk tidak mengambil keputusan buruk yang dapat mengancam serta merusak pertumbuhan ekonomi global dalam beberapa bulan mendatang. "Menaikkan tarif ini merupakan jalan terakhir yang harusnya diambil. Namun ini juga menjadi keputusan yang begitu negatif untuk perkembangan ekonomi di seluruh dunia, bahkan juga di Eropa," ujarnya.

Sebelum ketegangan ini mencuat, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyatakan jika perundingan antara AS dan China telah 90% menuju sepakat.  Namun sayang, kesepakatan final ini harus tertunda karena menurut AS, China telah mengingkari beberapa komitmen penting yang telah mereka buat selama berbulan-bulan ini.

Potensi Uang Digital

Pada bagian lain, IMF dalam studi terbarunya menemukan potensi hilangnya uang tunai dengan produk digital (cryptocurrency) di masa depan. Salah satu yang terimbas ada pada dana simpanan di bank.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobias Adrian dan Tommaso Mancini-Griffoli ini dirangkum dalam dokumen The Fintech Note berjudul The Rise of Digital Money dan dipublikasikan baru-baru ini. Isinya, memperlihatkan betapa ketatnya persaingan perusahaan teknologi dengan perbankan dan perusahaan kartu kredit.

Mengutip Coindesk (17/7), sang penulis menyebutkan format uang digital semakin diminati oleh konsumen dan pembuat kebijakan. "Uang konvensional bersaing ketat dengan uang elektronik, di mana uang tunai bisa disimpan dalam uang digital ini dengan nilai kurs yang disesuaikan," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Demi menjaga eksistensi, perbankan disarankan untuk berinovasi dan menawarkan keunggulan yang tidak dimiliki uang elektronik dan uang digital. Meski begitu, format uang elektronik masih dipertanyakan stabilitasnya. "Memang mempermudah transaksi, namun jika pelanggan menyimpan 10 euro, dia juga harus mendapat 10 euro di masa depan," menurut peneliti.

Menurut hasil penelitian itu, peran bank sentral sebagai pengendali terbentuknya uang elektronik masa depan sangat dibutuhkan. Tujuannya agar persaingan bisnis di lapangan tetap sehat. "Salah satu solusinya adalah menawarkan akses penyedia uang elektronik baru terpilih ke cadangan bank sentral, meskipun dalam kondisi yang ketat. Melakukan hal itu menimbulkan risiko, tetapi juga memiliki berbagai keuntungan."

Makalah ini juga mengusulkan solusi yang berbeda, yaitu synthetic CBDC (sCBDC), di mana bank sentral akan menawarkan layanan penyelesaian kepada penyedia uang elektronik, termasuk akses ke cadangan bank sentral. Namun, semua fungsi lain akan menjadi tanggung jawab penyedia uang elektronik swasta berdasarkan peraturan.

sCBDC akan menjadi model yang lebih murah dan sedikit beresiko. Dengan konsep ini, sektor swasta masih memungkinkan untuk berinovasi dan berinteraksi dengan pelanggan. Sementara bank sentral memberikan rasa kepercayaan dan efisiensi pada pelanggan secara bersamaan.

"Tidak kalah pentingnya, bank-bank sentral di beberapa negara dapat bermitra dengan penyedia uang elektronik untuk secara efektif menyediakan mata uang digital bank sentral (CBDC) atau versi digital dari uang tunai," saran peneliti. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…