Pemerintah Diminta Perluas Insentif Pajak Bagi Industri

NERACA

Jakarta – Insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk mendorong investasi dan inovasi dinilai sudah tepat, namun cakupan industri yang mendapatkan insentif masih perlu diperluas sesuai kebutuhan industri dan masyarakat.

"Saat ini, kelompok industri yang bisa mendapatkan insentif belum  mengakomodasi beragam industri inovatif yang berkembang pesat. Untuk itu, perlu perluasan insentif perpajakan yang dapat mendorong investasi dan membantu pertumbuhan ekonomi sesuai dengan sasaran pemerintah," kata peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani disalin dari Antara.

Aviliani mengungkapkan kebijakan insentif perpajakan seperti tax allowance, tax holiday, atau aturan super deductible tax yang sudah dan akan dikeluarkan pemerintah diharapkan mampu mendorong industri melakukan investasi dan litbang untuk menciptakan produk-produk yang inovatif, menuju industri 4.0.

Menurutnya, insentif pajak yang diberikan saat ini baru terbatas pada beberapa industri yang masuk dalam kategori industri pionir. Padahal, masih ada ruang untuk memperluas definisi industri pionir agar dapat mencakup produk-produk inovasi lain yang diyakini berdampak positif terhadap masyarakat serta berorientasi pada ekspor dan pengurangan impor.

Ia pun menuturkan, berbagai industri yang harusnya mendapat insentif fiskal, misalnya mobil listrik dan energi terbarukan seperti biofuel dan tenaga matahari. “Ada juga produk alternatif pengganti plastik sekali pakai, makanan atau minuman sehat yang rendah gula, hingga produk-produk inovasi dari industri tembakau yang semua itu bisa berdampak lebih positif terhadap lingkungan dan masyarakat," ujarnya.

Aviliani juga menyoroti insentif yang diberikan oleh pemerintah saat ini hanya fokus pada pengurangan pajak penghasilan. Banyak bentuk insentif lain yang dapat diberikan oleh pemerintah, mulai dari pengurangan tarif PPN, cukai, hingga penerapan regulasi nonfiskal yang dapat mendukung industri untuk tidak hanya tumbuh namun berkembang.

Apalagi, saat ini Indonesia telah mendapat investment grade dari berbagai lembaga pemeringkat dunia, mulai dari Moody’s, S&P, Japan Credit Rating (JCR), Fitch, hingga Rating and Investment Information Inc. Sehingga, peluang untuk menarik investasi masuk ke dalam negeri sangat besar.

Begitu juga dengan tren suku bunga perbankan yang saat ini cenderung menurun dapat menjadi sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha di berbagai industri dalam melakukan investasi.

Dengan berkembangnya produk-produk dari industri inovatif tersebut, negara dapat merasakan manfaatnya di masa datang, berupa pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara, sehingga wajar apabila insentif pajak industri pioner diperluas dan mencakup industri inovatif.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GPMMI) Adhi Lukman meminta pemerintah memperjelas aturan mengenai insentif pajak super deductible tax perihal vokasi, inovasi, pengembangan, dan penelitian. "Harus diperjelas, kalau kita investasi ini, kita dapat ini, investasi itu kita dapat ini. Itu clear tidak perlu kita mengajukan lagi, mengkaji lagi," ujar Adhi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani regulasi mengenai super deductible tax atau insentif pajak bagi pengembangan vokasi dan inovasi. Regulasi tersebut dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Tahun Berjalan. Ada beberapa poin yang diberikan insentif yang diberikan dalam aturan ini.

Dalam pasal 29B, Wajib Pajak Badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Kemudian dalam pasal 29C, menyatakan Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Adhi meminta kejelasan perihal pemberian insentif pajak 200 hingga 300 persen yang bisa didapatkan pengusaha apabila ikut dalam program vokasi dan penelitian. Hingga saat ini kalangan pengusaha masih belum mengetahui batasan penerimaan insentif pajak yang bisa diperoleh apabila mengikuti program tersebut.

 

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…