Kebutuhan Pokok - Kebutuhan Pokok Pemerintah Fokus Tingkatkan Kualitas dan Penyerapan Garam Lokal

NERACA

Jakarta – Pemerintah terus mendorong perbaikan kualitas garam produksi dalam negeri agar dapat meningkatkan nilai tambah guna menjaga fluktuasi harga di tingkat petani. Oleh karenanya, salah satu upaya yang akan dilakukan adalah mengklasifikasikan garam sebagai komoditas penting.

“Jadi, kalau kita masukkan garam ke barang penting, kita bisa tentukan harga eceran terendah,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, disalin dari keterangan resmi.

Menperin menyebutkan, peningkatan kualitas produksi garam lokal bakal ditopang melalui perbaikan infrastruktur dari dan menuju lokasi tambak garam. Hal ini untuk mempercepat laju distribusi. Contohnya, pembenahan jalan dari kawasan tambak ke jalur transportasi utama. “Aksesibilitas dari area tambak ke jalur utama mesti diperhatikan. Jadi, infrastruktur petani garam perlu diperbaiki," tuturnya.

Airlangga pun mengungkapkan, tidak ada rembesan garam impor ke pasaran. Sebab, garam yang diimpor oleh produsen adalah untuk diolah dan dijadikan bahan baku untuk produk tertentu yang bernilai tambah tinggi. “Produk jadinya itu antara lain alkali, PVC, hingga infus,” ungkapnya.

Harga garam industri juga jauh lebih mahal ketimbang garam produksi rakyat, sehingga tidak ada alasan bagi importir untuk menjual garam industri ke pasar. “Harga garam industri kan jauh lebih mahal. Jadi, importir atau perusahaan yang menggunakan garam untuk kebutuhan industri tidak ada insentifnya untuk jual ke pasar," tandasnya.

Airlangga menuturkan, pemerintah fokus untuk terus memacu kualitas garam rakyat. Pasalnya, industri memang membutuhkan garam berkualitas tinggi, terutama untuk industri berorientasi ekspor.

Kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97 persen. Namun, masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.

Standar kualitas tersebut yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl 99,9 persen.

“Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional,” jelasnya. Hingga saat ini, garam yang mendekati kualitas tinggi sudah mulai banyak terserap oleh industri.

“Sekarang kira-kira industri sudah menyerap garam dari masyarakat sekitar satu juta ton," ujarnya. Airlangga menegaskan, pihaknya saat ini mendorong peningkatan kualitas garam lokal dan penyerapan pasokan yang tersedia terlebih dahulu.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, garam merupakan salah satu bahan baku pokok yang dibutuhkan bagi sebagian sektor industri di dalam negeri untuk menunjang keberlanjutan produksinya.

“Garam adalah komoditas strategis yang dapat mendukung rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah sejumlah industri di dalam negeri. Jadi, sama pentingnya dengan bahan baku lainnya seperti baja dan produk petrokimia,” paparnya.

Sigit mengemukakan, sektor manufaktur yang mengkonsumsi garam industri ini dinilai berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap banyak tenaga kerja sehingga perlu dijaga ketersediaan bahan bakunya.

Contohnya, industri Chlor Alkali Plant (CAP) yang meliputi produsen kertas dan petrokimia. Potensi bagi Indonesia, sektor ini mencapai 13 perusahaan dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 17 ribu orang, total nilai ekspor menembus hingga USD6,7 miliar, dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp104 triliun.

Selain itu, industri aneka pangan yang berjumlah 410 perusahaan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 877 ribu orang dengan sumbangsih terhadap nilai ekspor USD27,4 miliar dan ke PDB sebesar Rp936 triliun. Berikutnya, industri tekstil mencapai 1.798 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang, serta berkontribusi terhadap ekspor USD4,3 miliar dan ke PDB sebesar Rp166 triliun.

Di industri farmasi, terdapat 206 perusahaan dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 50 ribu orang serta capaian ekspornya menembus USD0,55 miliar dan ke PDB hingga Rp238 triliun.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…