Harusnya Bercermin ke Kota Besar Dunia

Sudah menjadi rahasia umum bahwa gas buangan kendaraan bermotor merupakan penyumbang polusi udara terbesar, yang membuat kondisi udara di Jakarta kian parah. Pertengahan tahun ini, Jakarta memperoleh predikat kota dengan polusi udara terburuk di dunia berdasarkan aplikasi pemantau kualitas udara AirVisual. Nilai kualitas udara (AQI) Jakarta tercatat menyentuh angka 240 atau masuk kategori sangat tidak sehat.

AirVisual mendapat angka tersebut dari tujuh alat pengukur kualitas udara yang tersebar di Jakarta. Nilai AQI ditetapkan berdasarkan enam jenis polutan utama, yaitu materi partikulat (PM) 2,5 dan PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida hingga ozon permukaan tanah.

PM 2,5 yang dikeluarkan knalpot kendaraan dapat terhirup masuk ke jaringan paru-paru dan meracuni darah, sehingga menyebabkan penyakit kardiovaskular. Adapun nitrogen dioksida dapat memicu radang paru-paru dan infeksi.

Merujuk laporan World Air Quality Report 2018, konsentrasi rata-rata tahunan PM 2,5 di Jakarta mencapai 45,3 mikrogram per meter kubik. Konsentrasi materi partikulat itu empat kali lipat dari batas aman menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 10 mikrogram per meter kubik.

WHO menyebutkan polusi udara merupakan penyebab kematian dengan angka yang mengkhawatirkan—membunuh lebih dari tujuh juta orang di seluruh dunia setiap tahun—dan menjadi masalah serius bagi daerah perkotaan, di antaranya New Delhi di India, Beijing di China, Dubai di Arab Saudi hingga Jakarta di Indonesia.

Bercermin dari data, agaknya membuat beberapa pihak termasuk pengamat lingkungan hingga Pemprov DKI Jakarta untuk mengintip beberapa langkah yang telah dilakukan beberapa kota besar di dunia yang juga tengah berusaha mengatasi pekatnya udara yang mencemari langit Tanah Betawi ini.

Pengamat lingkungan perkotaan sekaligus Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin, mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus meniru manajemen pengendalian udara Beijing di China dalam mengatasi persoalan polusi udara. "Kenapa Beijing? Karena (polusi udara) kota itu complicated seperti Jakarta," kata Ahmad Safrudin di Jakarta, Rabu (24/7).

Beijing merupakan salah satu kota di China yang dituntut untuk mengurangi polusi hingga 25 persen sebagai salah satu upaya China untuk memerangi pencemaran udara negara, melalui pidato Perdana Menteri Li Keqiang di Kongres Nasional Rakyat China, 2014 silam.

Ibu kota negeri tirai bambu itu menerapkan sejumlah strategi optimalisasi infrastruktur energi, kontrol emisi kendaraan bermotor hingga pengendalian polusi batu bara.

Pada September 2016, kota itu membangun "Menara Bebas Asap" setinggi tujuh meter di Taman 751 D. Bangunan itu diklaim dapat menyerap polusi udara seluas lapangan bola dengan teknologi listrik statis.

Setelah dua dekade berselang, tepatnya tahun 2017, konsentrasi partikulat udara PM 2,5 turun sebesar 35 persen, PM 10 turun 55 persen, sulfur dioksida turun 83 persen, nitrogen oksida turun 43 persen dan senyawa organik yang mudah menguap turun 42 persen.

Pada 2018, tingkat partikulat di Beijing turun hingga 35 persen disusul dengan kota-kota besar lainnya di China. Seperti Shijiazhuang yang turun 39 persen dan di Baoding yang disebut sebagai kota paling berpolusi pada 2015, juga mengalami penuruban partikulat sebesar 38 persen.

Manajemen kualitas udara itu didukung penegakan hukum lingkungan yang ketat. Meskipun beberapa ilmuwan lingkungan menilai udara di Beijing masih tidak sehat karena belum sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), namun upaya pemerintahan kota tersebut dapat menjadi acuan bagi Jakarta.

Singapura juga menjadi salah satu kota dan negara yang memiliki manajemen dan gagasan untuk menekan pencemaran udara yang bisa ditiru serta diaplikasikan pada Jakarta.

Anggota DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, mengusulkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meniru Singapura tentang penanganan masalah polusi udara melalui kebijakan batas penggunaan dan pajak kendaraan bermotor. "Tirulah paling tidak Singapura. Beli mobil hanya untuk 10 tahun. Di Jakarta masih ada orang-orang yang punya mobil sudah umur 60 tahun," kata dia, di Kantor DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Warga Singapura, lanjut dia, hanya diperbolehkan menggunakan mobil dengan usia maksimal 10 tahun. Jika usia kendaraan sudah lebih dari 10 tahun dan masih ingin memakainya, warga Singapura harus membayar kembali pajak itu.

Pemerintah Singapura melalui kebijakan bertajuk "pajak karbon" ini, akan membantu membiayai pengukuran yang dilakukan industri untuk menekan emisi, serta menjadi langkah agresif untuk menurunkan gas rumah kaca.

Selain menerapkan pajak karbon, inovasi lain yang dilakukan Singapura adalah dengan membuat "taman bergerak" dan menghijaukan tempat-tempat publik seperti halte bus.

GWS Living Art, sebuah perusahaan spesialis di bidang struktur hijau, memasang atap hijau pada 10 bus pada Mei 2019.

Berdasarkan penelitian dari Michigan State University, atap hijau sangat baik dalam membantu 'mendinginkan' bangunan, mengurangi risiko banjir, memangkas emisi gas buang dan menyediakan ruang yang cukup bagi alam untuk 'berkendara'.

Kampanye bus ini merupakan bagian dari inisiatif hijau lainnya di Singapura, seperti Green Mark Scheme yang akan memanfaatkan 80 persen bangunan pada 2030, dan Gardens by the Bay.

Selain bus, haltenya pun juga tak luput untuk ditanami tanam-tanaman guna menggantikan tanaman hijau yang hilang karena pembangunan perkotaan dan untuk menghijaukan ruang-ruang kota yang kurang dimanfaatkan.

Hal ini diharapkan dapat membantu mengurangi suhu, memurnikan udara di sekitar halte bus, mengurangi resiko banjir bandang dengan menyerap air hujam yang tidak terserap tanah (stormwater), serta mengembalikan sejumlah spesies yang mulai menurun seperti lebah, kupu-kupu dan burung. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…