Jakarta, Kota Paling Tercemar di Dunia

Terkait dengan polusi udara di ibu kota yang terus berubah-ubah dan memprihatinkan, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengatakan bahwa Jakarta pernah dinobatkan sebagai kota dengan pencemaran udara tertinggi ketiga dunia setelah Meksiko dan Bangkok pada tahun 1994 hingga 1995.

Namun, setahun belakangan kondisi ibu kota malah memburuk dengan makin seringnya Jakarta menyandang gelar sebagai kota paling tercemar di dunia. Akibat kualitas udara tersebut, muncul berbagai ancaman di sektor kesehatan mulai dari ISPA, iritasi mata dan kulit, alergi jantung koroner, kanker, gangguan fungsi ginjal, hingga kematian dini.

Direktur KPBB Ahmad Safrudin meminta pemerintah menerapkan standar baku mutu kualitas udara sebagaimana yang diterapkan oleh World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia. "Setidaknya setara dengan standar kesehatan yang diterapkan WHO," katanya.

Selama ini, Pemerintah dinilai masih memaksakan diri untuk menggunakan indeks standar pencemar udara (ISPU) yang sudah out of date atau tertinggal dari perkembangan zaman yang merupakan produk SK Menteri Lingkungan Hidup pada tahun 1972.

Dalam mengukur kualitas udara, masyarakat sipil menggunakan acuan US AQI sehingga terdapat perbedaan dalam mengukur kualitas udara dengan pemerintah.

Ketika menggunakan acuan US AQI, hasil analisis pencemaran udara untuk parameter PM2.5 dengan konsentrasi 0 s.d. 10 ug/m3 termasuk kategori sedang, dan 36 s.d. 55 ug/m3 masuk dalam kategori tidak sehat untuk kalangan tertentu.

Mulai 56 hingga 65 ug/m3 adalah kategori tidak sehat, 66 s.d. 100 ug/m3 kategori sangat tidak sehat, dan 100 ug/m3 ke atas masuk dalam kategori berbahaya. Sementara itu, acuan ISPU hasil analisis lebih longgar.

Konsentrasi PM2.5 rentang 0 s.d. 65 ug/m3 adalah kategori baik, 66 s.d. 100 ug/m3 termasuk kategori sedang. Selanjutnya, 101 s.d. 150 ug/m3 masuk dalam kategori tidak sehat, 151 s.d. 200 ug/m3 kategori sangat tidak sehat, dan 200 ug/m3 ke atas termasuk kategori berbahaya. "Pemerintah pusat dan Pemerintah DKI Jakarta harus mengikuti teknologi terkini," kata dia.

Meskipun kualitas udara di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat, data itu dapat terus berubah-ubah. Terkait dengan hal itu, setidaknya terdapat lima aspek yang bisa dilakukan pemerintah untuk terus memperbaikinya dalam jangka panjang.

Pertama, Pemerintah harus mulai menggunakan energi bersih, yaitu BBM dengan jenis kualitas baik atau minim timbal, contohnya pertamax dan pertamax turbo serta bahan bakar gas (BBG). Penggunaan BBM dengan kualitas baik atau minim timbal akan membantu dalam mengurangi emisi kendaraan di Ibu Kota.

Kedua, Pemerintah didorong menggunakan kendaraan teknologi bersih, seperi bus Euro 4 dengan emisi rendah. "Emisi moda transportasi Euro 4 ialah 10 persen lebih rendah sehingga bagus untuk menekan polusi udara di Jakarta," ujarnya.

Selanjutnya, memaksimalkan tata guna lahan dan manajemen transportasi. Pada aspek ini pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memperbanyak RTH.

Minimal, Jakarta memiliki 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH pribadi atau pekarangan rumah masyarakat. Sementara ini, hanya ada 7 persen RTH publik dan 9 persen RTH privat. "Jadi, kita masih butuh 14 persen RTH lagi di Jakarta untuk membantu menyerap emisi atau polusi udara," katanya.

RTH berperan penting membantu menyerap emisi hasil kendaraan maupun industri sehingga saat hujan turun dapat meluruhkannya ke tanah.

Selain itu, Pemerintah perlu segera menyetarakan standar baku mutu kualitas udara sebagaimana yang diterapkan oleh WHO. Pasalnya, saat ini Indonesia masih memaksakan penggunaan ISPU yang telah tertinggal dari perkembangan zaman. (ant)

Terakhir, Pemerintah harus komitmen dalam penegakan hukum, terutama terhadap pabrik atau industri yang mencemari udara di Ibu Kota. Jika perlu, hal itu diterapkan hingga di tingkat RT/RW yang telah diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. "Kita masih menemukan banyak masyarakat yang membakar sampah sembarangan sehingga menambah polusi udara. Hal ini harus ditindak," ujarnya.

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…