Ayo, Kurangi Polusi di Jakarta

Kualitas udara di Jakarta juga dilaporkan oleh data situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan nilai indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) di kisaran angka 65-114. Semakin tinggi angkanya, maka semakin tinggi tingkat polusi udara di wilayah tersebut.

 

NERACA

 

Berdasarkan data Air Quality Index (AQI), Sabtu (27/7/2019) sore, tingkat polusi udara di Jakarta berada di atas angka 105, dengan kandungan Particulate Matter (PM) 2,5 mencapai 37 mikrogram per meter kubik, yang menunjukkan bahwa kualitas udara di Ibu Kota termasuk kategori tidak sehat.

Dengan angka AQI menurut AirVisual tersebut, Jakarta menempati posisi ke-10 kota paling berpolusi di dunia, jauh di atas kota negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam yang secara berurutan menempati posisi 40, 41, dan 42.

Kualitas udara di Jakarta juga dilaporkan oleh data situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan nilai indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) di kisaran angka 65-114. Semakin tinggi angkanya, maka semakin tinggi tingkat polusi udara di wilayah tersebut.

Berdasarkan hasil kajian Dinas Lingkungan Hidup (LHK) DKI Jakarta, sekitar 75 persen sumber pencemaran di DKI Jakarta berasal dari transportasi darat. Upaya pengurangan polusi udara di Jakarta semakin sulit saat curah hujan rendah pada musim kemarau.

Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, salah satu solusi mengurangi polusi yakni dengan mengurangi penggunaan kendaraan dan menggunakan kendaraan dengan emisi rendah. Setidaknya itu dinilai tak menambah pekat kabut polusi di ibu kota.

Pemprov DKI Jakarta sedianya telah menghentikan operasional 59 unit Bus Kopaja yang terintegrasi dengan Transjakarta untuk dilakukan pengecekan secara menyeluruh terkait kondisinya.

Menurut dia, transportasi umum harus memberikan kenyamanan untuk penumpangnya. Armada harus standar karoseri yang ditetapkan. Pemerintah provinsi DKI Jakarta juga terus berupa untuk mempercepat pengintegrasian transportasi umum. Di samping terus mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum.

"Saya mengajak kepada semuanya untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Mari gunakan kendaraan umum. Kualitasnya sudah baik, ada MRT dan juga kendaraan-kendaraan umum lainnya" katanya.

Selain itu, mulai tahun 2020 pihaknya akan mewajibkan seluruh bengkel dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar di Jakarta memiliki alat uji emisi sehingga seluruh kendaraan bisa dimonitor emisi gas buangnya.

Langkah tersebut ditempuh sebagai respon atas menurunnya kualitas udara di ibukota yang terjadi belakangan ini. Sanksi yang disiapkan untuk pelanggar emisi adalah pajak kendaraan bermotor dinaikkan dan biaya parkir yang lebih mahal.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan Jakarta saat ini masih berada pada level Euro 2. Artinya, ambang batas emisi rata-rata kendaraan di Jakarta berada pada level 2,20 g/km untuk Karbon Monoksida (CO) dan 0,50 untuk Hidrokarbon (HC).

Pada 2030, akan mengarah pada standar emisi gas buang Euro 6. Artinya kadar sulfur atau belerangnya sudah 0 (nol). Euro 6 adalah standar gas buang kendaraan bermotor terbersih dengan penurunan kadar Nitrogen Oksida hingga 67 persen.

Ambang batas emisi yang diperbolehkan untuk standar Euro 6 adalah satu gram per kilometer untuk gas buang CO dan 0,10 untuk HC.

Andono Warih memberi sejumlah saran bagi warga ibu kota yang ingin menerapkan gaya hidup beremisi rendah. Tips itu diberikan guna mengajak masyarakat agar turut serta mengurangi kontribusinya terhadap polusi udara yang mencemari Jakarta.

Menurut Andono, kebiasaan berpindah tempat menggunakan kendaraan pribadi harus dikurangi apabila ingin udara Jakarta kembali bersih. "Kalau tujuannya jaraknya dekat, sebaiknya kita berjalan kaki. Apabila jaraknya panjang, sepanjang memungkinkan naik angkutan umum," terang Andono.

Walaupun demikian, apabila dua opsi itu tidak dapat dilakukan, ia mengajak agar para pengguna kendaraan pribadi untuk memakai bahan bakar rendah emisi. "Bagi pengguna kendaraan pribadi, pakai BBM (Bahan Bakar Minyak) yang bagus kualitasnya. Tentu lebih mahal, tetapi itu sumbangsih kita untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta," jelas Andono.

Menurut Andono, upaya memperbaiki kualitas udara di Jakarta bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. "Pada dasarnya, kita semua harus terpanggil berkontribusi memperbaiki kualitas udara," tambahnya.

 

Korbankan Pohon

 

Pakar tata kota Universitas Trisakti Jakarta Nirwono Joga mengingatkan jangan ada lagi penebangan pohon-pohon untuk penataan trotoar di Jakarta. "Ya, sistem membangunnya bagaimana? Penebangan pohon tidak boleh lagi. Harusnya malah banyak ditanami lagi," katanya, saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.

Ia mencontohkan penataan trotoar di kawasan Sudirman-Thamrin dan Kuningan Jakarta yang membuat ratusan pohon harus ditebang, dan jangan terulang lagi.

Nirwono mengatakan Jakarta sangat membutuhkan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai paru-paru kota yang bisa diupayakan dengan penanaman pohon-pohon di jalan.

Menurut dia, penataan kota tidak hanya melibatkan kepentingan manusia, melainkan harus memikirkan pula kepentingan habitat satwa liar yang hidup di alam.

Selama ini, diakui dia, pemerintah hanya memikirkan kepentingan manusia dalam menata kota, padahal masih banyak makhluk hidup dan satwa yang hidup di RTH. "Selama ini, dinas, Bappeda, membangun RTH kan konteksnya lebih fokus ke hubungan manusia, buat olahraga, buat rekreasi. Tak pernah berpikir RTH untuk perlindungan satwa liar," ujar Nirwono.

Akibatnya, kata dia, konsep RTH pun terkesan seadanya, contoh sederhana dalam pemilihan pohon yang ditanam sering kali tidak mempertimbangkan ekosistem satwa liar. "Stoknya (pohon) cuma itu, ya, ditanam begitu saja. Harusnya kan diseleksi, pohon apa yang menghasilkan biji, bunga, atau buah, yang disukai burung," katanya

Ia juga mencatat luasan RTH di Jakarta dari tahun ke tahun juga semakin menyempit, sementara Ibu Kota dihadapkan pada berbagai persoalan yang menyebabkan polusi udara.

Pada tahun 1965 luasan RTH di Jakarta mencapai 37,2 persen, lalu menyusut menjadi 25,85 persen pada 1985. Jumlahnya semakin berkurang drastis, tinggal sembilan persen pada tahun 2000. "Tahun ini, luasan RTH di Jakarta tercatat 9,98 persen. Bayangkan, selama hampir 20 tahun nambahnya enggak sampai satu persen," katanya. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…