Alih Fungsi Lahan Telan Satu Juta Hektar Sawah - HPP Tak Efektif Bantu Penyerapan Gabah dan Beras Petani

NERACA

Jakarta – Harga Patokan Pembelian (HPP) gabah ternyata tak efektif untuk membantu pengadaan beras dalam negeri jika tidak segera dinaikan. Pasalnya, harga beras di pasar jauh lebih tinggi dibanding dengan HPP. Akibatnya, produsen (petani) lebih memilih menjual beras dan gabahnya ke pasar ketimbang ke Bulog.

Sebenarnya, fungsi HPP memang untuk mengamankan harga beras maupun gabah petani saat harga di pasaran mengalami penurunan.

“Sejak tahun lalu harga gabah dan beras di pasar selalu lebih tinggi dari HPP. Sewaktu harga gabah tinggi, Bulog tak bisa melakukan penyerapan gabah atau beras secara besar,” kata Staf Ahli Perum Bulog Muhammad Ismeth dalam diskusi antisipasi perubahan iklim terhadap produksi pangan, di Jakarta, Kamis (10/3).

Jika pemerintah tidak menaikkan HPP, imbuhnya, maka Bulog tidak akan bisa menyerap gabah petani. Kalaupun bisa hanya di daerah-daerah kantong produksi yang harganya turun.

Kendati demikian, Ismeth menegaskan, Bulog akan melakukan segala upaya untuk bisa menyerap beras petani secara maksimal untuk stok cadangan beras.

Pada tahun 2011 ini pemerintah menargetkan Perum Bulog mampu melakukan pengadaan beras dalam negeri sebanyak 3-3,5 juta ton.

Ismet mengatakan, apabila produksi 2011 dapat mencapai 70,1 juta ton atau naik 6% dari 2010, maka dengan kemampuan pengadaan dalam negeri Bulgo yang rata-rata 5,9% maka secara normal hanya akan mencapai 2,35 juta ton.

“Untuk mencapai target pengadaan 3,5 juta ton perlu upaya lebih keras dengan berbagai langkah operasional yang harus didukung kebijakan perberasan yang kuat," katanya.

Dia juga mengungkap, Perum Bulog menjamin stok beras dalam negeri cukup di gudang Bulog. Beras ini berasal dari impor dan penyerapan beras petani. Jumlah beras impor yang sudah masuk mencapai 1,26 juta ton, dan pengadaan beras dalam negeri mencapai 119 ribu ton.

Sementara itu, Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir pesimis Bulog bisa menyerap beras secara maksimal. Terutama jika pemerintah tak mengubah kebijakan dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tentang pedoman Harga Pembelian Pemerintah. Meskipun sudah ada Tabel Rafaksi yang dikeluarkan Menteri Pertanian.

“Jika Bulog menyerap gabah petani dengan HPP lama sulit, bahkan tercapai 50% (dari target) sudah bagus,” katanya.

Menurutnya, Bulog harus diberikan kebijakan yang fleksibel dalam upaya pengadaan beras dari petani. “Bulog harus bisa menyerap gabah at any quality atau at any cost,” tegas Winarno.

Apalagi, lanjutnya, saat ini waktunya sudah mepet untuk melakukan penyerapan, sehingga tanpa kenaikan HPP maka Bulog hanya bisa menyerap pada musim rendengan sedangkan musim gadu akan kesulitan.

Dia mengungkap, ketika pedagang membeli beras dari petani dengan harga diatas HPP, maka Bulog tak bisa lagi menyerap beras dari petani. Akibatnya, ketika pedagang menahan pasokan beras ke pasar hingga mendorong harga naik, Bulog tak bisa melakukan operasi pasar karena stok berasnya terbatas.

“Semua pedagang itu berkomunikasi. Mereka menahan pasokan untuk pasar tiga hari saja, maka harga beras langsung melambung. Nah Bulog tidak melawan ini karena tidak punya peluru, Tak punya stok,” tandasnya.

Berdasarkan Inpres no 7/2009 HPP yang ditetapkan pemerintah untuk gabah kering panen (GKP) Rp2.640/kg, gabah kering giling (GKG) Rp3.300/kg dan beras Rp5.060/kg. Sementara itu, harga beras jenis IR III di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, saat ini mencapai kisaran RpRp5.700/kg.

Alih Fungsi Lahan

Dalam kesempatan itu, Winarno juga mengungkap, salah satu penyebab munculnya ancaman krisis pangan adalah alih fungsi lahan yang tidak seimbang dengan upaya pencetakan sawah baru.

Saat ini, luas sawah yang ada hanya sebanyak 7,7 juta hektar. Itupun terbagi dalam kategori sawah irigasi teknis, semi teknis, sederhana hingga tadah hujan. Akibatnya, sawah tersebut rentan pada iklim.

Sebagai contoh, sambung Winarno, pulau Jawa telah kehilangan lahan pertanian seluas 1 juta hektar selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di 2002 lalu lahan persawahan di Jawa masih mencapai 4,1 juta hektar. Tapi ketika dilihat melalui citra satelit, luas sawah di Jawa hanya tinggal cuma 3,5 juta hektar.

Dengan demikian dengan hitungan sederhana saja  telah ada kira-kira  600.000 hektar lahan sawah di Jawa yang sudah beralih fungsi menjadi perumahan dan jalan tol.

Jika mengacu data BPS, setiap tahunnya telah terjadi alih fungsi lahan seluas 100.000 hektar maka jika ditarik hingga kini sudah ada 1 juta hektar persawahan yang hilang.

“Kalau dihitung dari tahun 2002 sampai sekarang setiap tahun ada 100.000 yang alih fungsi, kalau sudah 10 tahun berarti sudah 1 juta hektar dong yang alih fungsi,” jelasnya.

Dia menyebut, hingga kini belum ada data terbaru soal luasan lahan di Jawa yang menjadi salah satu lumbung padi di Tanah Air. Namun dengan mengaca data 2002 saja, alih fungsi lahan di Jawa sudah sangat mengerikan.

Kondisi tersebut, imbuh Winarno, diperburuk oleh angka pertumbuhan penduduk yang selalu lebih tinggi. Pertumbuhan penduduk rata-rata 1,4%, sementara angka pertumbuhan produksi padi hanya 1,3%.

“Saat ini, BPS saja sudah membagi rata-rata produksi beras untuk 241,1 juta penduduk. Artinya, produksi padi kita tidak cukup. Makanya KTNA mendukung upaya impor beras. Tapi harus diatur agar tidak mendorong harga beras dari petani turun,” jelasnya.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…