Waralaba Diklaim Gerbang Generasi Muda Mulai Usaha

Ketua Kehormatan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar mengatakan, sekarang ini banyak anak muda yang ingin mandari secara ekonomi. Salah satu pilihan ideal untuk memulai bisnis adalah dengan menjadi partner waralaba. “Saat ini banyak anak muda termasuk pasangan muda yang ingin mandiri secara ekonomi. Pilihan paling ideal gerbang memulai usaha dengan menjadi  partner waralaba dari brand yang sudah cukup dikenal masyarakat,” katanya.

Dia menuturkan, masa jaya waralaba lokal itu terjadi pada 20 tahun silam, tepatnya pada 1995. Namun, di tengah pertumbuhan tersebut, masuklah waralaba asing. Sehingga merontokkan perkembangan bisnis lokal tersebut. "Jika generasi muda mau memulai usaha waralaba, tidak mustahil kalau kita bisa mengulang masa jaya itu,” tuturnya.

Ia menyebutkan, dalam setahun pertumbuhan waralaba lokal tidak begitu menggembirakan jumlah. Kini hanya sekitar 120-125 yang masih bertahan di tengah gempuran kompetitor asing. Minimnya pertumbuhan itu tidak hanya dipengaruhi oleh persaingan dengan asing, akan tetapi karena faktor sikap yang tidak sabar oleh pelaku usaha. Sehingga berdampak pada dunia waralaba di Indonesia. Secara garis besar mereka ingin cpat sukses dan mendapatkan untung. “Itulah pentingnya waralaba lokal harus kreatif,  agar mampu menyaingi asing. Selain itu juga, ada harapan agar generasi muda mau memulai bisnis waralaba,” paparnya.

Sebelumnya, Andrew Nugroho, Ketua AFI, mengatakan pertumbuhan penjualan waralaba hingga akhir tahun 2018 diperkirakan mencapai 5% - 6%. Angka tersebut terbilang stagnan, namun menurut, capaian tersebut cukup baik mengingat kondisi ekonomi makro yang fluktuatif.  "Angka itu dari penjualan waralabanya ya. Tapi kalau dari segi penjualan produknya berkembang lebih dari itu. Mungkin bisa hampir 10% karena banyak yang buka cabang di berbagai kota," katanya.

Industri waralaba diperkirakan mampu mencetak transaksi Rp 7,5 triliun  pada tahun 2018 ini. Angka tersebut lebih tinggi dari transaksi tahun lalu yang mencapai Rp 7 triliun.

Menurut Andrew, pertumbuhan ekonomi tanah air tahun 2018 yang cenderung melambat, serta fluktuasi nilai tukar rupiah, tidak mempengaruhi perkembangan bisnis model waralaba. Sehingga bisnis dengan model waralaba masih bisa terus tumbuh. "Saya sendiri juga pelaku bisnis waralaba di bidang kuliner. Menurut saya sih tidak terlalu berasa dampaknya. Kami tetap bisa mengalami pertumbuhan, meskipun memang tidak terlalu besar. Pertumbuhannya bisa sekitar 5%," ungkapnya.

Andrew menjelaskan jika bisnis waralaba di sektor kuliner memang paling banyak diminati setiap tahunnya. Selain karena pasar bisnisnya yang luas, nilai investasi yang ditawarkan juga beragam. Modal yang diperlukan untuk mendirikan bisnis waralaba kuliner juga terjangkau, dibandingkan dengan sektor lainnya. "Segmentasi bisnis kemitraan kuliner juga makin luas, semua kelas bisa digarap, mulai kelas bawah, menengah sampai kelas premium. Karena ruang geraknya cukup luas, jadi kesempatan buat berkembangnya juga luas," terangnya.

Hinga saat ini, bisnis kuliner masih menjadi yang paling populer. Banyak pengusaha menawarkan kemitraan usaha kuliner. Merek-merek usaha baru ataupun jenis makanan baru juga banyak bermunculan.

Pada kesempatan berbeda, Ketua Dewan Pengurus Cabang Wirausaha Muda Nusantara (Wimnus) Tasikmalaya Risma Permatasari menerangkan, generasi muda merupakan pewaris bangsa Indonesia. Maka dari itu, mereka harus mulai berani menjadi wiraswasta mandiri.

Untuk mewadahi antusiasme anak-anak muda dalam berbisnis itu, Wimnus menyelenggarakan seminar nasional. Seminar ini, selain memotivasi, juga untuk menumbuhkan mental wirausaha. Para peserta dilatih untuk terampil berbicara dan lebih percaya diri. “Peserta berjumlah 1.100 dari anak-anak muda baru,” tutur dia.

President of Organization of Islamic Cooperation (OIC) Youth Indonesia Syafii Efendi menjelaskan, bila ingin terjun ke dunia usaha, anak-anak muda jangan berpikir menjadi pengikut, tetapi harus menjadi pemimpin. Jika lulus kuliah harus berani membuka lapangan kerja, bukan mencari pekerjaan. “Kadangkala Anda harus merasakan sakit untuk bisa tahu, jatuh untuk bisa tumbuh, kehilangan untuk bisa mendapatkan. Karena pelajaran terhebat dari hidup dipelajari melalui rasa sakit,” kata dia.

Menurut dia, anak-anak muda harus punya mimpi yang besar serta terus berusaha dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mimpi itu bisa terwujud.

BERITA TERKAIT

Cara Melestarikan Budaya Lokal di Era Digital

  Cara Melestarikan Budaya Lokal di Era Digital NERACA Jawa Tengah - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian…

Pahami Etika Bermedia Digital dengan Bijak Tanggapi Komentar Negatif

  Pahami Etika Bermedia Digital dengan Bijak Tanggapi Komentar Negatif NERACA Malang - Dalam rangka kampanye Indonesia Makin Cakap Digital,…

Perkuat Tim, SiCepat Ekspres Siap Hadapi Lonjakan Paket Ramadan

  Perkuat Tim, SiCepat Ekspres Siap Hadapi Lonjakan Paket Ramadan  NERACA Jakarta - Memasuki bulan Ramadan tahun 2024, SiCepat Ekspres…

BERITA LAINNYA DI Keuangan

Cara Melestarikan Budaya Lokal di Era Digital

  Cara Melestarikan Budaya Lokal di Era Digital NERACA Jawa Tengah - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian…

Pahami Etika Bermedia Digital dengan Bijak Tanggapi Komentar Negatif

  Pahami Etika Bermedia Digital dengan Bijak Tanggapi Komentar Negatif NERACA Malang - Dalam rangka kampanye Indonesia Makin Cakap Digital,…

Perkuat Tim, SiCepat Ekspres Siap Hadapi Lonjakan Paket Ramadan

  Perkuat Tim, SiCepat Ekspres Siap Hadapi Lonjakan Paket Ramadan  NERACA Jakarta - Memasuki bulan Ramadan tahun 2024, SiCepat Ekspres…