Tumbuhkan Wirausaha, Kemendikbud Gelorakan Program SPW

NERACA

Bandung  - Bagi kebanyakan orang, pemahaman serta orientasi utama memasukan anak ke sebuah sekolah adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Semua upaya dilakukan agar anak-anak mereka masuk ke sekolah yang diidamkannya. Namun, tak sedikit yang pada akhirnya keinginan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut tak kunjung terwujud karena ketatnya persaingan di dunia kerja.

Dengan kenyataan tersebut, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya agar orientasi untuk mencari kerja setelah bersekolah itu tidak menjadi tujuan mutlak. Namun sebaliknya, meski masih menimba ilmu di SMK tetapi si anak didik diupayakan sudah mampu menciptakan dunia usahanya sendiri dan memberikan peluang kerja bagi yang lain.

Diantaranya, dengan terus berupaya mengembangkan skill kewirausahan di kalangan siswa SMK melalui program Bantuan Pengembangan Pembelajaran Kewirausahaan SMK. Dengan program ini, para Kepala Sekolah ditantang untuk melahirkan lebih banyak wirausaha muda dari SMK.

Mochamad Widiyanto adalah Kepala Subdirektorat Kurikulum Direktorat Pembinaan SMK. Dalam kegiatan Bimbingan Teknis bantuan Pengembangan Pembelajaran Kewirausahaan yang dihelat di Bandung, dia mengungkapkan Kemendikbud telah mengadakan beberapa tahap program sekolah pencetak wirausaha (SPW). Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan konsep BMW, yaitu; bekerja, melanjutkan studi, wirausaha. "Program Sekolah Pencetak Wirausaha (SPW) ini untuk mengintegrasikan konsep BMW yaitu bekerja, melanjutkan studi, wirausaha," ujarnya, di Bandung, beberapa waktu lalu.

Mengacu pada Peta Jalan Revitalisasi SMK, SPW merupakan bagian dari upaya pemerintah mencapai target Revitalisasi SMK. Kemendikbud ingin mencetak siswa dengan ‘kartu biru’, anak-anak yang bisa membuka lapangan kerja, baik untuk diri sendiri atau orang lain.

Pendidikan kewirausahaan ini juga sejalan dengan penguatan pendidikan karakter (PPK). Salah satu nilai karakter utama yang ingin dicapai melalui program SPW ini adalah kemandirian. Bila sudah mampu berdiri di atas kaki sendiri tentu tak ada cerita pengangguran disumbang paling banyak oleh lulusan SMK.

Praktik baik justru dapat ditelurkan ke siswa atau sekolah lainnya. Misalnya saja seperti yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 2 Muntilan, Kabupaten Magelang. Tak lagi harus menunggu lulus, tapi mereka yang bahkan masih berstatus pelajar pun sudah bisa bekerja menghasilkan tambahan pendapatan.

Tak hanya itu, berdasarkan laporan omset yang diberikan kepada SEAMOE (The Southeast Asian Ministers of Education Organization) yang bisa dilihat melalui website kwu.seameolec.org., SMK Muhammadiyah 2 Muntilan ternyata merupakan peraih pertama kelas kewirausahaan tingkat nasional.

Kelas Kewirausahaan memang jadi salah satu program unggulan di SMK Muhammadiyah 2 Muntilan dan satu-satunya sekolah (se-kabupaten Magelang) yang membuka program tersebut. Dalam penerapannya program ini dinilai cukup berhasil. Pembuktian program itu dirasakan oleh Riski, salah satu siswa kelas XII jurusan TKJ SMK 2 Muntilan dengan omset Rp 155.000.000 dan laba Rp 25.100.000 telah memiliki usaha warung angkringan dan penjualan VCD sejak September 2018 – Juni 2019.

Pada 2019, SMK Muhammadiyah 2 Muntilan mampu membuktikan keseriusan dalam mengelola Kelas Kewirausahaan. Sekolah tersebut melaporkan omset sebesar Rp. 449.749.999 dengan laba Rp. 103.250.000.

Selain Riski, Siswa SMK Muhammadiyah 2 Muntilan yang masuk 5 besar se-Indonesia ialah Lurina Nur S dengan omset Rp. 127.439.999, Putri Pratama N dengan omset Rp 122.000.000 dan Adelia Nur S dengan omset Rp. 28.300.000. “Program kewirausahaan akan terus dijalankan dan akan membuka kelas setiap tahunnya bagi siswa baru. Harapannya, ketika siswa sudah lulus bisa mandiri dan sukses berwirausaha,” ujarnya.

Kelas Kewirausahaan yang berlangsung hampir 2 tahun ini, berhasil membina dan mencetak wirausahawan muda di SMK Muhammdiyah 2 Muntilan. Pada 2018, siswi Laurina Nu S berhasil meraih penghargaan omset tertinggi di sekolah dari Kementrian Pendidikan RI.

“Siswa tidak hanya belajar materi di kelas, tetapi diajarkan pula berwirausaha. Kelas kewirausahaan dibuka karena visi sekolah kami menjadi SMK yang Berkarakter Islami, Unggul, dan Berjiwa Entrepreneur,” terang Untung Supriyadi, Kepala SMK Muhammadiyah 2 Muntilan.

Sejalan dengan upaya menghadapi era industri 4.0., program SPW disetting sebagai model pembelajaran yang dapat merangsang kreativitas melalui praktik usaha. Para siswa dikenalkan kepada praktik wirausaha secara daring atau online. Selain relatif lebih murah, model seperti ini dinilai lebih mudah dan familiar di kalangan generasi milenial.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…