Sempat Diturunkan, OJK Kembali Naikkan Target Pertumbuhan Kredit

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali optimistis pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini dapat menyentuh 13 persen atau berkisar di rentang 11-13 persen secara tahunan (year on year/yoy) setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 0,5 persen dan memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,75 persen di Juli 2019.

 

Lembaga pengatur dan pengawas industri perbankan itu juga memperhitungkan kemungkinan penurunan kembali suku bunga acuan Bank Sentral pada lima bulan terakhir di tahun ini sesuai sinyalemen yang disampaikan BI dalam beberapa hari terakhir. "Terima kasih sudah menurunkan Giro Wajib Minimum dan suku bunga. Ini jadi amunisi yang bagus, agar kita optimistis dengan kredit di akhir tahun," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (24/7).

 

Adapun dalam paparannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di pertengahan Juni 2019 lalu, Ketua DK OJK Wimboh Santoso melontarkan bahwa dampak perang dagang global telah menekan pertumbuhan permintaan ekspor dan ekspansi dunia usaha. Sehingga pada saat Juni 2019 lalu, OJK merevisi target pertumbuhan kredit menjadi 9-11 persen (yoy) pada tahun ini. "Kemarin (kami) pesimistis karena belum melihat tanda-tanda pelonggaran kebijakan moneter. Sekarang optimistis bisa mencapai target pertumbuhan kredit di 12 persen plus minus satu persen," tambah dia.

 

Wimboh berharap penurunan suku bunga kebijakan Bank Sentral dapat segera direspons pelaku pasar, sehingga dapat berdampak pada suku bunga simpanan serta kredit perbankan. Jika pelonggaran suku bunga kebijakan Bank Sentral berhasil ditransmisikan ke suku bunga simpanan perbankan, maka tantangan likuiditas yang mendera industri perbankan selama semester I 2019, bisa berkurang di semester II 2019. "Soal likuiditas saya harap tidak ada masalah lagi. Suku bunga kredit selama ini cenderung flat, dan trennya akan turun juga. Jadi tidak ada masalah dengan yang sebelumnya," ujar dia.

 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan pihaknya sejauh ini masih terus memantau dampak menurunnya ekspor dan impor Indonesia akibat perang dagang terhadap kemampuan bayar para debitur perbankan. Menurut Heru, belum ada dampak signifikan dari perang dagang dan perlambatan ekonomi global yang merembet ke kinerja bisnis perbankan. "Sejauh ini belum ada pengaruhnya ke Rasio Kredit Bermasalah (Non Performing Loan/NPL). Mereka (perbankan) juga sudah menyiapkan rencana dan antisipasi untuk dampak dari perang dagang," ujar dia.

 

Adapun per Juni 2019, kredit perbankan masih bertumbuh di 9,92 persen (yoy), namun melambat jika dibandingkan Mei 2019 yang sebesar 11 persen (yoy). Pertumbuhan kredit itu ditopang penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik sebesar 7,42 persen (yoy) karena meningkatnya pertumbuhan deposito dan giro perbankan. Dari kualitas kredit, terlihat rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sebesar 2,5 persen atau terendah pada posisi akhir Semester-I dalam lima tahun terakhir.

 

Sebelumnya, survei perbankan Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan kredit baru meningkat pada kuartal II dan III 2019. Peningkatan tersebut tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada kuartal II 2019 sebesar 78,3 persen. Angka lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 57,8 persen.

 

Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan tersebut terutama bersumber dari kredit investasi dan kredit konsumsi. Pada kuartal III 2019 pertumbuhan kredit baru diprakirakan meningkat, didorong oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi yang menguat didukung oleh kondisi politik dan keamanan yang stabil pasca Pemilu, dan risiko penyaluran kredit yang relatif rendah. "Sejalan dengan prakiraan meningkatnya pertumbuhan kredit baru, kebijakan penyaluran kredit pada kuartal III 2019 diprakirakan lebih longgar," demikian bunyi keterangan resmi yang dikeluarkan Departemen Komunikasi BI pada Rabu (17/7).

 

Hal tersebut terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 0,8 persen, lebih rendah dibandingkan 12,4 persen pada kuartal sebelumnya. Pelonggaran standar akan dilakukan terhadap seluruh jenis kredit, dengan aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar antara lain jangka waktu kredit dan agunan. Hasil survei mengindikasikan responden tetap optimis terhadap pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2019.

 

Responden memprakirakan pertumbuhan kredit pada 2019 akan mencapai 11,2 persen. Optimisme tersebut didorong oleh prakiraan relatif rendahnya risiko penyaluran kredit, serta masih terjaganya rasio kecukupan modal dan likuiditas bank.

 

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…