Bisnis Ritel di Indonesia Dikuasai Waralaba Asing

NERACA

Jakarta – Bisnis Franchise atau waralaba di Indonesia bakal didominasi pelaku asing sampai akhir tahun 2012. Pasalnya, dibanding dengan waralaba lokal, bisnis waralaba asing mengalami pertumbuhan lebih pesat.

“Prosentase pertumbuhan waralaba asing diperkirakan akan berada di atas waralaba lokal. Sampai sekarang 15%, itu lokal. Kalau yang asing itu sekitar 20%, sampai akhir 2012,” kata Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia Amir Karamoy di Jakarta, Kamis (29/3).

Menurut Amir, jika pertumbuhan waralaba asing tidak segera dibatasi lewat suatu regulasi, maka waralaba lokal dikhawatirkan akan semakin menyusut. Saat ini, pemerintah tengah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

“Pemerintah harus cepat-cepat memberlakukan regulasi tersebut. Karena franchise itu fungsinya ada dua, entrepreneurship dan membuat lapangan pekerjaan,” jelasnya.

Dia mengutarakan, pertumbuhan waralaba lokal bisa membantu mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Pertumbuhan waralaba lokal akan banyak menyerap tenaga kerja yang kreatif dan handal.

Amir juga mengungkap, kalangan plaku usaha waralaba asing tidak keberatan dengan rancangan aturan pembatasan ekspansi bisnis waralaba dengan pola berkembang dengan gerai sendiri (company owned). Penolakan terhadap aturan itu justru datag dari kalangan pengusaha waralaba lokal yang menghendaki sistem company owned tak dibatasi.

“Para peserta (international brands) dan tidak ada satu pun yang menolak. Semuanya setuju. Justru penolakannya itu kayaknya dari lokal. Jadi regulasi ini membatasi yang namanya company owned, disitu ada 2 membangun own outlet yang dimiliki sendiri, yang kedua franchise outlet yang dimiliki orang lain, regulasi yang baru itu membatasi own outlet,” ujarnya.

Menurut Amir, yang melakukan penolakan itu adalah waralaba asal Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan besar dan menengah ke atas. “Pengusaha kita harusnya di getok hatinya kalau pembangunan franchise outlet itu akan memberi nilai lebih daripada membangun company owned,” paparnya.

Kalangan waralaba lokal, terutama yang sudah besar, anjut Amir, cenderung memiliki perilaku memonopoli sehingga lebih memilih mengembangkan gerai sendiri dan membatasi bermitra dengan masyarakat.

“Kebanyakan ingin punya sendiri. Itu yang saya pertanyakan, ternyata motif penolakan ini karena mereka nggak mau repot. Karena kalau dia memberikan franchisee itu kepada orang lain, itu ada kerja double, maksudnya kita bermitra sama orang lain yang kita nggak tahu siapa dia itu bukan sesuatu yang mudah. Mungkin mereka takut nanti di tengah-tengah putus dan dibajak. Memang untuk bangun kemitraan itu harus sabar,” terangnya.

Menurut Amir aturan baru soal pembatasan gerai company owned ini rencananya akan keluar bulan April 2012. Soal Company Owned salah satu bagian dari revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. “Regulasi itu mestinya bulan depan, jadi pemerintah harus aktif melakukan sosialisasi,” beber Amir.

Ekspansi Waralaba Asing

Di tempat yang sama, sebuah perusahaan konsultan waralaba AS Louken, kembali memboyong 11 merek asing untuk dikembangkan di Indonesia melalui bisnis waralaba. Upaya itu dilakukan setelah selama delapan tahun AS Louken sukses mendatangkan waralaba seperti Breadtalk, Charles and Keith.

Country Manager A.S Louken Indonesia Danny Anthonius mengungkapkan, AS Louken akan memfasilitasi merek asing ini untuk membuka waralaba di Indonesia. “CEO AS Louken, Luke Lim itu, dia yang bawa franchise-nya Breadtalk ke Indonesia, kita fasilitasi. Tapi karena ini jumlahnya banyak, kita nggak bisa bawa satu-satu,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (29/3)

Danny menuturkan selain mendatangkan merek asing masuk ke Indonesia, AS louken juga menargetkan dalam beberapa waktu ke depan akan membawa merek Indonesia untuk Go International.

“Sekarang kan kita bawa merek asing ke Indonesia, target kita adalah membawa klien-klien yang ada di Indonesia ke luar, one day. Karena memang potensi Indonesia itu besar sekali,” ungkapnya.

Salah satu pengusaha waralaba asing itu mengungkapkan ketertarikan untuk merambah pasar Indonesia. Alvin Chee, Direktur C House, perusahaan Yang bergerak dalam bidang Food and Beverages menyatakan ketertarikannya masuk pasar Indonesia. “Saya pikir Indonesia bagus, dan katanya untuk menjalankan bisnis disini sangat baik,” ungkap Alvin.

Direktur perusahaan coffee shop ini mengungkapkan walaupun bervariasi untuk pasar Indonesia dia memperkirakan total investasi rata-rata 200 ribu dollar Singapura.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…