DUGA KEJANGGALAN PROYEK BERPOTENSI MERUGIKAN - Komisaris Independen KS Mengundurkan Diri

Jakarta-Komisaris independen PT Krakatu Steel (Persero), Roy Maningkas, resmi mundur dari jabatannya. Alasannya, ada kejanggalan dalam proyek Blast Furnance Complex yang dipaksa terus berjalan. Pengunduran diri tersebut dilakukan karena Kementerian BUMN menolak opini ketidakpuasan (dissenting opinion) yang diajukannya terhadap tingkat kemajuan (progress) pabrik blast furnace yang diinisiasi perusahaan sejak 2011. 

NERACA

Di dalam surat permohonan mundur itu, Roy mengatakan bahwa proyek pengolahan bijih besi tersebut ganjil dan berpotensi membuat KS didera rugi lebih dalam. Keganjilan tersebut didasarkan pada beberapa perhitungan. Pertama, produksi yang dilakukan. Menurut dia, KS akan memproduksi hot metal untuk menjadi bahan baku baja slab. Hanya saja, harga slab hasil produksi pabrikan tersebut memiliki Harga Pokok Penjualan (HPP) yang mahal, yakni US$82 per ton dengan produksi 1,1 juta ton per tahun.

Menurut Roy, kalau diteruskan, kebijakan tersebut bisa membuat Krakatau Steel mengalami tambahan kerugian Rp1,2 triliun per tahun. Kedua, uji kelayakan proyek blast furnace. Menurut dia, uji kelayakan atas proyek tersebut tidak dilaksanakan dengan benar. Seharusnya, proyek ini memiliki tiga kali pengujian, di mana mesin harus beroperasi enam bulan.

Namun, proyek blast furnace hanya dijalankan selama dua bulan untuk kemudian dimatikan lagi. Padahal proyek blast furnace ini sudah beroperasi selama dua pekan lamanya. Proyek seharusnya berjalan atas rekomendasi audit independen, tapi ternyata tidak dindahkan perusahaan. 

"Fasilitas ini kan suhunya 2.700 derajat, kalau tiba-tiba dimatikan, maka damage-nya luar biasa. Sampai hari ini, tidak ada orang yang bisa memberi jaminan bahwa kalau dimatikan dua bulan, maka mesinnya bisa berfungsi lagi seperti normal. Karena biasanya, teknologi blast furnace ini harus didiamkan 15 hingga 20 tahun sebelum dimulai lagi," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com, Selasa (23/7).

Roy mengatakan, surat permohonan pengunduran diri diajukan ke Kementerian BUMN selaku pemegang saham sejak 11 Juli 2019, dilatarbelakangi oleh pengoperasian proyek Blast Furnace yang pembangunannya sejak 2011 dengan investasi membengkak menjadi Rp 10 triliun, dari yang direncanakan Rp 7 triliun akibat keterlambatan penyelesaian.

"Sebenarnya sejak 11 Juli 2019, permohonan pengunduran diri saya dari PT Krakatau Steel sebagai komisaris independen bukanlah untuk konsumsi publik," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam pengoperasian fasilitas tersebut ada sejumlah hal yang janggal, pertama adalah waktu uji coba yang seharusnya enam bulan dipangkas menjadi dua bulan, hal ini untuk menghindari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kedua ketersediaan bahan baku yang belum pasti.

Dia melanjutkan, masalah berikutnya adalah biaya pokok produksi lab dari fasilitas tersebut lebih mahal USF 82 per ton dibanding harga pasar, jikan diproduksi 1,1 juta ton per tahun, maka potensi kerugian Krakatau Steel sekitar Rp 1,2 triliun per tahun.

"Ini proyek maju kena mudur kena. Diterusin rugi Rp 1,2 juta per tahunya. Nggak diterusin Rp 10 triliun hilang. Ini kepentingan siapa?,dipaksakan berproduksi ini kepentingan siapa?," ujarnya.

Pada 15 Juli 2019 Roy menghadap Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno. Dalam pertemuan tersebut, Roy diminta untuk melanjutkan masa jabatannya sampai periode jabatan habis pada April 2020. Dirinya pun memastikan ada solusi untuk permasalahan Proyek Blast Furnance. Namun jawaban yang didapat pengoperasian fasilitas harus tetap berjalan, hal ini membuat keputusan mundur dari komisaris semakin bulat.

"Sampai tanggal 15 ada upaya perbaikan tapi 2-3 hari saya tau pengetesan hanya akan dilakukan dua bulan. Itu saya pertanyakan sebelumnya, tapi kofirm dilakukan 2 bulan itu membuat saya gelisah karena nggak mungkin tes 2 bulan," tuturnya.

Roy mengatakan sebelum mengajukan pengunduran diri, ia sudah meminta penjelasan dari dewan direksi terkait operasi pabrik blast furnace yang dipaksakan tersebut. Menurut dia, kala itu dewan direksi mengatakan proyek harus dijalankan agar tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena proyek sudah mundur 72 bulan dari seharusnya.

Kemudian, jika proyek ini tidak berjalan, maka kontraktor proyek, yakni Capital Engineering and Research Incorporation (CERI) akan mengajukan klaim dalam jumlah besar kepada Krakatau Steel karena tidak segera menggunakan pabrik tepat setelah proyek itu selesai.

Padahal, di dalam kontrak antara Krakatau Steel dengan kontraktor, terdapat masa tenggang (window) selama setahun antara proyek selesai hingga benar-benar beroperasi. "Makanya tentu hal ini membuat kita bersepekulasi. Siapa sih yang punya kepentingan di proyek ini sehingga terkesan dipaksakan? Saya pernah tanya langsung ke direksi terkait hal ini, mereka bilang 'saya kejepit, Pak'," tutur dia.

Roy sendiri sudah mencurigai bahwa proyek blast furnace ini tak akan menguntungkan KS sejak ia menduduki kursi komisaris pada 2015. Beberapa surat sudah dikirimkan baik ke dewan direksi maupun Kementerian BUMN, tapi tak pernah digubris.

Enam Tahun Merugi

Sebelumnya, Dirut Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, perusahaan sudah enam tahun mengalami kerugian. Pada kuartal III-2018 perusahaannya masih mengalami kerugian sebesar US$ 37 juta. "Memang sudah enam tahun mengalami kerugian. Tapi kami sedang melakukan perbaikan fundamentalnya," ujarnya dalam acara paparan publik Krakatau Steel di BEI, Jakarta, Jumat (4/1/2018).

Fundamental yang dimaksud Silmy adalah perbaikan industri baja tanah air. Selama ini industri baja nasional terdampak dari serangan produk baja impor.

Selama ini baja impor yang masuk mengakali nomor Harmonized System (HS) dari carbon steelmen menjadi jenis alloy steel. Sehingga produk tersebut akan mendapatkan lebih rendah dibanding jenis produk baja lainnya. Hal itu lantaran adanya kebijakan Permendag 22/2018.
"Industri baja dalam tiga tahun terakhir ini terpukul. Itu karena Permendag 22 itu bebas cukai," ujarnya.

Dengan begitu, produk baja nasional sulit bersaing dengan produk impor di rumah sendiri. Terbukti dari banyaknya porsi konsumsi produk baja impor dibanding produksi nasional.

Pada 2017 misalnya dari total kebutuhan konsumsi baja nasional sebanyak 13,6 juta ton sebanyak 52% dari impor baja, sementara baja nasional hanya 48%. Sementara untuk 2018 yang kebutuhan konsumsi bajanya mencapai 14,2 juta ton diperkirakan konsumsi untuk baja impor meningkat menjadi 55%. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…